69
3. Iran
Hubungan antara Mesir dengan Iran memberikan berbagai indikasi dan dugaan dari berbagai kalangan perihal politik luar negeri dan kebijakan luar
negeri yang dirancang oleh pemerintahan Mursi. Hubungan antara kedua negara tersebut
– Mesir dan Iran – sudah lama mengalami kebekuan diplomatik. Kebekuan tersebut bermula saat ditandatanganinya perjanjian Camp David
antara Mesir dengan Israel. Baru setelah Mursi terpilih menjadi presiden Mesir pasca revolusi tahun 2011, hubungan kedua negara kembali normal. Hal tersebut
ditandai dengan kunjungan presiden Mesir ke Iran dalam rangka menghadiri KTT Non-Blok pada Agustus 2012 di Tehran. Kemudian Iran membalas
kunjungan Mursi tersebut dengan kunjungan balik presiden Ahmadinejad ke Kairo dalam rangka Konferensi OKI pada Februari 2013.
149
Menteri luar negeri Iran, Ali Akbar Salehi menyebut Mesir sebagai sebuah mitra strategis bagi Iran di Timur Tengah.
150
Kembali pulihnya hubungan antara Mesir dengan Iran ini diharapkan dapat menciptakan kekuatan
Islam yang baru di Timur Tengah. Dan bagi Iran sendiri, normalisasi hubungan dengan Mesir memberikan keuntungan strategis, yakni untuk memperluas
pengaruh dan eksistensi dalam lingkup regional yang selama ini terhalangi oleh sebab perbedaan sekte antara Islam Sunni dan Syiah.
151
Sementara itu di dalam negeri Mesir sendiri, khususnya di dalam kelompok Islam yang mendominasi terdapat perbedaan pendapat mengenai
149
“Egypt and The Influence of Iran”. Diakes dari http:www.eturbonews.com35117egypt-and- influence-iran pada 8 oktober 2014.
150
Fahim and El Shaikh, “Ahmadinejad Visits Egypt, Signaling Realignment,” The New York Times.
151
Joshua Haber and Helia Ighani, A Delicate Balancing, hal.36
70
normalisasi hubungan antara Mesir dengan Iran ini. Bagi Ikhwanul Muslimin, langkah yang diambil oleh Mursi dinilai sebagai sebagai konsekuensi atas
pandangan politik yang independen guna membawa Mesir kembali menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah. Langkah tersebut sebagai upaya
memperluas jaringan dan aliansi dengan negara-negara lain di Timur Tengah yang jauh dari pengaruh Barat, khususnya AS. Sedangkan kelompok Salafi yang
berafiliasi dengan An-Nour Party tidak menghendaki adanya kelanjutan hubungan tersebut dengan dasar sentimen antara Sunni dan Syiah.
152
Dalam masalah hubungan bilateral antara Mesir-Israel, rekonstruksi hubungan antara Mesir dan Iran membuat Israel merasa khawatir. Kekhawatiran
tersebut berdasarkan pada gabungan kekuatan Islam yang mendominasi kedua negara. Selanjutnya, faktor religiusitas menjadi salah satu cara pandang Mesir
– di bawah kekuasaan FJP dan Mursi- dan Iran dalam menyatakan dukungan
kepada Palestina dalam konflik Palestina-Israel.
153
4. Hamas
Salah satu masalah internasional yang menjadi perhatian serius Mursi saat awal masa jabatannya ialah masalah konflik Palestina-Israel. Perhatian
tersebut merupakan sebuah refleksi dari ideologi Ikhwanul Muslimin –
organisasi asal dari Mursi – yang sangat mendukung perjuangan rakyat Palestina
dalam upaya membebaskan diri dari okupasi Israel. Selain itu, adanya afiliasi antara Ikhwanul Muslimin dengan Gerakan Pembebasan Rakyat Palestina
152
Ibid
153
Fahadayna, Pengaruh Ikhwanul Muslimin, h.9
71
Hamas semakin menguatkan keberpihakan Mursi dalam upaya menentukan sikap terhadap masalah ini. Bahkan Mursi menempatkan masalah ini dalam
skala prioritas paling tinggi dalam politik luar negeri Mesir.
154
Dalam upaya mendukung kemerdekaan Palestina dari okupasi yang dilakukan oleh Israel, pemerintahan Mursi mendapat dukungan dari berbagai
pihak sehingga memberikan dukungan tambahan bagi Mursi untuk menerapkan langkah konkret politik luar negeri Mesir tersebut. Salah satu cara yang
digunakan oleh Mursi dalam menghadapi situasi demikian ialah dengan melibatkan militer dan intelejen GIS Mesir untuk menjalin hubungan dengan
Hamas. Namun, langkah tersebut menimbulkan konsekuensi terhadap hubungan Mesir dengan AS dan Israel. Pada kondisi demikian, posisi Mursi berada dalam
dilema. Dilema yang dihadapi oleh Mursi juga disebabkan oleh adanya dorongan
dari publik untuk menghentikan perjanjian Camp David sebagai wujud relevansi antara prioritas politik luar negeri yang telah ditetapkan oleh Mursi. Di lain sisi,
perjanjian yang sudah lama disepakati antara Mesir dengan Israel tersebut juga memiliki keuntungan sendiri bagi Mesir, yakni untuk menjaga stabilitas dan
perdamaian regional dan mencegah instabilitas yang terjadi di Gaza yang akan berdampak pada negara-negara yang berbatasan langsung.
155
Untuk mencegah instabilitas yang terjadi di Gaza, militer Mesir membangun komunikasi dengan Hamas. Komunikasi tersebut dilakukan untuk
154
Haber and Ighani. A Delicate Balancing Act, h. 46
155
Sharp, The Egypt-Gaza Border, h.8
72
mengatasi ancaman nasional dan ketakutan adanya spill over apabila terjadi chaos
di tanah Palestina, khususnya menghindari reaksi yang terjadi di Sinai. Realita pada kasus ini, Hamas merupakan kelompok yang memiliki pengaruh
negatif di sepanjang perbatasan Mesir-Gaza di Semenanjung Sinai. Efek negatif tersebut berasal dari adanya afiliasi antara Hamas dengan kelompok badui di
Sinai yang mengakibatkan munculnya gerakan yang mempengaruhi stabilitas keamanan Mesir. Kelompok tersebut mendorong adanya penyeludupan orang
dan senjata ke wilayah Semenanjung Sinai. Kelompok tersebut seringkali memicu adanya pertempuran dengan tentara keamanan Mesir. Salah satunya
terjadi pada Agustus 2012, pertempuran antara kelompok badui dan tentara Mesir di Sinai menewaskan 16 orang tentara Mesir.
156
Pemerintah Mesir mengambil langkah logis untuk mengatasi masalah tersebut. Cara yang digunakan oleh Mesir ialah dengan mengadakan komunikasi
dan kesepakatan secara terselubung dengan Israel untuk menghentikan aksi Hamas di perbatasan Gaza. Selanjutnya pada Februari 2013, dengan inisiatif
militer dan intelejen GIS, Mesir menutup terowongan yang menghubungkan Mesir dengan Gaza untuk menghentikan aksi people smuggling dan
penyeludupan senjata tersebut. Langkah tersebut turut didukung pula oleh Mursi dan penasihatnya, Essam el-Haddad dan dianggap sebagai upaya untuk
mempertahankan kepentingan keamanan nasional Mesir.
157
156
“Israel and Hamas: Fire and Ceasefire in a New Middle East,” International Crisis Group, h. 15
157
Ibid, h.48