Pembatasan Jumlah Istri Dalam Nikah Poligami
                                                                                Islam sedang ia mempunyai lima orang istri, Rasulullah saw menyuruhnya untuk menetapkan empat orang istri saja dan yang lainya supaya di ceraikan.
20
لاق  لمَ لا  اعم نب لف ن نع :
َ نلا  لأسف  سن سمخ  ح   ملسأ لاقف مَلس  ه لع هَللا  َلص
: ًاعب أ كسمأ   دحا   اف
َن مدق أ  لإ  دمف ا ق ا ف ً نس ن ِس  نم  قاع  دنع
21
Artinya  : “Dari  Naufal  bin  Muawiyah  Al  Daili,  ia  berkata,  “Aku
masuk  islam  sedang  aku  beristri  lima  orang.  Maka  aku  bertanya  kepada  nabi …beliau  bersabda,  Cerailah  salah  seorang  dari  mereka  dan  tahanlah  empat
orang. Maka aku menuju yang paling awal, dia telah mandul sejak enam tahun,
maka aku mencerainya.” H.R.Syafi’i
Menurut  sebagian  riwayat  seorang  jurnalis  yang  bernama  Abdul  Wahab berpendapat  bahwa  dalam  poligami  itu  tidak  mengenal  batas  maksimal,  sebab
An-Nisa  ayat  3  itu  tidak  menunjukan  batas-batas  jumlah  poligami,melainkan menunjukan akan kemutlakan ibadah boleh mutlak.
22
Pendapat ini ialah bahwa seorang  pria  boleh  melakukan  nikah  poligami  dengan  jumlah  istri  berapapun
yang diinginkan. Adanya penyebutan bilangan pada ayat  tersebut  dua-dua,tiga- tiga,empat-empat hanya menunjukan contohvisualisasi berpoligami, sedangkan
poligaminya sendiri mubah. Jadi pernyataan”jumlah” dalam ayat tersebut sama sekali bukan menunjukan batasan yuang mengikat, bahkan jumlah tersebut masih
menunjukan keberlanjutan.
20
Ibid, Hal 77
21
K,H.  Saiful  Islam  Mubarak,Lc.  M.Ag,  Poligami  Yang  Di  Dambakan  Wanita,  Bandung  : PT.Syamil Cipta Media, 2003, Hal. 2
22
Ibid
Al-Qasim bin Ibrahim dan Ibnu Abi Laila berpendapat bahwa kebolehan poligami itu terbatas hanya sampai sembilan orang istri saja, sebab firman Allah
swt dalam An- Nisa ayat 3 itu menunjukaan penjumlahan dimana huruf “Wawu”
menunjukan  penjumlahan  li  mutlaki  al- jama’i.
23
Dengan  demikian  berarti  isi ayat  itu  ialah  kebolehan  pernikahan  dengan  dua  orang  istri  dan  tiga  orang  istri
serta  empat  orang  istri,  sama  dengan  sembilan  orang  istri.  selain  alasan  ini, kelompok itu juga beralasan bahwa Nabi Muhammad saw sendiri menikah dalam
waktu yang sama dengan sembilan orang istri. Adapun sebagian dari golongan
Syi’ah dan Khawarij berpendapat bahwa jumlah poligami yang diperbolehkan itu ialah maksimal 18 delapan belas orang
istri. pendapat ini beralasan bahwa jumlah bilangan yang tercantum dalam An- Nisa  ayat  3  itu  dikalikan  dua.
24
Lafaz  matsna  artinya  dua-dua,  tsulasu  artinya tiga-tiga  dan
ruba’ah  artinya  empat-empat,  jadi  kalau  di  jumlah  seluruhnya adalah 18.
Dari  semua  pendapat  mengenai  jumlah  maksimal  istri  yang  dipoligami tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Menurut Abdul Wahab, jumlah istri dalam nikah poligami itu tidak terbatas
artinya  sekurang-kurangnya  dua  orang  istri  dan  sebanyak-banyaknya  tidak terbatas,  tergantung  kehendak  suami.  Alasannya  kitab  poligami  itu
23
Ibid
24
Ibid, Hal 78
menunjukan  kebolehan  ibahah  mutlak,  sedang  jumlah-jumlah    angka- angka dalam kitab itu hanya sebagai contoh visualisasi saja.
b. Sebagian  Syi’ah  dan  Khawarij  membatasi  jumlah  istri  yang  di  poligami  itu
maksimal  18  orang  istri.  pendapat  ini  beralasan  bahwa  penyebutan  angka- angka  mengenai  jumlah  poligami  adalah  kali  dua  penggandaan  dan  huruf
wawu menunjukan penjumlahan al jam’u. Jadi berarti dua kali dua ditambah
tiga kali dua, ditambah empat kali dua sama dengan delapan belas. c.
Al-Qasim bin Ibrahim dan Ibnu Abi Laila menyatakan bahwa nikah poligami itu  terbatas  jumlahnya  hanya  sampai  maksimal  9  sembilan  orang  istri  saja.
Alasannya  bahwa  angka-angka  itu  yang  disebutkan  dalam  An-Nisa  ayat  3 berarti penjumlahan.
d. Jumhur  ulama  dan  sebagian  besar  ulama-ulama  fiqih  lainnya  membatasi
jumlah  istri  yang  dinikahi  dalam  nikah  poligami  itu  hanya  4  empat  orang istri saja. Pendapat ini beralasan bahwa angka-angka dalam An-Nisa ayat 3 itu
menunjukan  pembagian,  dan  huruf  wawu  bermakna  alternatif  atau.  Kata “dua-dua”  artinya  tiap  pria  boleh  menikah  dengan  wanita  atau  istri  masing-
masing dua orang, demikan pula kata “tiga-tiga” dan “empat-empat” artinya masing-masing  pria  boleh  menikah  dengan  tiga  orang  istri  atau  empat  orang
istri.  sampai  disini  Al- Qur’an  tidak  menyebut  angka-angka  lagi  selain
wahidah yang berarti bahwa sekurang-kurangnya punya istri ialah satu orang saja  sedang  sebanyak-banyaknya  hanya  empat  orang  istri  saja.  Hal  ini  yang
dikuatkan  oleh  hadis-hadis  Rasulullah  saw  yang  berisi  pembatasan  jumlah istri dalam nikah poligami itu hanya dengan empat orang istri saja.
Menanggapi  pendapat-pendapat  selain  yang  hanya  membolehkan poligami  itu  dengan  empat  orang  istri  saja,  sahabat  Al-Husaini  berkomentar
sebagai berikut : Cukup  beralasan  untuk  menolak  pendapat  mereka  selain  empat  orang
istri saja itu, bahwasanya mereka telah menentang Ijma’ dimana ummat Islam telah Ijma’ sepakat akan tidak adanya kebolehan nikah poligami lebih dari
empat  orang  istri.  Segi  bahasa-pun  tidak  mendukung  interpretasi  yang  mereka pegang  bahkan  Al-Qurthubi  mengecam  pendapat  mereka  dengan  kebodohan
bahasa  As- Sunnah,  serta  bertentangan  dengan  kesepakatan  ummat  Ijma’  Al-
Ummah.
25
Dalam  masa  yang  sama,  Ibnu  Al-Arabi
26
mengecam  orang-orang  yang berpendapat bahwa poligami itu dengan Sembilan orang istri atau delapan belas
orang istri, apalagi terhadap orang yang menyatakan tidak terbatas. Sungguh  sangat  diragukan  orang-orang  yang  kurang  berpengetahuan
yang  berpendirian  bahwa  surat  An-Nisa  ayat  3  itu  menunjukan  kebolehan  bagi pria  untuk  berpoligami  dengan  sembilan  orang  istri,  dan  lebih  tampak  jelas
25
Ibid, Hal 78
kebodohan  mereka  dengan  Nabi  Muhammad  saw  mempunyai  sembilan  orang istri. dan memang hanya tinggal Sembilan orang istri saja pada saat Rasulullah
saw meninggal dunia. Dalam pernikahan poligami seperti ini dan dalam hal-hal lain,  bagi  Nabi  punya  kekhususan  yang  tidak  dibolehkan  bagi  selain  Nabi,
penjelasannya terdapat dalam surat Al- Ahzab.
BAB III
PENELITIAN DESA SANINTEN
                