Sumber: Humas DPR RI
G. Mekanisme Kerja DPR RI
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI adalah Lembaga Tinggi Negara sebagaimana dimaksud dalam TAP MPR No. IIIMPR1978
tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara denganatau Lembaga Tinggi Negara dan merupakan wahana untuk melaksanakan
Demokrasi Pancasila. Sebagai salah satu Lembaga Tinggi Negara, DPR mempunyai kedudukan
yang sama dengan Lembaga Tinggi Negara lainnya, yaitu Mahkamah Agung MA, Badan Pemeriksa Keuangan BPK, Presiden, dan Mahkamah Agung MA.
Maka kedudukan DPR kuat, karena tidak dapat dibubarkan oleh Presiden dan senantiasa mengawasi Presiden.
12
H. Pengambilan Keputusan DPR RI
Pada dasarnya pengambilan keputusan di DPR selalu mengacu pada jalan bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Namun kenyataan di lapangan
terkadang tidak seperti yang diinginkan, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Dalam peraturan yang terdapat Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terdiri atas 25 Bab dan 313 Pasal, disebutkan bahwa dalam
setiap agenda rapat DPR dapat mengambil keputusan apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota rapat kuorum, apabila tidak tercapai, rapat ditunda
sebanyak-banyaknya 2 kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih
12
Yayasan API Almanak Parlemen Indonesia, Panduan Parlemen Indonesia h. 403
dari 24 jam. Setelah 2 kali penundaan kuorum belum juga tercapai, cara penyelesaiannya diserahkan kepada Bamus apabila terjadi dalam rapat Alat
Kelengkapan DPR, atau kepada Bamus dengan memperhatikan pendapat Pimpinan Fraksi apabila terjadi dalam rapat Bamus.
13
Setidaknya terdapat dua jenis keputusan yang mungkin bisa ditempuh oleh DPR yaitu:
1. Keputusan Berdasarkan Mufakat Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah kepada
anggota rapat yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, dan dipandang cukup untuk diterima oleh rapat
sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan
Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam rapat yang telah mencapai kuorum dan disetujui oleh semua yang hadir.
2. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan
berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian anggota rapat yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan
pendirian anggota rapat yang lain. Pengambilan keputusan secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan dan dilakukan secara tertutup
apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dianggap perlu. Pemberian suara secara tertutup dilakukan dengan cara tertulis, tanpa
13
Yayasan API Almanak Parlemen Indonesia, Panduan Parlemen Indonesia, h. 408- 409.
mencantumkan nama, tanda tangan, fraksi pemberi suara atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat kerahasiaan, atau dapat juga dilakukan
dengan cara lain yang tetap menjamin sifat kerahasiaan.
14
I. Pembuatan Undang-Undang UU
Salah satu tugas dan wewenang DPR adalah bersama-sama dengan Presiden membentuk Undang-undang UU. Dalam hal ini, Rancangan Undang-undang
RUU dapat berasal dari Presiden Pemerintah atau DPR. Jadi, prosedur awal pembentukan UU berasal dari Pemerintah maupun DPR. Apabila ada dua RUU
yang diajukan mengenai hal yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang diterima lebih dahulu. Sedangkan RUU yang diterima kemudian dijadikan sebagai
bahan pelengkap pembahasan RUU.
15
Dalam konteks tersebut, yang dimaksud dengan RUU diterima lebih dahulu adalah:
a. apabila RUU dari DPR diterima Presiden, atau b. apabila RUU dari Pemerintah diterima Pimpinan DPR.
Berikut ini tabel yang menunjukan jumlah pengusul RUU yang telah berjalan saat ini, yaitu:
Tabel 3.4 Pengusul RUU Pada Periode 2004-2009
Sumber: Data Arsip DPR RI
14
Sekretariat Jenderal DPR RI, Kode Etik DPR RI, artikel diakses pada tanggal 15 Maret 2011, pukul 19.00 WIB dari
http:dprri.go.id .
15
Yayasan API Almanak Parlemen Indonesia, Panduan Parlemen Indonesia, h. 403
Pengusul RUU Jumlah UU Disahkan
DPR 97
DPD Presiden
96
Total 193
Skema berikut menggambarkan prosedur proses pembentukan UU, baik RUU yang berasal dari Pemerintah atau pun yang merupakan usulan dari DPR.
Gambar 3.3 Skema Prosedur Pembentukan UU
PRESIDEN PIMPINAN
DPR Anggota, min 10
orang Komisi
Gabungan Komisi
PemberitahuanPem bagian RUU
Kepada Anggota Dewan
Pembahasan di DPR Tingkat I : Rapat Paripurna
Tingkat II : Rapat Paripurna
Tingkat III : Rapat Komisi, Gabungan Komisi, Pansus,
bersama-sama Pemerintah Tingkat IV : Rapat
Paripurna Rapat Badan
Musyawarah
Rapat paripurna
Usul RUU menjadi
Inisiatif DPR
Penyempurnaan RUU inisiatif
DPR Pengesahan
oleh Presiden
Menjadi UU
Sumber: Yayasan API Almanak Parlemen Indonesia
Terdapat beberapa cara atau alternatif dalam pembentukan sebuah Undang- Undang, dari sebelumnya berupa Rancangan Undang-Undang hingga menjadi
sebuah UU, yaitu: a. RUU Dari Pemerintah
Rancangan Undang-undang RUU dari pemerintah, disampaikan kepada pimpinan DPR dengan surat pengantar Presiden, disertai keterangan
yang menyebutkan Menteri yang akan mewakili pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut di DPR. Setelah RUU diterima oleh
Pimpinan DPR, dalam Rapat Paripurna berikutnya, Ketua Rapat memberitahukan kepada anggota tentang masuknya RUU dari pemerintah,
yang disertai dengan pendistribusian RUU tersebut kepada para anggota DPR.
Proses pembahasan RUU di DPR dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan, kecuali apabila Badan Musyawarah Bamus menentukan
dengan prosedur singkat atau yang dikenal dengan terminologi short cut. RUU dari pemerintah itu dapat ditarik kembali sebelum sampai
pembicaraan tingkat ketiga.
16
Berikut ini tabel yang dimaksud dengan empat tingkat pembahasan RUU di DPR dari pemerintah tersebut adalah:
Tabel 3.5 Tingkat Pembahasan RUU dari Pemerintah
No Tingkat
Pembahasan Jenis Rapat
Agenda Pembicaraan
1. Pembicaraan Rapat
Pemerintah memberikan
keterangan
16
Yayasan API Almanak Parlemen Indonesia, Panduan Parlemen Indonesia, h. 404- 405
Tingkat I Paripurna
penjelasan mengenai
RUU tersebut.
Sebelum diadakan pembicaraan tingkat selanjutnya II, III, IV diadakan lebih dulu
rapat fraksi.
2. Pembicaraan Tingkat II
Rapat Paripurna
Pandangan umum
anggota DPR,
membawa suatu fraksi yang mempunyai hak penuh anggota fraksi di atas 10
anggota atas
RUU dari
penjelasanketerangan pemerintah pada pembicaraan Tingkat I sebelumnya.
Pemerintah memberikan
jawaban terhadap pemandangan umum anggota
DPR. Setelah selesai jawaban pemerintah, Badan Musyawarah menentukan alat
kelengkapan DPR yang akan menangani RUU tersebut di Pembicaraan Tingkat III.
Alat kelengkapan yang dimaksud adalah Komisi, Gabungan Komisi atau Panitia
Khusus.
3. Pembicaraan Tingkat III
Rapat Komisi
Rapat Gabungan
Komisi Rapat
Panitia Khusus
Rapat tersebut
dilakukan bersama
pemerintah. Apabila dipandang perlu, dapat pula dilakukan pembahasan substansi secara
intern dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus.
4. Pembicaraan Tingkat IV
Rapat Paripurna
Laporan hasil pembicaraan Tingkat III. Pendapat
akhir fraksi-fraksi
yang mempunyai hak penuh, dan apabila
dipandang perlu, dapat disertai catatan tentang pendirian masing-masing fraksi.
Sambutan pemerintah
terhadap pengambilan keputusan UU.
Sumber: Panduan Parlemen Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan API Almanak Politik Indonesia
Setelah melewati empat tingkat pembicaraan di DPR, RUU yang telah disetujui oleh DPR, kemudian dengan surat pengantar dari Pimpinan
DPR disampaikan kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU paling lambat dalam tempo 15 hari setelah UU tersebut diputuskan.
b. RUU dari DPR
Rancangan Undang-undang RUU yang berasal dari DPR disebut juga RUU Usul Inisiatif DPR. RUU Usul Inisiatif ini dapat diusulkan oleh
sekurang-kurangnya 10 anggota DPR, atau Komisi atau Gabungan Komisi. RUU tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR secara tertulis, yang
disertai penjelasan, nama, tanda tangan pengusul, dan nama fraksinya. Setelah RUU diterima, dalam Rapat Paripurna berikutnya, ketua rapat
memberitahukan dan membagikan kepada anggota tentang masuknya usul RUU tersebut. Kemudian badan Musyawarah Bamus mengadakan rapat
untuk menentukan jadwal waktu pembicaraan. Proses selanjutnya adalah RUU Usul Inisiatif dibawa ke Rapat
Paripurna berikutnya, di mana akan diputuskan apakah RUU tersebut diterima menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. Dalam Rapat Paripurna ini
diberikan kesempatan kepada pengusul untuk memberikan penjelasan tentang RUU yang disampaikan tersebut. Kemudian setiap fraksi
memberikan pendapatnya terhadap RUU tersebut. Jika Rapat Paripurna memberikan persetujuan untuk dijadikan RUU
Usul Inisiatif DPR, kemudian DPR menugaskan KomisiGabungan KomisiPanitia Khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU Usul
Inisiatif DPR tersebut. Selama RUU tersebut belum mendapat persetujuan Rapat Paripurna untuk dijadikan RUU Usul Inisiatif DPR, para pengususl
berhak menarik usulannya kembali. Selanjutnya, RUU Usul Inisiatif DPR ini disampaikan oleh
Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden
menunjuk Menteri yang mewakili Pemerintah, dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama-sama dengan DPR.
17
Dibawah ini terdapat prosedur yang dilakukan, yaitu:
Tabel 3.6 Tingkat Pembahasan RUU dari Inisiatif DPR
No Tingkat
Pembahasan Jenis Rapat
Agenda Pembicaraan
1. Pembicaraan
Tingkat I Rapat Paripurna Adanya
keterangan atau
penjelasan Pimpinan
KomisiGabungan KomisiPansus atas nama DPR terhadap
RUU Usul Inisiatif DPR. 2.
Pembicaraan Tingkat II
Rapat Paripurna Adanya jawaban atau tanggapan
pemerintah atas
keterangan atau
penjelasan Pimpinan KomisiGabungan KomisiPansus terhadap RUU Usul
Inisiatif DPR. Pimpinan
KomisiGabungan KomisiPansus
atas nama
DPR memberikan
jawaban terhadap
tanggapan pemerintah. 3.
Pembicaraan Tingkat III
Rapat Komisi,
rapat Gabungan Komisi,
dan Rapat
Panitia Khusus bersama
Pemerintah Apabila dipandang perlu, dapat pula
dilakukan pembahasan secara intern dalam Rapat Komisi, rapat Gabungan Komisi,
dan Rapat Panitia Khusus.
4. Pembicaraan
Tingkat IV Rapat Paripurna
Laporan hasil pembicaraan Tingkat III. Pendapat akhir fraksi-fraksi yang
mempunyai hak penuh, dan apabila dipandang perlu, dapat disertai catatan
tentang pendirian masing-masing fraksi. Sambutan
pemerintah terhadap
pengambilan keputusan UU.
17
Yayasan API Almanak Parlemen Indonesia, Panduan Parlemen Indonesia, h. 405- 407
Sumber: Panduan Parlemen Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan API Almanak Politik Indonesia
Setelah melewati empat tingkat pembicaraan di DPR, RUU Usul Inisiatif DPR yang telah disetujui oleh DPR, kemudian dengan surat
pengantar dari Pimpinan DPR disampaikan kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU paling lambat dalam tempo 15 hari setelah UU tersebut
diputuskan.
c. Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI RUU beserta penjelasanketerangan, dan atau naskah akademis yang
berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU
diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh
Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal
dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna. Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas
RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 tiga puluh hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat
kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 13 sepertiga dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya
dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang
akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU
tersebut. Dalam waktu 60 enam puluh hari sejak diterimanya surat tentang
penyampaian RUU dari DPR, Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU
dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
18
Setelah melalui pembicaraan RUU dalam beberapa tingkat yang telah dimaksudkan diatas, maka proses kesemuanya dari manapun RUU inisiatif berasal
dilanjutkan lagi jika RUU sudah mendapatkan persetujuan, RUU akan berubah menjadi resmi mengikat. Kemudian, atas perintah Presiden, Undang-undang
tersebut diundangkan dengan cara menempatkannya dalam registrasi Lembaran Negara dengan memberikan nomer registrasi dan pembuatan salinan oleh
Sekretaris Negara, dan penerbitan Lembaran Negara yang bersangkutan sebagaimana mestinya.
19
K. Komisi VIII DPR RI