Pernyataan Masalah Politik luar negeri Mesir setelah revolusi 2011: studi hubungan bilateral Mesir-Israel Tahun 2011-2013

4 tersebut. Berdasarkan hasil laporan bagian penelitian Kongres AS pada tanggal 27 Juni 2013 mengenai bantuan luar negeri AS untuk Mesir, sejak tahun 1948 hingga 2011, Mesir telah menerima bantuan dari AS sekitar 71,6 Milyar, termasuk di antaranya 1,3 Milyar untuk bantuan militer Mesir pada tahun 1987. Bantuan dengan jumlah yang sama kembali Mesir terima dari AS pada tahun 2008. Bantuan senilai 1,3 Milyar secara khusus diberikan AS melalui persetujuan Kongres yang didistribusikan melalui Foreign Military Financing FMF, Economic Support Funds ESF, dan International Military Education and Training IMET. 8 Selain bantuan militer, AS juga menjanjikan untuk membantu Mesir bidang ekonomi. Total bantuan yang diberikan AS untuk membantu ekonomi Mesir sebesar 815 juta. Secara keseluruhan, total bantuan yang diberikan AS kepada Mesir tiap tahun pada masa pemerintahan Mubarak mencapai 2,1 Milyar. 9 Dengan demikian, bantuan luar negeri yang diberikan AS kepada Mesir termasuk salah satu pertimbangan yang membuat Mubarak tetap mempertahankan perjanjian damai dengan Israel hingga akhir kekuasaannya. Kejatuhan Mubarak menjadi awal transisi politik di negara itu dan membuat Supreme Council of Armed Forces SCAF mengisi kekuasaan demisioner Mesir. Tugas dari lembaga ini adalah untuk mengawal transisi dan mencapai tujuan revolusi, yakni menjadikan Mesir sebagai negara yang 8 Jeremy M. Sharp , “Egypt: Background and U.S. Relations”. Congressional Research Service 2013, hal. 9. 9 Yoram Meita , “Domestic Challenges and Egypt’s U.S. Policy”. Middle East Review of International Affairs 2 no. 4 December 1998, hal.7 5 demokratis seutuhnya. Selain mengurus permasalahan transisi yang sedang dijalani oleh Mesir, SCAF juga berwenang mengatasi masalah politik luar negeri Mesir pada saat itu. SCAF membentuk sebuah Deklarasi Konstitusional I yang salah satu poin pentingnya ialah berkomitmen terhadap berbagai perjanjian internasional yang telah disepakati dan mengikat Mesir. 10 Poin penting ini merupakan hasil dari upaya SCAF untuk menjadi lembaga yang mewadahi berbagai jenis aspirasi masyrakat Mesir. SCAF juga melakukan berbagai dialog dengan berbagai elemen masyarakat dan politik untuk merumuskan kebijakan dalam proses transisi. Namun demikian, fenomena yang kontradiktif timbul di kalangan masyarakat Mesir di mana terdapat aspirasi yang mempersoalkan hasil Deklarasi Konstitusional 1 poin kelima ini. Pada masa transisi ini, masyarakat Mesir menyuarakan aspirasi mereka untuk menghentikan perjanjian damai dengan Israel yang disebabkan pembunuhan yang dilakukan oleh Israel terhadap lima orang pasukan penjaga perbatasan Mesir di Sinai. 11 Kejadian tersebut menimbulkan protes dan respon anti-Israel dari ribuan massa dengan melakukan aksi demonstrasi di depan kedutaan besar Israel pada tanggal 9 September 2011. 12 Selain itu, terdapat masalah serius lain yang memerlukan perhatian khusus dari hubungan bilateral antara Mesir dengan Israel pada masa kepemimpinan SCAF ini, yakni ekspor gas ke Israel. Meskipun ekspor gas ke Israel merupakan sebuah 10 Ibid, h.18 11 Sharnoff, Post-Mubarak Egyptian, Hal. 1 12 Tami Amanda Jacob y, “Israel’s Relations with Egypt and Turkey during the Arab Spring: Weathering the Storm ”. Israel Journal of foreign Affairs VII: 2 2013, hal.29 6 konsekuensi dari perjanjian damai kedua negara, namun dibalik itu semua terdapat sebuah tindakan koruptif yang dilakukan pejabat pemerintahan Mesir. 13 Tugas akhir dari SCAF dalam mengawal transisi di Mesir ialah mengadakan pemilihan umum secara demokratis. Hasil dari pemilihan umum yang dilakukan secara demokratis itu menunjukkan kondisi perpolitikan Mesir diisi oleh tokoh-tokoh dari kelompok Islam, yang berhasil mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Ikhwanul Muslimin yang pada masa pemerintahan Mubarak mendapat label sebagai organisasi ilegal berhasil meraih suara mayoritas 37 suara atau 216 kursi parlemen melalui sayap politiknya Freedom and Justice Party FJP. Selain itu, kelompok ini juga menempatkan salah satu tokohnya, yakni Mohammed Mursi sebagai presiden baru Mesir. 14 Tantangan politik luar negeri Mesir di bawah pimpinan Mursi ini tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Mubarak dan masa pemerintahan transisi di bawah SCAF. Kelanjutan perjanjian Camp David menjadi diskursus yang semakin kuat di tengah masyarakat Mesir. Hal ini diperkuat dengan latar belakang presiden Mursi dan FJP selaku partai yang berkuasa. Selaku sayap politik dari Ikhwanul Muslimin, nilai-nilai ideologis kelompok ini tidak dapat dilepaskan, khususnya dalam pandangan terhadap eksistensi Israel. Selain itu, dinamika politik di Timur Tengah saat itu turut memberikan pengaruh terhadap proses penentuan arah politik luar negeri Mesir, khususnya dalam masalah hubungan bilateral dengan Israel. 13 Ibid, h.31 14 Sarah Lynch. “Muslim Brotherhood Top Winner in Egyptian Election”, USATODAY, 12 April 2011, dalam www.studentnewsdaily.comdaily-news-articlemuslim-brotherhood-top-winner-in- egyptian-election diakses 17 April 2014 7 Dinamika politik luar negeri Mesir saat sebelum hingga sesudah revolusi memiliki daya tarik tersendiri dalam penelitian ini. Faktor pergantian rezim setelah revolusi menjadi pijakan utama dalam penelitian ini untuk melakukan identifikasi arah politik luar negeri Mesir terhadap Israel pada masa Mubarak sebelum revolusi, hingga memasuki masa transisi di bawah SCAF dan masa pemerintahan Morsi setelah revolusi. Selanjutnya, penelitian ini mengambil batasan waktu dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Adapun analisa dari periode waktu tersebut dimulai saat Mesir berada di bawah rezim SCAF hingga berakhirnya pemerintahan Mohammed Mursi pada bulan Juni 2013. Fokus penelitian ini terdapat pada politik luar negeri Mesir setelah revolusi, khususnya yang berkaitan dengan hubungan bilateral antara Mesir dan Israel pada dua masa pemerintahan setelah revolusi tahun 2011 tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah pada penelitian ini, maka penelitian ini hendak menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana politik luar negeri Mesir terhadap Israel setelah revolusi tahun 2011 hingga tahun 2013? 2. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi politik luar negeri Mesir terhadap Israel setelah revolusi tahun 2011 hingga tahun 2013? 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, antara lain: 1. Tujuan Penelitian a. Menjelaskan politik luar negeri Mesir terhadap Israel setelah revolusi tahun 2011 hingga tahun 2013. b. Menjelaskan orientasi kebijakan luar negeri Mesir setelah revolusi tahun 2011 hingga tahun 2013. c. Menjelaskan faktor-faktor internal dan eksternal Mesir yang berpengaruh dalam hubungan diplomatik dengan Israel setelah revolusi tahun 2011 hingga tahun 2013. d. Menganalisis perkembangan hubungan diplomatik Mesir-Israel setelah revolusi tahun 2011 hingga tahun 2013. 2. Manfaat Penelitian a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian yang berkaitan dengan topik pembahasan dan wilayah kajian Timur-Tengah. b. Penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang hubungan internasional.

D. Kerangka Konseptual

1. Politik Luar Negeri

Dalam rangka menjelaskan politik luar negeri Mesir setelah revolusi, penelitian ini menggunakan konsep politik luar negeri terdiri dari dua variabel, 9 yakni politik atau policy dan luar negeri. Politik merupakan seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak atau seperangkat aksi yang bertujuan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. Policy berakar dari konsep pilihan politik yang berarti memilih tindakan atau membuat keputusan untuk mencapai tujuan. Sementara untuk memahami variabel luar negeri dapat dibantu dengan menggunakan konsep kedaulatan. Kedaulatan berarti kontrol atas wilayah yang dimiliki suatu negara. Berdasarkan definisi di atas politik luar negeri merupakan seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara. 15 Sementara definisi lain politik luar negeri ialah suatu strategi atau rencana nyata dari pembuat keputusan dalam suatu negara kepada negara lain untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan dalam istilah kepentingan internasional. 16 Dalam pengertian lain politik luar negeri menurut Harry Kissinger ialah ”foreign policy begins when domestic policy ends”. 17 Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa politik luar negeri berada pada intersection antara aspek domestik dengan aspek internasional suatu negara. Politik luar negeri mencerminkan tiga hal, yaitu: 1 Desain kepentingan pada negara masing-masing yang melakukan penyesuaian, bertolak dari pandangan hidup dan pandangan strategisnya atau dalam rangka merealisasikan berbagai manfaat untuk banyak orang, serta desain kepentingan tersebut untuk 15 Anak Agug Banyu Perwita dan Yanyan M. Yani, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional , Bandung: Remaja Rosdakarya, h.48 16 Jack C. Plano and Roy Olton, 1978, The International Relation Dictionary, New York, h.127 17 Wolfram F. Hanrieder, Comparative Foreign Policy: Theoritical Essays, New York: David McKay Co, 1971, h.22 10 mencapai target yang dapat dicapai dengan membuat hubungan kausalitas antara apa yang ada dan apa yang hendak dicapai, 2 batasan muatan politik luar negeri dilakukan dengan mempelajari kepentingan dan menyusun dalam skala prioritas ke dalam kepentingan vital dan sekunder, serta menjelaskan tata cara mengembannya di luar batas pengaruhnya bagi kepentingan negara lain, dengan begitu juga bagi negara tersebut, dan 3 proses pelaksanaan, dengan mengoordinasikan berbagai sarana pelaksanaan, serta penyelarasan antara kemampuan negara dengan target yang direalisasikan. Keberhasilan dalam politik luar negeri menuntut adanya pemahaman yang benar mengenai dunia, posisi internasional, dan hubungan internasional. Maka, kekuatan negara merupakan sebuah jaminan bagi keberhasilan politik luar negerinya. 18

2. Kebijakan Luar Negeri

Menurut Rosenau, kebijakan luar negeri merupakan upaya suatu negara untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. 19 Kebijakan luar negeri ditujukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. Selain itu, dalam kebijakan luar negeri terdapat fenomena yang bersifat kompleks dan luas yang meliputi aspek kehidupan internal dan kehidupan eksternal. Kedua aspek tersebut meliputi aspirasi, atribut 18 Muhammad Musa, 2003, Hegemoni Barat Terhadap Percaturan Politik Dunia: Sebuah Potret Hubungan Internasiona l, Jakarta: Wahyu Press, h. 36-37 19 James N. Rosenau, et.al. 1976. World Politics: An Introduction. New York: The Free Press, hal. 27