20
1.2.2. Masa Hindia Belanda 1800-1942.
Pada masa ini, eksistensi keberagamaan Islam-Kristen sama-sama mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kondisi ini didorong oleh semangat kebebasan
beragama yang dirancang H-B PP 1818 dan 1854 dan buah dari kebangunan semangat penginjilan yang terjadi di Eropa Kristen. Akan tetapi, kenyataanya
terdapat campur tangan pemerintah H-B melalui kebijakan yang tidak netral, yang menguntungkan pihak Kristen dan merugikan serta mendiskriminasikan pihak
Islam.
20
Realita ini sering kali menjadi pemicu ketegangan hubungan di antara umat Kristen dan Islam. Pemerintah H-B juga membatasi dan melarang
penginjilan mengawasi gerak-gerik para ulama yang dicurigai sebagai fanatik pemberontak karena dianggap sebagai ancaman dan demi ketertiban dan
keamanan.
21
Khusus di Pulau Jawa, Sumartana,
22
mengungkapkan bahwa hubungan di antara masyarakat pribumi Kristen dan Islam masih sangat terbatas dan terutama
di daerah pedalaman karena sejak awalnya agama Kristen sering dicap sebagai “Agama Belanda“ atau “Stigma soaial“ sebagai agama kolonial
23
. Pelabelan negatif ini semakin nampak ketika ada dari orang Kristen Jawa itu berlagak
seperti orang Belanda dan ikut- ikutan mencap kaum Islam sebagai “orang kafir“.
Kendati demikian, hubungan keduanya semakin lebih baik ketika tokoh-tokoh penginjil memperlihatkan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, sehingga
perjumpaan itu bukan lagi terutama berlangsung diantara orang Eropa yang Kristen dan orang Arab yang Muslim, melainkan di antara sesama orang jawa
yang Kristen dan Islam. Kebijakan pemerintah H-B di kala ini melahirkan gerakan-gerakan
keagamaan baik di pihak Kristen maupun islam, seperti Pan Islamisme yang muncul dari Turki abad ke-18, pada masa dinasi kesultanan Usami yang hendak
20
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda Jakarta: LP3ES, 1985,19
21
Aritonang. Sejarah Perjumpaan …2006,73-96
22
Th. Sumartana, Mission At The Groossroads-Indigenous Church, European Missionaries, Islamic Assocoation Socio-Religious Change in Java1812-1936. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1997,22-27.
23
“Stigma Sosial” agama Kolonial oleh umat Islam terhadap Kekristenan berkaitan dengan hubungan sejarah Kristen dengan sejarah kolonialisme. Dalam artian bahwa masuknya kekristenan
di Indonesia bersamaan dengan ekspansi bangsa-bangsa barat Portugis dan Belanda berdasarkan kepentingan ekonomi dan perdagangan. Stigma Sosial bertransformasi menjadi Stereotip sosial
pada masa Orde Baru. Lht. Julianus Mojau, Mediakan atau Merangkul: Pergulatan Teologis Protestan dengan Islam Politik di Indonesia. Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2012,1-4
21
menegakan kembali kekuasaan pada kalifah sebagai penguasa di bidang politik dan agama. Di mata H-B, Pan Islamisme ditenggarai membangkitkan semangat
melawan penjajah. Gagasan Pan Islamisme kembali dihidupkan di Indonesia pada masa selanjutnya melalui beberapa partai politik Era Reformasi 1998. Selain itu,
terdapat juga gerakan dan partai politik Islam yang muncul: Sarekat Islam, Muhammadiyah; dan Kristen: Perserikatan Kaum Christen, Partai Kaum Masehi
Indonesia.
24
1.2.3. Masa Jepang dan Revolusi 1942-1949.