membunuh bakteri. Inhibin lebih sensitif terhadap bakteri Gram negatif daripada Gram positif.
5. Memiliki efek osmotik yang tinggi dan fitokimia alami
8
.
Madu murni memiliki efek bakterisidal terhadap beberapa organisme patogenik termasuk enteropatogen yaitu Salmonella sp,
Shigella sp, Escherechia coli, dan organisme gram negatif lainnya. Madu dapat memperpendek durasi pada pasien diare dengan gastroenteritis
akibat infeksi bakteri. Sehingga madu menjadi salah satu alternatif terapi kolitis
14
.
2.1.4 Mekanisme Agen Antimikroba Flavonoid
Madu memiliki senyawa-senyawa yang dianggap sebagai agen antimikroba. Agen antimikroba memiliki efek bakteriostatik dan
bakterisidal. Salah satu jenis antimikroba pada madu adalah flavonoid. Beberapa mekanisme flavonoid sebagai agen antimikroba, yaitu :
1. Menghambat fungsi membran sitoplasma
Sophoraflavanone G memberikan dampak pada membran sel bakteri. Jenis flavonoid ini mengganggu tingkat kestabilan lapisan
membran bagian dalam dan luar. Hal ini terjadi akibat flavonoid menyerang daerah membran sel yang bersifat hidrofobik maupun
hidrofilik. Epigallocatechin gallate dapat menginduksi terjadinya kebocoran pada ruang intraliposomal sehingga molekul-molekul
kecil dapat memasuki ruang tersebut. Catechins dapat penetrasi ke lapisan membran lipid sehingga menggangu fungsi dari lapisan
membran tersebut. Cathechins dapat juga menyebabkan fusi pada membran luar dan dalam sehingga terjadi kebocoran dan agregasi
dari meterial. Semua mekanisme tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan
permeabilitas sel sehingga sel akan lisis.
2. Menghambat metabolisme energi
Licochalcone A dapat menghambat penggabungan prekursor radioaktif menjadi makromolekul DNA, RNA dan protein,
menghambat konsumsi
oksigen, menghambat
aktivitas NADH-sitokrom c reduktase. Sehingga pembentukkan energi yang
seharusnya dibutuhkan
tidak dapat
terbentuk. Akhirnya
menyebabkan kematian sel.
3. Menghambat sintesis asam nukleat
Penelitian yang dilakukan oleh Mori dan rekan kerjanya
21
membuktikan bahwa flavonoid jenis robinetin dan myricetin dapat menghambat sintesis DNA dan RNA. Menghambat sintesis protein
dan lemak. Hal ini terjadi karena cincin B pada flavonoid dapat berikatan dengan unsur hidrogen pada penghubung antara basa purin
guanin adenin dengan basa pirimidin sitosin
timin sehingga enzim helikase yang berfungsi sebagai pemutus ikatan
ganda DNA tidak dapat mengenalinya dan tidak dapat berfungsi sehingga sintesis asam nukleat tidak dapat terjadi.
Flavonoid menghambat aktifitas DNA girase karena flavonoid dapat berikatan dengan subunit GyrB pada DNA girase Escherichia
coli sehingga proses perbaikan segmen yang bermasalah dan replikasi DNA tidak dapat terjadi. Berhubung aktivitas DNA girase
sangat bergantung pada kebutuhan ATP, maka apabila flavonoid pun menghambat aktivitas enzim ATPase maka sintesis asam nukleat
pada bakteri Escherichia coli tidak dapat terjadi.
2.1.5 Kriteria Uji Madu
Hasil uji sampel madu karet yang dilakukan di Laboraturium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro. Hasil uji akan ditinjau
berdasarkan SNI 01-3545-2004, antara lain : 1.
Enzim diastase berfungsi dalam merubah polisakarida menjadi monosakarida.
Proses pengujian
aktifitas enzim
diastase
berdasarkan prinsip larutan pati dengan ditambahkan iod menghasilkan warna biru. Enzim diastase mengubah pati menjadi
gula. Sehingga jika adanya aktifitas enzim diastase, warna biru akan pada larutan pati akan menghilang. Semakin tinggi aktifitas enzim
diastase maka semakin cepat warna biru akan menghilang.
2. Hidroksimetilfurfural HMF pada madu merupakan indikator
kesegaran dan pemprosesan panas yang dilakukan pada madu serta dapat dilakukan untuk pedoman lamanya penyimpanan. Pada saat
penyimpanan, kadar HMF dapat meningkat 2-3 mgkgtahun, berdasarkan suhu dan pH pada proses penyimpanan. Proses
pengujian hidroksimetilfurfural
HMF berdasarkan
prinsip perbedaan absorbansi, contoh panjang gelombang 284 nm dari 336
nm, dengan menggunakan pembanding berupa larutan natrium bisulfit NaHSO3.
3. Proses pengujian kadar air menggunakan prinsip pembacaan nilai
indeks bias madu dengan suhu 20
o
C atau suhu pembaca yang telah dikoreksi 20
o
C menunjukkan besarnya kadar air pada madu. Proses pengujian tingkat keasaman pada madu menggunakan prinsip
netralisasi asam dengan basa. Metode pengujian arsen dapat dilakukan dengan cara yaitu spektrofotometri biru molibdenium,
spektrofotometri perak dietilditiokarbamat, dan spektrofotometri serapan atom.
Tabel 2.2 Uji madu berdasarkan SNI 01-3545-2004
No Jenis uji
Satuan Persyaratan
1 Aktifitas enzim diastase DN
Minimal 3 2
Hidroksimetilfurfural HMF
mgkg Makssimal 50
3 Air bb
Maksimal 22
2.1.6 Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin
Pada uji
sensitivitas terhadap
mikroba dapat
dilakukan menggunakan antibiotik amoksisilin. Zona hambat dari hasil pengukuran
tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan CLSI guidelines 2011. Tabel 2.3 Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin terhadap bakteri
Zona hambat agen antimikroba berdasarkan CLSI guidelines 2011
Antibiotik Dosis
Perlakuan Susceptible Intermedietly
susceptible Resistant
Amoksisilin 2010 ug
Enterobacteriaceae ≥ 18 mm
14-17 mm ≤ 13 mm
Haemophilus influenzae
≥ 20 mm ≤ 19 mm
Staphylococcus aureus
≥ 20 mm ≤ 19 mm
4 Gula pereduksi dihitung
sebagai glukosa bb
Minimal 65
5 Keasaman ml NaOH
1 Nkg Maksimal 50
6 Sukrosa
bb Maksimal 5
7 Padatan yang tak larut
dalam air bb
Maksimal 0,5 8
Abu bb
Maksimal 0,5
9 Cemaran logam
Timbal Pb Tembaga Cu
mgkg mgkg
1,0 5,0
10 Cemaran arsen As
mgkg 0,5