18
Selanjutnya, Konfliktual interaksi Islam dengan Kekristenan Barat, yang nampak melalui konflik, kekerasan, ditaklukkan dan menaklukan antara
keduanya, mis, di Timur Tengah, spanyol hingga perang salib, , sebagaimana yang diungkapkan Esposito:
14
...Baik orang Muslim mapun Nasarani melihat yang lainnya sebagai suatu ketetapan yang untuk ditaklukan, diajak masuk
agama, atau membasmi yang lainnya dan dengan demikian sebagai musuh Tuhan“... menimbulkan dampak yang membekas dalam imajinasi kedua
komunitas. Orang Barat memandang Islam sebagai agama pedang, agama jihad. Sebaliknya, bagi kaum Muslim, Nasarani adalah agama perang salib dan ambisi
hegemoni. Dalam konteks itulah berkembang kecurigaan-kecurigaan: stereotip yang melatari pandangan Islam di seluruh dunia tentang kekristen barat dan
berimbas sampai ke komunitas kristen di seluruh dunia.
1.2.Konteks Indonesia
Jan S. Aritonang
15
, meneliti perjumpaan Islam-Kristen di Indonesia secara khusus pada tataran konseptual, dan lebih difokuskan pada perjumpaan bidang
politik di aras Nasional baik dalam konteks zaman pemerintahan penjajahan maupun pada zaman Indonesia Merdeka. Pada perjumpaan itu, bisa terjadi
persesuaian atau terlihat akrab, tetapi sebaliknya bisa juga terjadi konflik. Pembabakan perjumpaan Islam-Kristen didasarkan pada periode pemerintahan di
negeri ini, yakni antara lain:
1.2.1. Masa Portugis dan VOC 1511-1799.
Pada masa ini, Portugis juga spanyol dan Belanda yang dikenal dengan negara Kristen Katolik dan protestan hendak meluaskan jaringan perdagangan dan
penyebaran agama mereka. Pada kenyataannya, Maluku sebagai salah satu kawasan Indonesia Timur telah dihuni oleh Agama Islam yang tersebar oleh
pedagang Islam Timur Tengah melalui kerajaan-kerajaan lokal di Maluku Utara: Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo, serta menjelma menjadi agama kerajaan.
Islam menguasai perdagangan. Para sultan-sultan Tarnate tercatat sebagai
14
Jhon.L. Esposito. Unholy war. . . 2003,91
15
Jan.S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Di Indonesia. Jakarta:BPK. G. Mulia. 2006,1.
19
penakluk wilayah dan penyebar agama Islam. Dalam rangka perluasan jaringan kekuasaannya ia menuntut pengakuan bahwa kerajaan-kerajaan itu mengakui
kesultanan Tarnate dan menuntut penduduknya menganut agama Islam. Bertolak dari kepentingan perdagangan inilah maka tak jarang kerajaan-kerajaan ini
beraliansi dengan Portugis bahkan juga Belanda yang menjanjikan keuntungan dan kekayaan yang lebih besar.
16
Salah satu peristiwa pemicu konflik Islam-Kristen yang berkepanjangan pada masa portugis yang terjadi sampai kedatangan VOC adalah kasus pembunuhan
Sultan Tarnate, seperti dicatat oleh Radjawane:
17
Sultan Hairun berkoalisi dengan raja-raja di Maluku berencana untuk membasmi semua orang Kristen dan orang-
orang asing terutama Portugis dan menanamkan Islam di Pulau Ambon. Atas keikut sertaan Hitu 1558 mereka melakukan pemberontakan dan mengusir orang
Portugis. Banyak kampung-kapung pesisir di pulau Ambon yang berhasil diislamkan dengan kekerasan, dan terutama sekali hampir semua negeri di Hitu
yang baru saja di Kristenkan oleh Xaverius dijadikan negeri-negeri Islam. Bermula dari peristiwa tersebut, banyak juga pertikaian dan perang antara
masyarakat Islam-Kristen terjadi di Pulau Ambon, yaitu setelah penyerbuan tersebut ada sejumlah pejabat Portugis yang mendukung Sultan Hairun dalam
menghadapi lawannya, yakni kerajaan-kerajaan di Maluku untuk memperoleh keuntungan bisnis yang besar bagi bisnis pribadi.
18
Oleh karena itu, penyebab pertikaian yang melibatkan Islam-Kristen di Ambon bukan semata-mata karena
masalah agama melainkan juga masalah sosial-politik.
19
Kedatangan belanda pada umumnya tak lepas dari pertarungan di bidang politik, persaingan dagang dan
ekonomi, untuk kepentingan ini berkoalisi dengan Islam untuk menguasai Portugis.
16
Aritonang. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Di Indonesia … 2006,13-22
17
A.N. Rajawane, “Islam di Ambon dan Haruku”, dalam Panggilan Kita di Indonesia Dewasa
ini, Editor:W. B. SidjabatJakarta: BPK. Gunung Mulia, 1964,78
18
M.P.M. Muskens red, Sejarah Gereja Katolik di Indonesia, jilid 1. Jakarta: Dokpen MAWI,1974, 223
19
Th. Van Den End. Ragi Carita1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cetakan ke-6,1996,61
20
1.2.2. Masa Hindia Belanda 1800-1942.