13
BAB II KONFLIK, PELA GANDONG,
KONSELING LINTAS AGAMA DAN BUDAYA
A. KONFLIK
1. KONFLIKTUAL HUBUNGAN ISLAM KRISTEN: LINTAS SEJARAH
1.1.Konteks Timur Tengah - Eropa
Hugh Goddard,
1
mengungkapkan bahwasannya hubungan Islam-Kristen dalam bingkai sejarah dunia menorehkan catatan yang panjang dan meyakitkan.
Keduanya lahir dan berkembang di Timur Tengah, dan berangsur-angsur merebah dan menancapkan pengaruh ke berbagai benua: Kristen di Eropa dan Amerika,
sementara Islam di Afrika dan Asia. Selama dua abad terakhir, sebagai akibat dari hubungan dagang, migrasi dan pertumbuhan berbagai kerajaan, kedua komunitas
itu berkembang semakin mendunia. Perjumpaan Islam-Kristen cenderung menimbulkan konflik di Eropa terutama di negara-negara pecahan Yugoslavia.
Asia-Afrika: Filipina, sudan, Nigeria diricuhkan oleh konflik yang melahirkan sikap saling curiga dan mengikis rasa percaya. Selain itu, warisan konflik mulai
dari ekspansi Islam pada periode awal, perang salib, hinga imperialisme Eropa. Goddard,
2
memberikan pemahaman yang fundamental dalam melihat hubungan Islam-Kristen melalui penelitian sejarahnya, sebagaimana teruraikan
dalam periodesasi, sebagai berikut:
1.1.1. Periode perkembangan Kekritenan dan awal perjumpaannya dengan
Islam di Timur Tengah Abad IV
Pada periode ini, perkembangan yang penting berkaitan dengan asal-usul gereja Kristen dan komunitas Islam di Timur Tengah yakni, sebagai akibat dari
masuknya Kaisar Romawi, Konstantinus ke dalam agama Kristen. Kekristenan yang pada saat itu adalah kelompok minoritas dengan sedikit atau bahkan tanpa
pengaruh dan kekuasaan politik tiba-tiba menjadi agama resmi negara. Konversi
1
Hugh Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-Kristen: Titik Temu dan Titik Seteru Dua Komunitas Agama Terebesar di Dunia. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013, 17
2
Hugh Goddard , Sejarah Perjumpaan Islam- Kristen… 2013,7-190
14
agama konstantinus ke agama Kristen justru melahirkan perpecahan di tubuh gereja yang semakin lama semakin berkembang dan memunculkan berbagai
komunitas Kristen. Islam sendiri muncul pada abad ketujuh dalam konteks tercabik-cabiknya kekristenan oleh konflik internal dengan alasan teologis
3
maupun geografis. Kondisi ini berperan penting dalam pembentukan peta politik dan sosial di kawasan Timur Tengah yang kemudian menjadi panggung bagi
kelahiran komunitas Islam.
4
1.1.2. Periode setelah wafatnya Muhamad Abad VII.
Pada periode ini, Negara Islam berkembang dengan sangat pesat. Komunitas Islam berkembang menjadi kekuatan dominan di Arab dan merambat sepuluh
tahun berikutnya. Ketika berhadapan dengan komunitas Kristen, kaum Muslim mengambil dua sikap utama: keras atau konfrontatif dan lemah lembut atau
toleran. Dengan dasar ajaran agama alquran, mereka lebih banyak menerapkan pendekatan militeris yang sangat keras. Pemeluk agamanya diminta untuk
menerima Islam atau hengkam dari tanah Arab. Akan tetapi, sesekali bersikap toleran, ketika menerapkan beberapa syarat dan batasan terhadap kaum Kristen,
memberikan jaminan perlindungan atas jiwa dan harta mereka, serta memberikan kebebasan beribadah. Sikap yang negositif, juga diperlihatkan penguasa muslim
terhadap kaum kristen, seperti kepada Kerajaan Bizantium, meskipun harus menyerahkan sebagian wilayahnya, tetapi masih memiliki kedudukan yang kuat.
5
3
Sama halnya dengan agama-agama lain: Yahudi, agama kristen memandang keberadaan agama lain dalam sikap eksklusivisme atau antagonisme. Sebaliknya, pandangan Islam terhadap agama
lain: Kristen- Yahudi berdasarkan penafsiran teks Alquran, sebagai orang “kafir“. Islam pun
menolak pengakuan “Ketuhanan Yesus“. Paradigma eklusivis dan biblisentris inilah yang kemudian memanifestasikan kebencian dan permusuhan. Olehnya, persoalan dalam sejarah
hubungan Islam- Kristen yakni adanya penerapan “Standar Ganda“. Penjelasan mengenai ini dapat
dilihat dalam Goddard, Hugh. Menepis Standar Ganda: Membangun Saling PengertianMuslim- Krsiten. Terj. Yogjakarta: Qalam. 2000.
4
Di Jazirah Arab pusat Islam, terdapat dua kerajaan adidaya Bizantium dan Persia, beberapa suku Arab yang tinggal berbatasan dengan wilayah Bizantium telah menerima agama Kristen sejak
awal abad keempat dan pada abad ke enam kekristenan mendapat peranan politik yang dominan karena salah satu pimpinan suku arab Kabilah, Harits ibn Jabalah, diangkat oleh Bizantium
sebagai pemimpin suku. Penyebaran kekristenan sekaligus berarti perluasan kebijakan politik kerajaan Bizantium Kristen. Bdg. Goddard, Sejarah Perjumpaan Islam-
Kristen…,2013,39-43
5
Hugd. Goddard. Sejarah Perjumpaan Islam- Kristen… 2013,90-102
15
Jhon. L. Esposito,
6
juga menekankan hal yang senada, berkaitan dengan keadaan dunia timur tengah di abad ketujuh, masa lahirnya Islam adalah dunia
yang keras, di mana ada peperangan antar suku. Timur tengah terbagi dua, diantara dua kekuasaan besar yang saat itu saling berperang yakni kekaisaran
Bizantium dan Persia,yang saling bersaing satu sama lain untuk mendominasi dunia.
Menurut Crone dan Cook,
7
serangan-serangan awal cenderung menampakan fakta sikap permusuhan terhadap agama Kristen. Seperti yang dialami oleh
pasukan Bizantium, ketika menolak anjuran pasukan Islam untuk beralih agama, mengingkari Kristus maka mereka semua dibunuh. Contoh sikap antipati lainnya
yakni, pembakaran Gereja, penghancuran Biara, hujatan terhadap Kristus dan Gereja. Sikap keras negara Muslim terhadap komunitas Kristen masih nampak
terhadap para penduduk di kota-kota taklukan Toledo, Kordoba, mereka diberikan pilihan untuk menyerah -dengan jaminan perlindungan nyawa,
kekayaan, memberi kebebasan- atau diperangi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan Islam-Kristen pada
periode pasca wafatnya Nabi Muhamad, dalam konteks bangkitnya negara Islam, Umat Muslim mengambil sikap keras memaksa dan sekaligus toleran bersyarat
terhadap orang Kristen yang pada saat itu merupakan kelompok minoritas di Arab.
1.1.3. Periode ekspansi Islam Abad pertengahan.