Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Pornografi

71

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS

A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Pornografi

Banyak hal yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Pornografi yang disahkan pada tanggal 30 Oktober 2008 dalam Rapat Paripurna di DPR tahun 2004-2009. Sebenarnya, Undang-Undang Pornografi ini yang sebelumnya adalah Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi sudah mulai dibahas pada tahun 1997. Namun, pembahasan tersebut sempat tersendat akibat kendala teknis di DPR pada tahun 1997 karena adanya kisruh di DPR sendiri akibat gejolak reformasi yang mulai dirasa. Yoyoh Yusroh selaku wakil ketua Pansus RUU Pornografi tahun 2008 mengatakan bahwa undang-undang ini terlahir akibat kecemasan negara menghadapi kasus pornografi dan pornoaksi yang kian marak setelah awal reformasi dimulai. Saat itu sedang marak sekali peredaran Blue Film dan penampilan-penampilan di televisi yang menampilkan bagian tubuh. Sehingga hal ini semakin memicu Komisi VI yang pada waktu itu menangani masalah bidang agama dan pemberdayaan perempuan untuk memunculkan lagi Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi sebagai pembahasan untuk disahkan. Namun sayangnya, pada waktu itu rancangan undang-undang tersebut tidak masuk prolegnas tahun 1999-2004. Pada masa tahun 2004-2009 DPR RI, Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi masuk melalui Komisi VIII yang kemudian dalam perkembangannya dibahas di Badan Musyawarah. Namun saat itu pembahasan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi ini sangat lamban dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan, sehingga sempat terkatung-katung hampir tujuh tahun. 1 Alasan lain yang menjadi pemicu semakin gencarnya DPR ingin mengesahkan rancangan undang-undang tersebut adalah ketika munculnya Inul Daratista yang disebut sebagai Ratu Ngebor menyulut berbagai kontroversi di masyarakat maupun di dunia hiburan. Sebagian masyarakat menganggap goyangan yang dilakukan Inul adalah sebuah pornoaksi yang merangsang sehingga perlu ditindak tegas melalui aturan hukum, dan sebagian masyarakat menganggap hal tersebut sebagai hal yang biasa dalam dunia seni terutama ketika bernyanyi dangdut. 2 Tidak dapat dipungkiri akibat timbulnya kontroversi Inul, masyarakat yang merasa resah dengan goyangan Inul kemudian mendesak DPR sebagai lembaga legislatif untuk membuat peraturan yang mengatur tentang pornografi. Ahmad Zainuddin selaku Wakil Ketua Komisi VIII Tahun 2009-2014 menambahkan maka sejak saat itu DPR semakin gencar pula membahas mengenai Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi untuk segera disahkan. 3 Dikatakan oleh Yoyoh Yusroh, sebenarnya masih banyak lagi hal yang menjadi pemicu atau alasan dengan menerbitkan Undang-Undang Pornografi. Sekarang ini dunia sudah semakin gila, hal ini terbukti bahwa semakin meningkatnya kasus asusila yang sudah terjadi di masyarakat. Sebut saja yang 1 Kutipan wawancara pribadi dengan Ibu Yoyoh Yusroh pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 11.17 WIB di Gedung Nusantara 1 DPR lantai 4. 2 Kutipan wawancara pribadi dengan Ibu Yoyoh Yusroh pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 11.17 WIB di Gedung Nusantara 1 DPR lantai 4. 3 Kutipan wawancara pribadi dengan Bapak Ahmad Zainuddin pada tanggal 17 Januari 2011 pukul 12.10 WIB di Gedung Nusantara 1 DPR lantai 3 Ruang 308. terbaru adalah munculnya video asusila milik artis yang kontroversi, video pejabat publik yang melakukan adegan porno, bahkan film-film horor yang memasukan unsur pornografi dalam alur ceritanya, seorang kakek yang memperkosa anak kecil, dan masih banyak lagi tindakan asusila yang sudah masuk dalam kehidupan sehari-hari. Undang-Undang Pornografi menuai banyak sekali kontroversi dalam pembahasannya. Kontroversi terjadi akibat beberapa pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi RUU APP, diantaranya definisi dari kata pornografi yang banyak diprotes oleh beberapa kelompok masyarakat. Draf Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi RUU APP pertama kali diajukan pada 14 Februari 2006 dan berisi 11 bab dan 93 pasal. Namun, akibat terjadi kontroversi RUU APP tersebut kemudian direvisi lagi menjadi 8 bab dan 82 Pasal. Yang pada akhirnya RUU APP pun berubah menjadi RUU Pornografi yang kemudian dibahas dalam Rapat Paripurna DPR dan selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang Pornografi No. 44 Tahun 2008. Ibu Yoyoh dalam wawancara pribadi mengatakan bahwa Perubahan itu pun diikuti dengan adanya pendapat-pendapat yang masuk melalui tim Pansus dalam merumuskan RUU Pornografi, seperti tekanan dari Komnas Perempuan dan berbagai pihak lainnya sehingga draf baru pun dibuat pada masa reses yang dibicarakan tim Pansus bersama Pemerintah yang baru mengeluarkan surat pembahasan RUU Pornografi No 54 pada 20 September 2007. Kemudian, Presiden menugasi tiga menteri sebagai wakil pemerintah untuk membahas bersama-sama DPR. Ketiganya adalah Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, serta Menteri Komunikasi dan Informatika M. Nuh.

B. Undang-undang Pornografi sebagai Kebijakan Publik Komisi VIII DPR RI