istrinya tidak tahu bahwa suaminya telah melakukan vasektomi sampai sekarang sampai waktu dilakukan penelitian ini. Responden tidak memberitahu istri terlebih
dahulu disebabkan karena mereka takut kalau istri mereka tidak mengizinkan dan didukung lagi dengan adanya kompensasi dari pemerintah sehingga semakin cepatlah
responden untuk memutuskan menggunakan vasektomi. Variabel dukungan istri memberikan pengaruh secara positif terhadap
keputusan menggunakan vasektomi, yaitu semakin mendukung istri maka semakin banyak pertimbangan responden sebelum memutuskan untuk ikut vasektomi.
Semakin kurang mendukung istri responden terhadap program vasektomi maka semakin cepat responden memutuskan untuk ikut vasektomi.
5.7. Pengaruh Variabel Kompensasi Terhadap Tingkatan Keputusan
Menggunakan Vasektomi
Hasil uji statistik Regresi Linier Berganda menunjukkan bahwa variabel kompensasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkatan keputusan
menggunakan vasektomi p = 0,035 0,05. Hal ini sejalan dengan pendapat saydam 1996 bahwa pemberian kompensasi
akan memotivasi karyawan dalam melaksanakan pekerjaan di mana dalam hal ini adalah cepat atau lambatnya akseptor untuk memutuskan menggunakan vasektomi,
dan juga sejalan dengan teori kebutuhan dari Maslow bahwa kebutuhan fisiologis insentifhonorkompensasi harus terpenuhi dulu walaupun tidak 100 baru
kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi. Menurut teori Skiner dalam Notoatmodjo 2003, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
Universitas Sumatera Utara
terhadap stimulus rangsangan dari luar, seperti salah satunya adalah adanya kompensasi.
Menurut hasil penelitian ini, terdapat 47 responden 58,75 didorong dengan adanya kompensasi dari pemerintah sebesar Rp.150.000,- sebagai pengganti dari
hilangnya beberapa hari kerja karena harus beristirahat setelah melakukan operasi vasektomi dan 33 responden 41,25 tetap akan melakukan vasektomi seandainya
tidak mendapat kompensasi tersebut. Berdasarkan hasil Crosstabulation, dari 47 responden mau melakukan vasektomi disebabkan kompensasi tersebut, 32 orang
memutuskan secara otomatis, 14 orang memutuskan karena informasi dan 1 orang memutuskan karena berbagai pertimbangan. Dari 33 responden yang tidak didorong
dengan adanya pemberian kompensasi, terdapat 3 orang yang memutuskan secara otomatis, 29 orang memutuskan karena informasi dan 1 orang memutuskan karena
berbagai pertimbangan. Dari hail uji statistik Regresi Linier Berganda dapat diketahui bahwa variabel
kompensasi berpengaruh positif, artinya semakin didorong dengan adanya kompensasi maka semakin cepatlah responden memutuskan menggunakan
vasektomi. Begitu pula sebaliknya, semakin tidak didorong dengan adanya pemberian kompensasi, semakin lama responden untuk memutuskan menggunakan vasektomi
karena tidak ada yang mendorong responden untuk mengadopsi suatu inovasi baru. Adanya kompensasi inilah yang menyebabkan banyak yang berminat untuk
ikut menggunakan vasektomi sehingga Tebing Tinggi memperoleh penghargaan berupa Satya Lencana Wira Karya dari Presiden RI kepada Walikota Tebing Tinggi
pada tahun 2008 karena telah berhasil dalam meningkatkan partisipasi pria dalam ber-
Universitas Sumatera Utara
KB khususnya vasektomi. Dengan adanya kompensasi tersebut, semakin banyak kaum pria yang berminat menggunakan vasektomi, bahkan ada responden yang ikut
vasektomi padahal istri sudah menopause dan ada pula responden yang istrinya telah menggunakan kontap tubektomi.
Kompensasi yang diberikan pemerintah tersebut berhasil mendorong calon akseptor vasektomi untuk lebih cepat memutuskan menggunakan vasektomi. Salah
satu responden, masih dalam kondisi menggunakan pakaian kerja pakaian masih kotor berlumuran cat, responden yang bekerja sebagai tukang bangunan tersebut
langsung ikut ke Rumah Sakit untuk melakukan operasi vasektomi. Pada hari yang sama, sejak pertama kali diterimanya responden mendapat informasi tentang
vasektomi dari kepling, responden memutuskan untuk ikut vasektomi tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. Hal ini disebabkan mereka sangat
mengharapkan imbalankompensasi yang diberikan pemerintah kepada mereka yang bersedia melakukan vasektomi secara sukarela. Selain kompensasi tersebut, informasi
tambahan yang diperoleh peneliti di lapangan adalah adanya protes dari responden yang menyesal melakukan vasektomi sebab responden berharap dapat memperoleh
jaminan kesehatan yang dijanjikan pemerintah, namun jaminan kesehatan tersebut masih belum terealisasi dengan baik.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari P2KB, janji untuk memberikan Jamsostek kepada akseptor vasektomi tidak dijanjikan secara tertulis melainkan
hanya dilisankan saja. Tidak meratanya pembagian jaminan kesehatan disebabkan Kantor KB tidak lagi merger dengan Dinas Sosial. Sejak tahun 2006, Kantor KB
merger dengan Dinas Sosial dalam Kantor Kesejahteraan Sosial Tenaga Kerja dan
Universitas Sumatera Utara
Keluarga Berencana Kankessosnaker-KB hingga tahun 2008. Jaminan kesehatan berupa Jamsostek yang diberikan gratis kepada akseptor vasektomi merupakan
kegiatan dari Dinas Sosial, namun sejak tahun 2009 Kankessosnaker-KB dipisah antara Dinas Sosial dengan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
Berencana P2KB sehingga jamsostek tidak lagi diberikan kepada akseptor vasektomi.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN