Dari keempat model tersebut, model respon konsumen yang paling dikenal adalah model hierarki efek. Model ini diciptakan oleh Robert
Lavidge dan Gary Steiner. Model ini mengasumsikan konsumen melewati setiap tingkatan secara berurutan dari kesadaran akan keberadaan suatu
produk, mengetahui informasi kelebihan suatu produk, kemudian memiliki ketertarikan terhadap produk tersebut, sehingga mempengaruhi konsumen
untuk sampai pada tingkatan terakhir yaitu melakukan pembelian. Proses komunikasi dari suatu iklan, personal selling, dan harga
tidak langsung mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, tetapi harus melewati tingkatan proses sebelum menaiki tingkatan selanjutnya dalam
model hirarki efek. Model respon konsumen ini meliputi :
1. Kesadaran awareness, adalah tingkatan dimana konsumen mulai
mengenal produk yang ditawarkan oleh pemasar. 2.
Pengetahuan knowledge, adalah tingkatan dimana konsumen mempunyai pengetahuan atau informasi yang tepat tentang produk apa
yang sedang dipasarkan oleh pemasar mengetahui kelebihan produk tersebut.
3. Menyukai liking, adalah tingkatan dimana konsumen mulai
mempunyai perasaan ketertarikan terhadap produk atau mempunyai perasaan positif terhadap produk.
4. Memilih preference, adalah tingkatan dimana konsumen menentukan
pilihannya terhadap produk yang lebih disukai.
5. Keyakinan conviction, adalah munculnya keyakinan bahwa
konsumen memang layak untuk membeli produk yang ditawarkan, karena dapat memberikan kepuasan sebagaimana yang mereka
inginkan. Untuk menimbulkan keyakinan, konsumen memerlukan fakta-fakta, bukti-bukti dari penampilan serta kesaksian.
6. Membeli purchase, adalah tingkat dimana konsumen sudah berada
pada tahap keputusan untuk melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan.
I. Remaja
1. Definisi remaja
Istilah adolscene atau remaja berasal dari kata latin adolscere kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja yang berarti
“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adollescene, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, sosial dan fisik.Dr. Sarlito Wirawan, 2007: 14 Piaget dalam Hurlock, 1994:206 dikutip dari penelitian Ditto
Priyawardhana, mengungkapkan pandangan sebagai berikut : Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua
melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang- kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat
dewasa mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber termasuk juga perubahan
intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai
integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini.
2. Batasan Usia Remaja
Dr. Sarlito Wirawan Sarwono 2007: 14-15 menggunakan batasan remaja untuk masyarakat Indonesia adalah antara 11-24 tahun
dan belum menikah, sedangkan menurut WHO antara 10-19 tahun dan UN atau PBB memberikan batasan usia remaja antara 15-24 tahun.
Pertimbangan-pertimbangan batasan usia remaja Indonesia yang dikemukakan oleh Dr.Sarlito sebagai berikut :
a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak kriteria fisik.
b. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh, baik menurut adat maupun agama, sehingga mereka
tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak kreteria sosial.
c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri ego identity,
menurut Eric Erikson, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual
menurut Freud
dan tercapainya
puncak perkembangan kognitif piaget maupun moral Kohlberg
kreteria psikologik. d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk
memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri kepada orang tua, belum mempunyai
hak-hak penuh sebagai orang dewasa secara adat tradisi, belum bisa memberikan pendapatan sendiri dan sebagainya.
e. Dalam definisi di atas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan sangat penting di masyarakat kita secara
menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik
secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang
belum menikah.
3. Konsumen Remaja
Sebuah survey tentang generasi yang kini berusia remaja antara 11 tahun sampai 24 tahun, menyebutkan bahwa generasi masa kini
memiliki pendidikan yang lebih baik, tumbuh dalam masyarakat yang memiliki teknologi lebih canggih, mengenal makanan yang lebih baik
dan sehat. Mereka juga membelanjakan uang yang lebih banyak untuk
kesenangan dan hiburan seperti makanan, pakaian, komunikasi dan busana bermerk. Selain itu, merekapun sangat senang jalan-jalan di
pusat perbelanjaan modern seperti mall atau plaza, kumpul bersama di kafe-kafe, serta rela mengeluarkan uang untuk traveling dan musik.
cakram: 2008 Menurut Leon G. Schiffmann dan L.L kanuk 2005, terdapat
dua variabel pemasaran yang mempengaruhi prilaku konsumen remaja, yaitu :
a. Pola Pembelian Produk Para pemasar tertarik untuk mengetahui produk-produk apa saja
yang habis terjual pada pasar anak remaja, juga pengaruh orang lain terhadap pembelian produk seperti adanya pengaruh dari
orangtua. Pengaruh orangtua itu lebih penting bagi para pemasar dibandingkan peran remaja itu sendiri sebagai pembeli utama. Baik
remaja pria dan wanita biasanya mengeluarkan uang untuk membeli baju, kaset dan untuk hiburan seperti : menonton film di
bioskop, jalan-jalan dan sebagainya. Remaja wanita biasanya berbelanja untuk kebutuhan pakaian, kossmetik dan perhiasan,
sedangkan remaja pria biasanya mengeluarkan uang untuk membeli perlengkapan audio visual, alat-alat musik dan kaset. Para remaja
ini bersikap sangat peduli akan suatu produk dan merek baru serta berusaha untuk mencobanya.
b. Prilaku Berbelanja Remaja banyak meluangkan waktunya untuk aktifitas berbelanja,
rekreasi dan tingkat pembelian mereka sangat tinggi dibandingkan kelompok lain.
Kesimpulan yang didapat dari prilaku berbelanja konsumen remaja, sebagai berikut :
1 Pada evaluasi pembelian produk, proses pengambilan
keputusan, harga dan merek merupakan kriteria evaluasi yang penting dan berpengaruh dari orangtua dan teman-
teman. 2
Remaja lebih percaya pada sumber-sumber yang bersifat pribadi untuk informasi suatu produk pada kelas sosial
ekonomi menengah ke atas dan untuk informasi media untuk mengurangi resiko pembelian produk.
J. Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan variabel dalam
penelitian ini. 1.
Sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Iklan yang Menggunakan Selebriti dan Lagu Jingle Terhadap Respon Konsumen Remaja
” oleh Teuku Oki Oktaviansyah 2003 yang juga mendukung penelitian ini.
Penelitian tersebut menggunakan teknik analisis regresi linier berganda
dengan variabel bebas yang digunakan, yaitu iklan yang menggunakan selebriti X1 dan lagu jingle X2. Sedangkan variabel terikat yang
digunakan, yaitu respon konsumen Y. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Hasil penelitian ditunjukkan
dengan persamaan
regresi Y=8,405-0,002X
1
+0,423X
2
. Dapat
disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara iklan yang menggunakan selebriti X
1
terhadap respon konsumen. Sedangkan lagu jingle X
2
berpengaruh secara parsial terhadap respon konsumen remaja. Secara simultan, kedua variabel bebas tersebut
berpengaruh terhadap respon konsumen. Penelitian Teuku Oki Oktaviansyah tersebut memiliki hubungan dengan penelitian
penulis karena menggunakan salah satu variabel yang sama dengan
penulis yaitu celebrity endorser serta membahas mengenai atribut yang dimiliki celebrity endorser untuk mempengaruhi keefektifan iklan.
2. Penelitian oleh Ajeng Peni Hapsari 2008 yang berjudul “Celebrity
Endorser, Typical-Person Endorser Iklan Televisi Dan Brand Image Produk”
. Dalam penelitian ini terdiri atas tiga tujuan. Tujuan pertama adalah untuk mengetahui tanggapan konsumen atas penggunaan
celebrity endorser dan typical-person endorser pada iklan televisi
Pond’s Age Miracle dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tujuan kedua yaitu mengetahui perbedaan penggunaan celebrity
endorser dan typical-person endorser pada iklan televisi Pond’s Age
Miracle dengan menggunakan metode komparatif kuantitatif. Tujuan
ketiga yaitu untuk mengetahui besarnya hubungan penggunaan celebrity endorser
dan typical-person endorser pada iklan Pond’s Age Miracle di televisi terhadap brand image dengan menggunakan metode
verifikatif kuantitatif. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling,
yaitu berarti unit sampel yang ditarik mudah dijumpai, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif. Variabel
bebas yang digunakan yaitu celebrity endorser X1 terdiri dari sub variabel : credibility yaitu keahlian, pengetahuan, dan pengalaman
yang dimiliki narasumber mengenai produk yang diiklankan di mata konsumen, attractiveness yaitu daya tarik yang dimiliki oleh
narasumber di mata konsumen, dan power yaitu karisma yang dipancarkan oleh narasumber untuk mempengaruhi konsumen.
Typical-person endorser X2 terdiri dari sub variabel yang sama
dengan variabel X1. Sedangkan variabel terikat yang digunakan yaitu brand image
Y terdiri dari sub variabel recognition, reputation, affinity,
dan domain. Berdasarkan analisis SPSS dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat penggunaan celebrity endorser
dan typical-person endorser pada iklan Pond’s Age Miracle di televisi menciptakan respon yang positif dari konsumen. Kemudian hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa brand image menciptakan respon yang positif dari konsumen. Melalui analisis data
dengan menggunakan uji korelasi Pearson, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara variabel X1 dengan Y sebesar 0,472 dan