52
Dalam upacara panas pela semua warga pela diharapkan hadir terutama Saniri Negeri dan tua-tua adat. Menurut Cooley, bagian-bagian penting dari upacara
panas pela yakni, antara lain: pembacaan kembali sejarah pela; pengambilan sumpah dan minum campuran darah bersama untuk jenis pela keras atau makan
sirih-pinang bersama untuk jenis pela tampa-siri. Kedua upacara ini merupakan inti proses pada saat hubungan itu dibentuk sebelumnya. Tujuannya sebagai
regenerasi atau pewarisan tradisi ini kepada anak-cucu. Sesudah kedua prosesi inti itu selesai dilakukan, biasanya diadakan rapat Saniri kedua pihak.
108
5. Nilai-nilai Budaya Pela Gandong
Pela Gandong sebagai sebuah realitas eksistensi kehidupan orang Maluku yang berakar historis memiliki nilai guna yang membuktikan hakikat keberadaan
dan kebermaknaannya sebagai sebuah “Jenius Kehidupan loval genius yang khas“. Van Peirsen menegaskan, bahwa suatu realitas itu bukan sekedar realitas
fakta tapi juga realitas nilai, ia mengandung nilai kultural, agama dan sosial.
109
Pela dapat dikatakan sebagai momen-moment historis dari cara berada orang Maluku yang tidak dapat disangkal intrinsik memperlihatkan realitas nilai. Nilai-
nilai Pela antar lain: Pertama, nilai Persaudaraan: hubungan persaudaraan adik-kakak, dalam
pela gandong tidak dapat dipisahkan walaupun berbeda tempat hunian atau berbeda agama seperti antara negeri-negeri Islam-Kristen, seperti negeri
Batumerah-Passo; Hitulama-Nusaniwe; Hutumuri-Tamilau Seram; Negeri- tengah-tengah-Abobu Nusalaut; Morela-Waai; Wakal, Hitumessy-Rumah tiga;
Pelauw-Titaway.
110
Pattikayhattu ed juga mencatat tentang nyanyian adat atau kapata “Henamasawaya“ yang mengkisahkan betapa negeri-negeri Islam di
seputar gunung Salahutu, begitu mengenangkan saudara mereka negeri Waai yang telah turun bermukim di pantai “Honimua“ dan telah berpindah agama Kristen,
108
F.L. Coley, Ambonese Adat… 1962,76
109
Van Peursen, Fakta, Nilai dan Peristiwa. Terj Jakarta: Gramedia, 1990, viii
110
Pattikayhattu. J.R.Z. Leirissa, M. Soenjata Kartadarmadja ed. Sejarah Sosial Di Daerah Maluku. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai-nilai
Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1983,5
53
namun mereka tetap bersaudara.
111
Terdapat juga hubungan persaudaraan antar negeri-negeri juga lima negeri: Pelauw, Kailolo, Karbau, Rohomi dan Hulaliu.
Kedua, nilai solidaritas. Menurut Bartles, indikasi nilai solidaritas pela nampak dalam praktik membantu atau tolong menolong.
112
Ketiga, Nilai kerukunan. Menurut Uhi, kerukunan terjalin karena asas kekerabatan dikenal
dengan istilah gandong, ade-kakak, bungso dalam hubungan sosial antara masyarakat yang satu dengan yang lain, walaupun berbeda agama. Kerukunan
dalam tradisi masyarakat Maluku berarti upaya menjaga dan mempertahankan eksistensi masyarakat serta memegang teguh ikatan persaudaraan. Kerukunan
disini lebih lebih mempertegaskan adanya upaya mengembangkan nilai-nilai hidup yang dapat menciptakan kembali keharmonisan, keselarasan dan
keseimbangan hidup.
113
Keempat, nilai Religius. Dalam praktik adat Pela Gandong, tidak terlepas dari penyembahan kepada leluhur, masyarakat adat Pela mengakui akan adanya suatu
kekuatan adi kodrati. Karena itu, mereka selalu terhubung dan bergantung kepadanya Baca leluhurtetenene-moyang. Manusia Ambon percaya terhadap
leluhur sebagai yang menurunkan kebijakan-kebijakan berupa tata tertib atau adat untuk menata kehidupan mereka secara selaras, serasi dan harmoni dalam suatu
totalita. Tata tertib yang bersumber dari leluhur karena itu bersifat sakral. Olehnya pelanggaran adat akan menimbulkan sanksi. Relasi antar masyarakat dan leluhur
yang terwujud dalam seluruh aktivitas atau tindakan masyarakat BerPela Gandong bertujuan untuk mencapai keharmonisan dan kesatuan masyarakat. Artinya, nilai
religius menjadi pendorong bagi individu-komunitas berPela untuk berbuat baik.
114
111
J.S Pattikayhattu, ed, Sejarah Sosial... 1983, 5
112
Dieter, Bartels. Guarding... 1977, 203
113
Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan :konstruksi pemikiran Cornelius Anthonie van Peursen dan catatan reflektif Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, 129-130.
114
Jhon.Ch. Ruhulesin, Etika Publik … 2007, 253
54
C. KONSELING LINTAS AGAMA DAN BUDAYA