Namun  kemaslahatan  penting,  baik  terkait  dengan  kehidupan  rumah tangga  atau  kebutuhan  umat  secara  umum,  bahkan  mungkin  karena  kebutuhan
dakwah,  maka  seorang  laki-laki  dibolehkan  menikah  lebih  dari  satu.  Walaupun harus memenuhi standarpersyaratannya.
Pada  prinsipnya  tujuan  laki-laki  yang  berpoligami  diantaranya  adalah untuk  :
a. Misi Kemanusiaan
b. Misi Ekspansi Dakwah
c. Meneladani Rasulullah saw
d. Menjalani Ukhuwah Islamiyah dan Kekeluargaan lebih luas
e. Memperbanyak Keturunan
f. Misi Kemaslahatan
g. Mengikuti sunah Rasul
h. Menyelesaikan Problem Sosial
Dari  sekelumit permasalahan pro dan kontra tentang poligami yang tidak ada ujungnya , tanpa di gambarkan oleh penulis, ini adalah kemungkinan  alasan
bagi laki-laki yang berpoligami dari hasil analisa berbagai sumber referensi yang ada.
D. Hukum, Syarat-syarat, dan Hikmah Poligami
1. Hukum Poligami
Poligami  telah  ada  sejak  sebelum  diutusnya  Nabi  Muhammad  saw,  dan telah dilaksanakan di dunia Arab. Kemudian datanglah Islam untuk menegaskan
syari’at  tersebut  serta  meluruskan,  membatasi,  dan  menetapkan  syarat-syarat kebolehannya.
Diantaranya dalil-dalil yang menjelaskan poligami adalah  :
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 ءاسنلا
:
Artinya  : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
hak-hak  perempuan  yang  yatim  bilamana  kamu  mengawininya.  Maka kawinilah  wanita-wanita  lain  yang  kamu  senangi    dua,  tiga  atau  empat.
Kemudian  jika  kamu  takut  tidak  akan  dapat  berlaku  adil.  Maka  kawinilah seorang  saja,  atau  budak-budak  yang  kamu  miliki  yang  demikian  itu  adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
” An-Nisa: 3
Dalil berikutnya, Allah SWT bersabda :
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 ءاسنلا
: ٩
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara
isteri-isterimu,  walaupun  kamu  sangat  ingin  berbuat  demikian,  Karena  itu janganlah  kamu  terlalu  cenderung  kepada  yang  kamu  cintai,  sehingga  kamu
biarkan yang lain terkatung-katung.  dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara  diri  dari  kecurangan,  Maka  Sesungguhnya  Allah  Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
” An-Nisa : 129
Ayat  ini  menegaskan  bahwa  adil  secara  sempurna  dan  mutlak  tidak mungkin dapat dilakukan oleh manusia.
Kalau  saja  poligami  itu  dilarang  karena  tidak  mungkin  mampu  berlaku adil,  tentu  ayat  berbunyi  “kalian  tidak  mungkin mampu  berlaku  adil  di antara
istri-istri,  meski  kalian  sangat  ingin  berbuat  demikian,  karena  itu  kalian  tidak boleh, m
elakukan poligami”. tetapi ayat ini tidak melarang poligami, justru yang dilarang adalah  kecendrungan total kepada istri yang di cintai, hingga istri yang
lain tidak mendapatkan hak-haknya. Dengan  demikian  ayat  ini  secara  eksplisit  menegaskan  bolehnya
poligami,  bukan  larangan  poligami  sebagaimana  yang  dipahami  keliru  oleh sebagian yang anti poligami.
Ayat  ini  juga  membolehkan  adanya  sebagian  kecenderungan  hati  pada salah  seorang  istri.  Hal  ini  tidak  mungkin  terjadi  kalau  tidak  diperbolehkan
poligami.
Dalil  yang  terakhir  adalah  teladan  dari  Rasulullah  saw,  pengakuan Rasulullah atas apa yang dilakukan oleh para sahabat.
9
Muhammad  Abduh mengungkapkan  syari’at,  Muhammad  telah
memperbolehkan  laki-laki  untuk  menikah  dengan  empat  wanita  apabila  lelaki tersebut merasa mampu berlaku adil kepada para wanita tersebut. Namun di saat
seorang lelaki merasa ia tidak akan mampu berbuat adil pada istri-istrinya kelak, maka ia hanya boleh menikah hanya dengan seorang wanita saja sebagaimana di
sebut dalam surat An-Nisa ayat 3. Di  saat  seorang  lelaki  tidak  mampu  memberikan  hak  yang  sama  pada
setiap  istrinya,  maka  berantakanlah  urusan  rumah  tangganya  dan  buruklah bahtera  rumah  tangganya.  Satu  pondasi  kuat  untuk  membangun  bahtera  rumah
tangga  yang  kokoh  adalah  dengan  melestarikan  kebersamaan  dan  kasih  sayang antara anggota keluarga. Bila seorang lelaki hanya mengkhususkan satu istrinya
dengan  mengabaikan  istri  lainnya,  walau  hanya  pada  hal  yang  remeh  sekalipun seperti memberikan hari  yang bukan untuk  istrinya tersebut,  maka hal  itu kelak
akan  membawa  masalah  baginya.  Rasulullah,  para  Sahabat,  para  Khalifah,  dan para  Ulama  di  setiap  masanya  selalu  berusaha  berlaku  adil  pada  setiap  istri
mereka. Rasullulah dan para Ulama salaf tidak pernah akan mendatangi seorang istri pada hari yang tidak ditentukannya kecuali bila telah mendapatkan izin dari
istri yang memiliki hari tersebut.
9
Khozin    Abu  Faqih,  Poligami  Solusi  atau  Masalah?,  Jakarta:  Al- I’tishom Cahaya, 2007
Hal. 104