Hukum, Syarat-syarat, dan Hikmah Poligami
Dalil yang terakhir adalah teladan dari Rasulullah saw, pengakuan Rasulullah atas apa yang dilakukan oleh para sahabat.
9
Muhammad Abduh mengungkapkan syari’at, Muhammad telah
memperbolehkan laki-laki untuk menikah dengan empat wanita apabila lelaki tersebut merasa mampu berlaku adil kepada para wanita tersebut. Namun di saat
seorang lelaki merasa ia tidak akan mampu berbuat adil pada istri-istrinya kelak, maka ia hanya boleh menikah hanya dengan seorang wanita saja sebagaimana di
sebut dalam surat An-Nisa ayat 3. Di saat seorang lelaki tidak mampu memberikan hak yang sama pada
setiap istrinya, maka berantakanlah urusan rumah tangganya dan buruklah bahtera rumah tangganya. Satu pondasi kuat untuk membangun bahtera rumah
tangga yang kokoh adalah dengan melestarikan kebersamaan dan kasih sayang antara anggota keluarga. Bila seorang lelaki hanya mengkhususkan satu istrinya
dengan mengabaikan istri lainnya, walau hanya pada hal yang remeh sekalipun seperti memberikan hari yang bukan untuk istrinya tersebut, maka hal itu kelak
akan membawa masalah baginya. Rasulullah, para Sahabat, para Khalifah, dan para Ulama di setiap masanya selalu berusaha berlaku adil pada setiap istri
mereka. Rasullulah dan para Ulama salaf tidak pernah akan mendatangi seorang istri pada hari yang tidak ditentukannya kecuali bila telah mendapatkan izin dari
istri yang memiliki hari tersebut.
9
Khozin Abu Faqih, Poligami Solusi atau Masalah?, Jakarta: Al- I’tishom Cahaya, 2007
Hal. 104
Dalam undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam KHI menganut kebolehan poligami bagi suami, walaupun
terbatas hanya sampai empat orang istri. Ketentuan itu termaktub dalam pasal 3 dan 4 Undang-undang Perkawinan dan Bab IX pasal 55 sampai dengan 59 KHI.
Dalam KHI antara lain disebutkan : Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya Pasal 55
ayat 2. Selain syarat utama tersebut, ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana termaktub dalam pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu adanya
persetujuan istri dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Ironisnya, pada pasal 59 dinyatakan : Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk suami beristri lebih dari
satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat 2 dan 57 Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah
memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding
atau kasasi. Pasal ini jelas sekali mengindikasikan betapa lemahnya posisi istri.
Sebab , manakala istri menolak memberikan persetujuannya, Pengadilan Agama dengan serta merta mengambil alih kedudukannya sebagai pemberi izin,
meskipun diakhir pasal tersebut ada klausal yang memberikan kesempatan pada istri untuk mengajukan banding. Dalam realitas, umumnya para istri merasa
malu dan berat hati mengajukan banding terhadap keputusan Pengadilan menyangkut perkara poligami.
10
Alasan-alasan yang dipakai Pengadilan Agama memberikan izin kepada suami berpoligami adalah :
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
11
Ketiga alasan yang diberikan oleh Pengadilan Agama itu sama sekali tidak mewadahi tuntunan Allah swt, dalam Q.S An-Nisa : 19 yang berbunyi :
ءاسنلا :
٩
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata, dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, maka bersabarlah Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
”Q.S An- Nisa:19
10
Musdah Mulia, Op.Cit, Hal. 60
11
Ibid, Hal. 60
Sebagian gerakan- gerakan yang membahas Aqidah Islam menuntut pelarangan poligami dan membatasinya. Yang paling keras gaungnya adalah
sebuah gerakan di Mesir pada tahun 1365 H1945 M, dimana para penggeraknya menyerukan pelanggaran poligami atau paling tidak menetapkan oleh
Syari’at Islam dengan tujuan menghalangi legalisasi poligami. Diantara syarat-syarat
baru tersebut adalah tidak membolehkan poligami kecuali dengan adanya sebab- sebab yang kuat yang ditetapkan oleh seorang hakim, dan kepada pria yang ingin
berpoligami harus menunjukan sebuah bukti yang kuat atas keinginannya untuk menikahi perempuan lain, jika hakim menerima alasan yang dikemukakan oleh
pria tersebut, maka dia diizinkan dan jika hakim tidak menerima alasannya, maka keinginannya tersebut ditolak.
12
Sebagian diantara para penentang poligami telah menetapkan beberapa batasan dari jenis-jenis alasan yang dapat diterima yang membuat seorang hakim
boleh mengizinkan seseorang untuk berpoligami. Ada dua alasan yang mereka tetapkan, yaitu :
Pertama istri menderita sakit dalam jangka waktu yang lama serta sakitnya ini tidak dapat disembuhkan.
Kedua, istri tidak bisa hamil lebih dari kurun waktu tiga tahun. Selain kedua alasan ini, undang-undang mengharamkan seorang laki-laki untuk
berpoligami.
12
Isham Muhammad Al-Syarif, Poligami Tanya Kenapa?, Jakarta: Mirqat Media Grafika, 2008 Hal. 105
Para penentang poligami melihat bahwasanya asal dari pernikahan dalam Islam adalah satu istri, adapun lebih dari satu adalah pengecualian dan tidak
boleh melakukan yang dikecualikan, kecuali dalam keadaan darurat. Para ahli Fiqih pun sudah bersepakat bahwa sudah menjadi kewajiban
seorang lelaki yang berpoligami untuk bisa berlaku adil dalam memberikan nafkah pada setiap istrinya. Demikian juga dalam memberikan hadiah. Bahkan
dikatakan, bila seorang lelaki memiliki banyak istri dan tiba-tiba ia mengalami kegilaan, karena sudah menjadi kewajiban walinya untuk bisa mengantarkannya
berkeliling demi dapat memenuhi hak semua istrinya.
13
2. Syarat-syarat Poligami
Islam membolehkan kaum laki-laki menikah dengan lebih dari satu istri. Akan tetapi kebolehan ini dibatasi dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Jika tidak terpenuhi, maka pelakunya berdosa. Walaupun menurut sebagian Ulama pernikahannya sah.
a. Adil
Andai kata Islam mengizinkan empat istri, tetapi harus sanggup memperlakukan setiap istrinya dengan adil baik itu dalam makanan,
minuman, pakaian, rumah dan makanan pokok, jika tidak sanggup untuk memenuhi kewajibannya berbuat adil, dia dilarang untuk menikahi lebih
dari satu istri.
13
Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta: Gema Insani, 2006, Hal.
324
Allah SWT berfirman : “Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku
adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka kawinilah perempuan- perempuan yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Maka jika kamu
takut tidak dapat berlaku adil, maka hendaklah cukup satu saja, demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Begitu juga dengan An-Nisa
ayat 129 yang sudah disinggung oleh penulis. b.
Kebijaksanaan dan Kearifan Islam adalah Risalah terakhir dari Allah. Oleh karena itu, Islam
datang dengan membawa aturan bagi seluruh bangsa, zaman, dan seluruh umat manusia. Islam tidak hanya untuk orang kota tetapi juga orang desa,
tidak hanya untuk wilayah dingin, tetapi juga wilayah panas atau sebaliknya, tidak hanya untuk satu zaman dan satu generasi. Islam
memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat.
14
Allah berfirman :
ّئا لا :
Artinya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan
hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-
orang yang yakin ?”.Al-Maidah : 50
c. Memiliki Kemampuan Finansial
14
Yusuf Qardhawi, Fiqih Wanita, Bandung: Jabal,2006, Hal.72
Yaitu kemampuan memberi nafkah secara adil kepada para istri. sebab kalau seorang tidak memiliki kemampuan memberi nafkah, maka
akan menelantarkan hak-hak orang lain.
15
Rasulullah saw menegaskan pentingnya kemampuan finansial dalam sabdanya,
انثّح اّْع
ْ ع بأ
زْ ح ع
ش ْعأا ْ ع
مي ا ْبإ ْ ع
ّْع اق
انْيب ا أ
شْمأ عم
ّْع ّلا
- ض
ها نع
- ا ف
ان عم
نلا -
ّص ها
يّع مّس
- ا ف
« م
عاط ْسا ءا ْلا
ْج ز يّْف ،
إف ّغأ
ص ّْل صْحأ
جْ فّْل ،
ْ م ْمل
ْعط ْسي ْيّعف
مْ صلاب ،
إف ل
ءاج »
16
Artinya : “Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian yang
memiliki kemampuan untuk menikah maka menikahlah,dan barang siapa tidak mampu untuk menikah maka hendaklah berpuasa, sebab dengan
berpuasa dapat mengurangi gejolak syahwat.
”H.R Bukhari