seperti daging setengah matang dan melalui fecal-oral. Masa inkubasi selama 2-8 hari. Beberapa gejala yang dapat mencul seperti
demam rendah, kram, nyeri perut, diare yang sangat cair disertai darah. Sebagian kecil pasien anak-anak, penyakit ini akan
berkelanjutan menjadi hemolitik uremik syndrom. Sebagian besar kasus, penyakit ini bersifat self-limitied.
2.1.10 Penyakit-penyakit akibat Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli memiliki habitat asli pada saluran gastrointestinal. Namun bakteri ini dapat bermigrasi ke organ-organ
lainnya dan dapat menyebabkan keadaan patogen pada daerah yang ditempatinya
seperti bermigrasi
ke saluran
kemih sehingga
menyebabkan Infeksi Saluran Kemih ISK. Kondisi optimum untuk bakteri ini tumbuh pada temperatur antara 45-114
o
F, pH antara 6-8. Tetapi ada beberapa jenis Escherichia coli yang dapat hidup pada pH
dibawah 4,3 maupun pH antara 9-10. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri penyebab terbesar
penyakit diare. Diare lebih banyak menyerang usia muda seperti anak-anak daripada dewasa. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu makanan dan kebersihan yang kurang. Banyak anak yang tidak memperhatikan kebersihan tangannya sebelum mengkonsumsi makanan.
Hal ini lah yang menjadi faktor risiko terbesar anak-anak mengalami diare.
Diare merupakan keluarnya cairan abnormal pada saluran keluar gastrointentinal dengan peningkatan frekuensi. Diare akut terjadi kurang
dari 2 minggu, kemudian jika 2 sampai 4 minggu terjadi maka disebut diare persisten, sedangkan jika durasi sudah melebihi 4 minggu maka
dikatakan diare kronik. Sebagian besar 90 penyebab diare akut merupakan akibat dari
infeksi agen mikroorganisme. Hal ini dapat disertai dengan manifestasi klinis berupa demam, muntah, dan nyeri abdomen. Namun penyebab
lainnya dapat disebabkan oleh medikasi, toksik, serta kondisi-kondisi lainnya.
E.coli merupakan organisme flora normal pada fecal. Mekanisme E.coli dapat menyebabkan diare, diawali dengan menempelnya
organisme pada glikoprotein atau reseptor glikolipid kemudian diikuti dengan produksi substansi berbahaya yang dapat merusak dan
menggangu fungsi dari sel usus
18
. ETEC dapat menyebabkan sedikit atau bahkan tidak ada perubahan
terhadap mukosa usus. Tetapi organisme ini dapat membentuk kolonisasi pada usus kecil dan membentuk sebuah enterotoksin. Kolonisasi pada
usus memerlukan adanya fimbrial colonization factor antigens CFAs. CFAs yang kemudian menginduksi terjadinya penempelan pada epitel
usus. ETEC dapat memproduksi heat-labile enterotoxin LT atau heat-stable enterotoxin ST atau keduanya. Kedua jenis enterotoksin ini
memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan diare. LT merupakan molekul besar yang terdiri dari 5 subunit reseptor pengikat
dan 1 subunit enzimatik aktif. LT secara struktural dan fungsional mirip dengan toksin kolera. LT dapat menstimulasi adenilat siklase sehingga
siklus adenosin phospat meningkat. Sedangkan ST merupakan molekul kecil yang berbeda dengan LT maupun toksin kolera. ST dapat
menstimulasi guanilat siklase sehingga siklus guanosin monophospat meningkat.
EIEC menyebabkan lesi dengan disertainya ulkus, perdarahan, dan infiltrasi dari polymorphonuclear leukocytes PMN dan edema pada
mukosa bahkan dapat mencapai submukosa. Strain EIEC memiliki mekanisme yang mirip dengan shigella dalam menginvasi epitel usus
dan menyebabkan gejala mirip disentri. Proses terjadinya invasi dimulai dari organisme memasuki sel kemudian melakukan multiplikasi di dalam
sel lalu menyebar melalui intraselular dan interselular dan akhirnya sel tersebut akan mati.
EPEC dapat menyebabkan struktur vili usus menjadi rusak, perubahan area menjadi inflamasi dan terkelupasnya mukosa sel
superfisial. Lesi ini biasanya terjadi pada daerah duodenum sampai kolon. Mekanisme EPEC menyebabkan diare terbagi menjadi 3 tahap.
Pertama, bakteri menempel pada epitel usus pada lokasi tertentu. Kedua, memproduksi dan mentranslokasi protein bakteri sampai membentuk
komplek menyerupai jembatan yang menghubungkan bakteri dengan sel host. Ketiga, terjadi penempelan yang sangat kuat antara bakteri dengan
sel host. Pada tahap ketiga ditandai dengan penempelan bakteri pada sel host yang sangat kuat, penghapusan enterosit, dan membentuk formasi
bertumpuk-tumpuk. STEC biasanya menginfeksi bagian kolon sehingga menyebabkan
edema, deposit fibrin, perdarahan pada submukosa, terbentuk ulkus pada mukosa, infiltrasi netrofil, dan mikrovaskular trombus. Biasanya juga
terlihat pseudomembran kolitis. Organisme ini memproduksi toksin Stx
16
, yang terdiri dari 2 tipe yaitu Stx1 dan Stx2. Masing-masing toksin Gambar 2.5 Patofisiologi Escherichia coli
sumber : James dkk, 2004
memiliki sub unit A dan B. Sub unit B akan mengikat reseptor glikospingolipid pada host. Sub unit A akan di endositosis. Toksin akan
menyerang target 28S rRNA sehingga sisntesis protein akan terhenti dan sel akan mati. Stx pada akhirnya akan bersirkulasi pada pembuluh darah
sehingga mengaktifkan kaskade koagulasi yang menyebabkan
terbentuknya mikrotrombus, intravaskular hemolisis, dan iskemia.
2.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Madu memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat madu sebagai agen antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut yaitu flavonoid. Jenis-jenis
flavonoid yaitu apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwanin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin, naringenin, epigallocatechin
gallate dan
derivatnya, luteolin,
luteolin 7-glucoside,
quercetin, Madu
Agen Antimikroba
Unsur-unsur penyebab
penyakit
Etiologi : Escherichia coli
patogen
Pertumbuhan koloni
Escherichia coli terhambat
Bakteriostatik Bakteriosidal