b. Sita marital Maritale beslag
Sita Marital adalah sita yang didasarkan pada sengketa yang timbul antara suami istri, seperti pada perkara perceraian, pada perkara pembagian harta bersama
atau pada perbuatan yang membahayakan harta bersama. Apabila kita mengaitkan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan PP No .9 Tahun 1975, ada
isyarat hak bagi istri atau suami yang mengajukan permintaan sita terhadap harta perkawinan selama proses pemeriksaan perkara perceraian berlangsung.
Penerapan sita marital meliputi seluruh harta perkawinan terutama apabila terjadi perceraian huwelijksantbinding yang diartikan bagi seluruh harta kekayaan
bersama harta gono-gini baik yang ada pada suami maupun yang ada pada istri. Jadi, maritale beslag tidak meliputi harta bawaan atau harta pribadi suami atau
istri. Tentang penjualan harta bersama yang telah disita adalah atas izin hakim berdasarkan putusan.
12
Mengenai permohonan izin penjualan harta bersama, izin penjualan tersebut bersifat voluntair bukan bersifat contentiosa atau bersifat partai.
13
Ini diajukan
guna mempermudah proses beracara dalam permohonan izin untuk penjualan barang sitaan oleh pengadilan.
12
M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, h. 149.
13
Ibid, h. 150.
c. Sita jaminan Consevatoir beslag
Prof. R. Subekti dalam bukunya Hukum Acara Perdata,
14
beliau mengatakan bahwa istilah sita jaminan sama dengan conservatoir beslag. Hal ini diperkuat
dengan adanya SEMA No. 051975 Tanggal 1 Desember 1975, yang telah mengalih bahasakan consevatoir beslag menjadi sita jaminan. Yurisprudensi juga menguatkan
istilah consevatoir beslag menjadi sita jaminan. Seperti contohnya pada Putusan Mahkamah Agung MA Tanggal 11 November 1976 No. 607KSip1974.
Sita Jaminan adalah penyitaan harta kekayaan tergugat pada perkara hak milik, utang-piutang atau pada tuntutan ganti-kerugian. Objek sita jaminan dapat
berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak baik terhadap benda berwujud maupun tidak berwujud lychammelijk on lychammelijk.
15
Namun di lain sisi, sita juga dapat meliputi seluruh harta kekayaan tergugat sampai mencukupi seluruh
jumlah tagihan apabila gugatan didasarkan atas utang piutang atau tuntutan ganti kerugian.
Sita jaminan dapat dijalankan sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, jadi sita jaminan ini adalah upaya hukum yang bersifat eksepsional.
Kewenangan memerintahkan pelaksanaan sita jaminan terletak pada tangan ketua majelis yang memeriksa perkara tersebut. Ini karena hakim diperintahkan undang-
14
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Bina Cipta, 1977, h. 48.
15
C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Umum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002, h. 244.
undang sebagai penilai unsur persangkaan suatu permohonan sita jaminan. Menurut Sudikno Mertokusumo,
16
sita consevatoir ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua pengadilan untuk
menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dan untuk menjaga barang agar tidak dialihkan atau tidak dijual.
Sita jaminan menurut asasnya otomatis menjadi sita eksekusi apabila telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
17
Tentang masalah penjagaan harta sitaan dalam sita jaminan diatur tegas dalam Pasal 508 Rv dan Pasal 212 Rbg diberikan
pada tersita tergugat. Tersitalah yang menjadi penjaganya demi hukum. Tersita boleh memakai barang yang telah disita dengan syarat harga barang tersebut tidak
boleh turun. Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia,
18
yang dapat disita berdasarkan sita jaminan adalah : Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik kreditor, sita jaminan atas barang-barang tetap
milik kreditor, sita jaminan atas barang-barang bergerak milik kreditor yang ada pada pihak ketiga, Sita jaminan atas kreditor, sita gadai panden beslag, sita atas barang-
barang kreditor yang tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal di indonesia atau orang yang bukan penduduk indonesia, sita jaminan terhadap pesawat terbang,
16
Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 93.
17
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, h. 70.
18
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia., h. 95.