Ruang lingkup sita eksekusi hanya terbatas pada telah adanya keputusan yang berkukatan hukum tetap. Jadi bila suatu putusan telah berkekuatan hukum
tetap, maka sita eksekusi bisa dilaksanakan. Pemohon sita eksekusi biasanya pihak yang memenangkan pokok perkara di sidang peradilan.  Objek sita eksekusi bisa
berupa benda-benda yang bergerak maupun terhadap benda-benda yang tidak bergerak. Ada pengecualian dalam perkara yang bisa diajukan dalam sita eksekusi.
Sita eksekusi hanya bisa dimajukan terhadap perkara sengketa utang-piutang dan tuntutan ganti kerugian saja. Sedangkan dalam sengketa hak milik tidak bisa. Sita
eksekusi tidak bisa diterapkan pada jenis sengketa hak milik.
23
2. Non Judicial Execution Parate Eksekusi
Non Judicial Execution atau Parate Eksekusi adalah proses eksekusi terhadap suatu  barang  dengan menjalankan  sendiri  atau  mengambil  sendiri  apa  yang  menjadi
haknya,  dalam  arti  tanpa  perantaraan  hakim,  yang  ditujukan  atas  sesuatu  barang jaminan  untuk  selanjutnya  mejual  sendiri  barang  tersebut.
24
Parate Eksekusi  adalah eksekusi  yang  dilaksanakan  sendiri  oleh  pemegang  hak  jaminan tanpa  melalui
bantuan  atau  campur  tangan  dari  Pengadilan. Atau  dengan perkataan  lain,  Parate Eksekusi dilaksanakan tanpa meminta fiat eksekusi atau ijin dari Pengadilan Negeri.
Apabila kreditor cidera  janji, kreditor berhak  untuk menjual  objek  hak  tanggungan
23
M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, h. 17.
24
R. Subekti, Pelaksanaan  Perikatan  Eksekusi  Riil  dan  Uang  Paksa,  Dalam  :  Penemuan Hukum dan Pemecahan Masalah Hukum, Proyek Pengembangan Teknis Yustisial, MA RI, Jakarta, h.
69.
atas  kekuasaan  sendiri  melalui  pelelangan  umum menurut  tata  cara  yang  ditentukan dalam  peraturan  perundang-undangan  untuk pelunasan  piutangnya  dari  hasil
penjualan  yang  dilakukan.  Melalui  penjualan objek  jaminan  di muka  umum diharapkan dapat diperoleh harga terbaik.
25
Parate  Eksekusi  secara  implisit  tersurat  dan  tersirat  dalam Undang-undang Hak Tanggungan, khususnya diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 9 Undang-undang
Hak Tanggungan, yang menyebutkan : ”Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam
Pelaksanaan eksekusinya, jika kreditor cidera janji.  Walaupun secara umum ketentuan  tentang  eksekusi  telah  diatur  dalam  Hukum  Acara  Perdata  yang
berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi  Hak  Tanggungan  dalam  undang-undang  ini,  yaitu  yang  mengatur
lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglement Indonesia yang Diperbarui Het Herzeine Inlands Reglement dan Pasal 258
Reglemen  Acara  Hukum  Untuk  Daerah  Luar  Jawa  dan  Madura  Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura”.
Dalam  batang  tubuh  Undang-undang  Hak  Tanggungan  dasar  berpijaknya pengaturan  parate  eksekusi  hak  tanggungan  adalah  Pasal  20  ayat  1  yang
menyatakan sebagai berikut : “Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a.  Hak  pemegang  Hak  Tanggungan  pertama  untuk  menjual  obyek  Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau;
25
Yordan  Demesky, Pelaksanaan  Parate  Eksekusi  Hak  Tanggungan  Sebagai  Alternatif Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT Bank Permata Tbk, Tesis, FH UI : 2011, h. 62.