Proses pemisahan menggunakan pelarut n-heksan menghasilkan fasa residucair berwarna bening dan endapansedimen berwarna putih susu. Lalu
fasa residucair dan fasa sedimenendapan dipisahkan dan dimasukkan ke dalam gelas beker yang berbeda. Kemudian gelas beker dimasukkan kedalam
oven untuk menguapkan sehingga fasa tersebut menjadi lebih pekat. Selanjutnya diencerkan untuk mendapatkan variasi konsentrasi yang
digunakan dalam uji aktivitas antibakteri.
4.3 Hasil Uji Aktivitas Agen Antibakteri Ekstrak Madu Karet
Uji aktivitas antibakteri ekstrak madu karet dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli yang bersifat Gram negatif secara in vitro menggunakan
metode difusi cakram. Terbentuknya zona difusi di koloni menunjukkan tidak efektifnya hambatan pertumbuhan pada koloni. Namun terbentuknya
zona hambatbening menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli. Dalam penelitian ini digunakan zona bening
sebagai indikasi adanya hambatan pada koloni bakteri yang diukur menggunakan jangka sorong dinyatakan dalam satuan ukur milimeter
mm
24
. Semakin luas zona hambatbening mengindikasikan bahwa aktifitas antibakteri madu karet semakin tinggi.
Diameter zona hambatbening dengan variasi konsentrasi pada koloni bakteri dibandingkan dengan zona beninghambat disekitar cakram yang
berisi kontrol positif amoksisilin 25ug dan kontrol negatif aseton maupun n-heksan
24
. Apabila zona hambatbening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih besar daripada kontrol positif maka ekstrak lebih efektif sebagai
antibakteri daripada kontrol positif secara in vitro. Sedangkan apabila zona hambatbening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih kecil daripada
kontrol positif maka ekstrak kurang efektif sebagai antibakteri. Penggunaan kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada efek antibakteri
dari pelarut. Apabila kontrol negatif memiliki zona hambatbening maka efek antibakteri pada ekstrak akan berkurang validitasnya. Hasil uji aktifitas
antibakteri pada madu karet terdapat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pengukuran
Sampel Uji Rata-rata Zona Hambat mm
20 25
50 100
Madu Karet 21,03
29,88 Residucairan Madu Karet +
Aseton
Sedimen Madu Karet + Aseton
21,18 28,58
Residucairan Madu Karet + n-Heksan
Sedimen Madu Karet + n-Heksan
14,70 18,08
26,18 Kontrol Negatif
Aseton maupun n-heksan -
- -
Kontrol Positif Amoksisilin 25 ug
- -
- 22,10
Berdasarkan tabel diatas, zona hambat tertinggi ditunjukkan oleh madu murni dengan konsentrasi 100 sebesar 29,88 mm. Madu karet tanpa proses
ekstraksi memiliki daya hambat yang paling besar dibandingkan dengan parameter lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tanpa memisahkan
molekul-molekul agen antimikroba aktif berdasarkan kepolaritasannya menggunakan pelarut aseton maupun n-heksan, madu karet murni sudah
banyak mengandung agen antimikroba aktif. Gabungan antara agen antimikroba aktif yang bersifat polar, non polar, dan semi polar pada madu
karet murni menyebabkan pada penelitian ini memiliki zona hambat yang paling besar sehingga madu karet tanpa proses ekstraksi menjadi kelompok
yang paling sensitif. Senyawa yang memiliki tingkat kepolaran rendah yaitu isoflavones, flavones, methylated flavones, dan flavonols. Sedangkan senyawa
yang memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi yaitu flavonoid glycosides dan aglycones
25
.