Arab Saudi Faktor Eksternal

76

6. Turki

Turki merupakan salah satu negara yang memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas dan perdamaian di Timur Tengah. Setelah terjadi revolusi di negara-negara yang berada di Timur-Tengah – salah satunya Mesir - , Turki melalui perdana menteri Recep Tayip Erdoğan memiliki visi untuk mendukung secara utuh demokratisasi yang menjadi cita-cita para revolusioner. Menurut Erdogan, setiap pemerintah harus berdasarkan pada legitimasi yang diberikan oleh rakyat dan rakyat harus diberikan kebebasan untuk dapat menyampaikan segala bentuk aspirasi kepada pemerintah. 163 Pandangan Erdoğan tersebut berdasarkan pada tuntutan yang disampaikan oleh para demonstran dalam revolusi yang terjadi di Mesir, Tunisia, dan Libya, yang telah merasa jenuh dengan kekuasaan absolut yang diduduki oleh rezim yang berkuasa dalam waktu yang lama dan tidak membawa dampak yang signifikan terhadap kondisi kesejahteraan rakyat. Selain itu, dalam rangka berperan aktif dalam menjaga stabilitas kawasan Timur-Tengah, Turki juga memberikan pandangannya terhadap Israel, khususnya yang berkaitan dengan konflik Palestina- Israel. Erdoğan menghimbau kepada Israel untuk menghormati hak asasi manusia, penegakkan hukum, dan demokrasi. 164 Ketiga pilar pokok tersebut merupakan dasar untuk menciptakan stabilitas yang ada di kawasan Timur-Tengah. Erdogan mengingatkan agar Israel tidak lagi merasa nyaman dengan status quo dalam hubungan bilateral dengan Mesir setelah revolusi tahun 2011. Hal tersebut disebabkan pergantian rezim yang 163 Nuh Yilmaz and Kadir Ustun, “The Erdoğan Effect: Turkey, Egypt and the Future of the Middle East”, Cairo Review 3 2011, h.85 164 Ibid 77 berdasarkan pada keinginan rakyat dan membuat perubahan dalam politik luar negeri Mesir terhadap Israel. 165 Selanjutnya, setelah revolusi yang terjadi di Mesir, Turki menjadikan Mesir sebagai sasaran untuk dijadikan mitra strategis dalam membangun kekuatan baru di Timur-Tengah. 166 Keinginan Turki tersebut bertepatan dengan kekosongan kekuasaan di Mesir dan melemahnya pengaruh Amerika Serikat dalam urusan yang berkaitan dengan kebijakan luar negeri Mesir. Hal tersebut didukung dengan investasi yang dilakukan Turki ke Mesir untuk membantu perekonomian Mesir yang terpuruk sejak revolusi tahun 2011. Ahmet Davutoğlu yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Turki memprediksi kerjasama kedua negara tersebut akan memberikan keuntungan sebesar 3,5 miliar sampai 5 miliar dalam jangka waktu dua tahun. 167 Menurut Davutoğlu, hubungan intensif kedua negara ini merupakan salah satu langkah strategis yang dibentuk oleh kedua negara untuk dapat membentuk kekuatan dominan baru di kawasan. 168 Hubungan Turki dengan Mesir juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal yang berada di kawasan, khususnya kasus Palestina-Israel. Secara umum, masyarakat Turki mendukung Palestina untuk dapat membebaskan diri dari okupasi yang dilakukan oleh Israel. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari faktor pemegang kekuasaan dominan politik di Turki, yang sejak tahun 2002 dikuasai 165 Ibid, h.90 166 Hannah Stuart, “Turkey and the Arab Spring”, A Henry Jackson Society Strategic Briefing, October 2011, h. 2 167 ‘Davutoglu to ‘NYT’: Ankara seeking Turkey-Egypt alliance,’ Jerusalem Post,19 September 2011 dalam Hannah Stuart, “Turkey and the Arab Spring”, A Henry Jackson Society Strategic Briefing , October 2011, h.8 168 Stuart, Turkey and the Arab Spring, h.8 78 oleh Adalet ve Kalkinma Partisi AKP atau Partai Keadilan dan Pembangunan yang berbasiskan Islam. 169 Faktor ideologis dari partai ini kemudian diimplementasikan dalam kebijakan luar negeri Turki yang peduli terhadap keadaan kondisi negara-negara yang berpenduduk muslim, seperti Palestina. Kondisi serupa juga dialami Mesir setelah revolusi tahun 2011. Freedom and Justice Party FJP selaku sayap politik kelompok Ikhwanul Muslimin berhasil meraih kekuasaan dominan dalam pemilihan umum di Mesir. 170 Dengan memiliki landasan pergerakan yang serupa dengan AKP di Turki, pemerintahan Mesir di bawah pimpinan Mursi menempatkan masalah Palestina-Israel sebagai prioritas utama dalam politik luar negeri Mesir. 171 Dengan demikian, fokus utama dari langkah kebijakan luar negeri yang terhadap konflik Palestin-Israel ialah untuk membebaskan Palestina dari okupasi yang dilakukan oleh Israel dan menjadikan Palestina sebagai negara merdeka. 169 Ah met Yidiz, “Problemating The Intellectual and Political Vestiges: From Welfare to Justice and Development Party”, dalam Umit Cizre ed., Secular and Islamic Politics in Turkey New York: Routledge, 2008, h.41 170 Sarah Lynch. “Muslim Brotherhood Top Winner in Egyptian Election”, USATODAY, 12 April 2011, dalam www.studentnewsdaily.comdaily-news-articlemuslim-brotherhood-top-winner-in- egyptian-election diakses 17 April 2014 171 Elgindy, Egypt, Israel and Palestine, h. 172 79

Bab V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melihat dinamika yang terjadi dalam politik luar negeri Mesir setelah revolusi tahun 2011 hingga 2013, terdapat kesamaan langkah dan orientasi yang ditetapkan oleh rezim berkuasa. Pada masa SCAF maupun pada masa pemerintahan Mohammed Mursi, titik sentral politik luar negeri Mesir berfokus pada permasalahan kontinuitas perjanjian Camp David yang sudah berlangsung dari tahun 1979. Dampak dan konsekuensi yang dihadapi oleh Mesir dari adanya perjanjian tersebut antara lain dapat dilihat dari adanya hubungan bilateral antara Mesir dengan Israel. Selain itu, Mesir juga diharuskan untuk melakukan ekspor gas alam dan berbagai jenis barang kebutuhan ke Israel. Selain itu, AS selaku pihak yang mendorong dan memfasilitasi perjanjian damai tersebut menjadikan Mesir sebagai mitra strategis di kawasan Timur-Tengah yang ditujukan untuk menjaga kepentingan dan keamanan nasional AS dan menjaga eksistensi Israel di kawasan tersebut. Sebagai imbalannya, AS memberikan bantuan ekonomi, teknologi, dan militer kepada Mesir selama masih konsisten untuk menjaga dan mempertahankan perjanjian damai dengan Israel. Setelah revolusi tahun 2011, fokus penetapan arah dan kebijakan dalam politik luar negeri Mesir secara umum banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal Mesir. Secara khusus, pertimbangan utama pengambil kebijakan Mesir lebih condong untuk membawa Mesir mencapai kepentingan nasional, yakni