Kerangka Berpikir KAJIAN TEORI
terhadap masyarakat sipil. Perilaku ini tidak terlepas dari penggabungan Polri dengan TNI di masa lalu. Dimana watak represif-militeristik polisi di masa lalu
masih melekat. Padahal sebelumnya, muncul harapan baru dari rakyat bahwa polisi akan berubah menjadi sosok baru, sosok yang humanis ketika
dideklarasikan lepas dari ABRITNI tahun 2000. Upaya pemisahan Polisi dari ABRI TNI ini seharusnya membawa konsekuensi di mana polisi bukan lagi
institusi militer, melainkan merupakan institusi sipil. Sejalan dengan itu, institusi Polri dan juga aparatnya harus meninggalkan sifat-sifat militeristik yang selama
ini dilakukan. Namun, tuntutan ini nampaknya belum disadari betul sebagai satu keharusan dan sekaligus kebutuhan yang menjadi penting untuk dilakukan
Mabruri, 2008. Karena itu, menjadi aneh bila polisi yang sudah memiliki Prosedur Tetap
Protap namun masih terjadi tindakan agresi polisi. Hal ini menjadi pertanyaan apakah Protap yang salah, ataukah ada faktor lain yang mempengaruhi agresivitas
polisi? Pada dasarnya agresivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1
frustasi Baron Byrne, 2005, 2 provokasi Baron Byrne, 2005, 3 efek senjata Krahe, 2005, 4 kekerasan di media Baron Byrne, 2005, 5 alkohol,
obat-obatan Baron Byrne, 2005, 6 temperatur Baron Byrne, 2005 , 7 kesesakan Krahe, 2005, 8 polusi udara Berkowitz, 1995, 9 kebisingan
Krahe, 2005, 10 kepribadian Baron Byrne, 2005 , 11 hormon Sarwono, 2002,12 gender Baron Byrne, 2005, dan 13 harga diri Sarwono, 2002.
Alasan yang melatarbelakangi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh polisi ini pada dasarnya kurang diperhitungkan. Berbagai macam alasan
dikemukakan oleh para pelaku kekerasan agar tindakan mereka dapat diterima, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jenderal Dai Bachtiar dalam Al Araf, 2008
“bahwa masih banyaknya polisi yang menjalankan tugas menggunakan cara-cara militer militeristik, salah satunya dikarenakan oleh dampak dari penggabungan
Polri dengan TNI di masa lalu”, sampai merupakan inti dari pekerjaan kepolisianbudaya kerja kepolisian. Alasan lain dari pelaku kekerasan menurut
hasil penelitian Tongat 1997 bahwa kelemahan polisi di dalam memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat disebabkan karena keterbatasan sarana
dan prasarana yang mendukung tugas-tugas Kepolisian. Kemudian hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Yuntho 2008 yang
mengemukakan bahwa faktor munculnya perilaku kekerasan tindakan agresi yang dilakukan oleh oknum polisi, salah satunya disebabkan karena selain tingkat
ancaman dari lingkungan kerja fisik dan resiko pekerjaan sangat tinggi, polisi bekerja selama 24 jam per hari dan tujuh hari dalam seminggu tanpa mengenal
cuaca .
Dengan demikian, kekerasan yang banyak terjadi dikalangan polisi kemungkinan besar dilakukan karena adanya faktor lingkungan kerja fisik mereka
yang buruk. Di mana faktor lingkungan ini merupakan salah satu dari variabel situasi yang dapat mempengaruhi persepsi dan tingkah laku seseorang.
Lingkungan kerja yang baik, aman, bersih, dan sehat akan membuat individu merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya. Seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja fisik yang mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang
baik, sebaliknya jika seorang karyawan bekerja dalam lingkungan kerja fisik yang tidak memadai dan mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan membuat
karyawan yang bersangkutan menjadi malas, cepat lelah sehingga kinerja karyawan tersebut akan rendah. Namun, seberapa jauh akibat yang akan
ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung pada bagaimana cara individu mempersepsikannya.
Jika karyawan mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang tidak terasa dan nyaman persepsi itu berada dalam batas-batas optimal,
maka menyebabkan gangguan baik pada fisik maupun psikis, maka karyawan dikatakan dalam keadaan homeostatis, yaitu keadaan yang serba seimbang.
Keadaan ini biasanya ingin dipertahankan oleh karyawan karena menimbulkan perasaan-perasaan yang paling menyenangkan. Sebaliknya, jika objek-objek yang
di sekitar lingkungan dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal terlalu panas, terlalu bising, kurang dingin, dan sebagainya maka karyawan akan
mengalami stres. Bahkan pada suatu titik akan terjadi gangguan mental yang lebih serius, dan ini bisa membuat karyawan yang bersangkutan menjadi malas, cepat
lelah, keputusasaan, kebosanan, perasaan tidak berdaya, menurunnya prestasi sampai pada titik terendah, sehingga kinerja karyawan tersebut akan rendah, dan
tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindakan agresi. Unsur perasaan memang memiliki peranan yang besar sekali dalam menentukan sikap Kartono,
2002.
Kegelisahan dan rasa ketidaknyamanan dari persepsi tentang lingkungan kerja yang dihasilkan inilah yang mendorong seorang Polantas untuk melakukan
tindakan yang tidak berarti perifer dan yang tidak dapat diterima secara sosial, maksudnya adalah melakukan tindakan agresi.
Dengan demikian, semakin individu mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang sangat terasa mengganggu dan tidak nyaman, maka
semakin tinggi dorongan berperilaku agresif individu tersebut. Sebaliknya semakin individu mempersepsikan lingkungan kerja fisiknya sebagai sesuatu yang
tidak terasa mengganggu dan nyaman, maka menyebabkan gangguan baik pada fisik maupun psikis.
Kepribadian merupakan salah satu variabel person variabel masukan yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Selain itu, kepribadian ini
dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam memori yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arousal yang dapat
mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Variabel person kepribadian dapat mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di
dalam memori. Di dalam memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan pikiran, agresi, emosi, dan kecenderungan untuk bertingkah laku Carnagey
Anderson, 2004. Dengan demikian individu yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi,
sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses di lain waktu.
Bushman dalam Carnagey Anderson, 2004, menyatakan bahwa terdapat perbedaan individual dalam merespon stimulus agresif dan ambigu yang
disebabkan karena adanya perbedaan individu dalam struktur memorinya.
Menurut Bushman, hal ini disebabkan karena individu yang memiliki sifat agresif
yang tinggi memiliki jaringan asosiatif kognitif tentang agresi yang lebih banyak
dan lebih berkembang daripada individu yang memiliki sifat agresif rendah. Perbedaan jaringan asosiatif ini menyebabkan individu dengan sifat agresif tinggi
lebih cepat mengakses konsep-konsep agresi, yang dapat dengan mudah teraktivasi dengan hanya adanya sedikit situasi yang tidak menyenangkan. Selain
itu juga, individu dengan sifat agresif tinggi dapat menginterpretasi hal-hal yang
ambigu menjadi terasosiasi dengan konsep agresi dibandingkan dengan individu
yang memiliki sifat agresif rendah. Maksudnya adalah individu dengan sifat
agresif tinggi akan mengartikan hal-hal yang belum pasti berhubungan dengan agresi, menjadi terkait dengan konsep-konsep agresi yang dipunyainya.
Ciri-ciri kepribadian yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perilaku agresif banyak macamnya, salah satunya adalah kepribadian tipe A. Dari
beberapa teori tentang kepribadian tipe A didapat bahwa kepribadian tipe A adalah individu yang mempunyai kecenderungan giat bekerja, suka menuntut,
agresif, ambisi, orientasi bersaing kuat, berbicara eksploratif, tidak sabar, mudah tersinggung, mudah marah, berjuang keras melawan orang lain Friedman dan
Rosenman dalam Rice, 1999. Kepribadian tipe A tampaknya bila dikaitkan dengan agresivitas Polisi lalu
lintas ada pengaruh implikasi yang nyata. Disebabkan kepribadian tipe A lebih
tidak tahan terhadap tekanan-tekanan yang muncul. Mereka cenderung lebih mudah tersinggung dan mudah marah, sehingga hal itu bisa memancing mereka
untuk melakukan tindakan agresi. Sebaliknya, kepribadian tipe B lebih tahan
terhadap tekanan-tekanan yang muncul. Mereka cenderung lebih mampu menahan diri, sabar, dan berbicara secara lembut.
Untuk lebih jelasnya, dapat digambarkan melalui kerangka berpikir di bawah ini;
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Pengaruh Persepsi tentang Lingkungan
Kerja Fisik dan Tipe Kepribadian terhadap Agresivitas Polisi Lalu-lintas
Persepsi tentang
Lingkungan Kerja Fisik Agresivitas
Tipe Kepribadian