Pembuatan Variabel Konsentrasi Metode

33

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Standarisasi Madu

Pihak PT. Madu Pramuka melakukan uji standarisasi sampel madu karet murni di Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro. Berdasarkan uji Standarisasi Nasional Indonesia SNI 01-3545-2004, maka dari hasil 10 parameter yang sudah dilakukan pada uji madu karet yaitu uji aktifitas enzim diastase, hidroksimetilfurfural HMF, kadar air, gula pereduksi dihitung sebagai glukosa, tingkat keasaman, dan sukrosa telah memenuhi standarisasi uji.

4.2 Metode Ekstraksi Madu Karet

Pencampuran antara madu karet dengan pelarut yang berbeda kepolarannya bertujuan untuk memisahkan zat aktif pada madu karet dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Namun untuk lebih mempermudah pemisahannya digunakan corong pisah selama 3 jam. Kemudian menghasilkan fasa residucair pada bagian atas dan fasa sedimenendapan pada bagian bawah. Pada ekstrak madu karet menggunakan pelarut aseton menghasilkan 2 fasa ekstrak, yaitu fasa residucairan berwarna bening krem dan endapan berwarna krem. Pelarut aseton telah menarik zat aktif yang terdapat pada madu karet yang ditandai dengan perubahan warna pelarut menjadi bening krem. Tabel 4.1 Hasil ekstrak cair-cair madu karet Jenis pelarut Fasa residucair Fasa sedimenendapan Aseton Cairan berwana bening krem Warna krem agak kental n-Heksan Cairan berwarna bening Warna putih susu agak kental Proses pemisahan menggunakan pelarut n-heksan menghasilkan fasa residucair berwarna bening dan endapansedimen berwarna putih susu. Lalu fasa residucair dan fasa sedimenendapan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam gelas beker yang berbeda. Kemudian gelas beker dimasukkan kedalam oven untuk menguapkan sehingga fasa tersebut menjadi lebih pekat. Selanjutnya diencerkan untuk mendapatkan variasi konsentrasi yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri.

4.3 Hasil Uji Aktivitas Agen Antibakteri Ekstrak Madu Karet

Uji aktivitas antibakteri ekstrak madu karet dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli yang bersifat Gram negatif secara in vitro menggunakan metode difusi cakram. Terbentuknya zona difusi di koloni menunjukkan tidak efektifnya hambatan pertumbuhan pada koloni. Namun terbentuknya zona hambatbening menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli. Dalam penelitian ini digunakan zona bening sebagai indikasi adanya hambatan pada koloni bakteri yang diukur menggunakan jangka sorong dinyatakan dalam satuan ukur milimeter mm 24 . Semakin luas zona hambatbening mengindikasikan bahwa aktifitas antibakteri madu karet semakin tinggi. Diameter zona hambatbening dengan variasi konsentrasi pada koloni bakteri dibandingkan dengan zona beninghambat disekitar cakram yang berisi kontrol positif amoksisilin 25ug dan kontrol negatif aseton maupun n-heksan 24 . Apabila zona hambatbening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih besar daripada kontrol positif maka ekstrak lebih efektif sebagai antibakteri daripada kontrol positif secara in vitro. Sedangkan apabila zona hambatbening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih kecil daripada kontrol positif maka ekstrak kurang efektif sebagai antibakteri. Penggunaan kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada efek antibakteri dari pelarut. Apabila kontrol negatif memiliki zona hambatbening maka efek antibakteri pada ekstrak akan berkurang validitasnya. Hasil uji aktifitas antibakteri pada madu karet terdapat pada tabel 4.2.