1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan program JPK-MS?
2. Bagaimana implementasi program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan
Sehat JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area? 3.
Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam proses implementasi program JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah: 1.
Untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat JPK-MS.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat JPK-MS di puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area.
3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan hambatan-hambatan yang terjadi
dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak diambil dari penelitian ini adalah: 1.
Secara teoritisakademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai implementasi
program JPK-MS, serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang
Universitas Sumatera Utara
berminat menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan informan penelitian yang lebih banyak;
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan sebagai
kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan implementasi program JPK-MS.
1.5. Kerangka Teori
Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala terjadi seperti ini. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir yaitu
kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari
sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Suyanto, 2005:34 Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah:
1.5.1 Hierarki Kebutuhan Hierarchy of Needs
Perilaku seseorang pada suatu ketika biasanya ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat. Hal ini hendaknya dapat dipahami oleh setiap aparatur
pemerintahan bahwa pada umumnya setiap masyarakat mampunyai kebutuhan- kebutuhan yang dianggap paling penting baginya. Untuk membicarakan kebutuhan-
kebutuhan yang mempunyai kekuatan yang tinggi pada saat tertentu bagi seseorang, Abraham Maslow telah mengembangkan suatu konsep teori motivasi yang dikenal
dengan hierarki kebutuhan Hierarchy of Needs. Menurut Maslow, tampaknya ada semacam hierarki yang mengatur dengan
sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia ini, dimana kebutuhan ini akan dapat dipenuhi seperti anak tangga dari tangga kebutuhan yang satu ke tangga kebutuhan
berikutnya. Thoha, 2007:221
Universitas Sumatera Utara
Fisik Keamanan
Sosial Penghargaan
Aktualisasi Diri
Gambar 1 Hierarki Kebutuhan dari Maslow
Sumber: Thoha 2007:222
Kebutuhan fisik dalam gambar di atas diletakkan di atas dalam susunan hierarki. Maksudnya, pada saat ini kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang
paling kuat di antara yang lain. Dalam hal ini seseorang sangat membutuhkan makan, pakaian, papan, dan bebas dari rasa sakit. Teori Maslow mengasumsikan
bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok fisiologis sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Gibson, 1997:97
Sebenarnya tidak bisa dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas kehidupan manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik ini. Ketika aktivitas
pemenuhan kebutuhan fisik ini sudah mulai menurun maka naiklah kebutuhan lain seperti mencari keamanan.
Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat kita terutama masyarakat miskin, ketika kebutuhan akan sandang, pangan dan papan telah terpenuhi tentunya
mereka memerlukan tubuh yang sehat untuk terus memenuhi tiga kebutuhan utama tersebut. Terlebih lagi kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang
Universitas Sumatera Utara
mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang. Artinya kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang salah satunya
dipengaruhi oleh faktor kesehatan di masa kini. Karena itu masyarakat akan semakin menuntut tersedianya pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Namun kesehatan malah menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat saja. Biaya perawatan kesehatan seperti
biaya rumah sakit dan obat tidak dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita yang golongan ekonominya masih rendah. Banyak warga masyarakat miskin
yang tidak menyadari bahwa pelayanan kesehatan dasar merupakan hak dasar yang seyogyanya disediakan oleh negara. Berkaitan dengan hal ini, negara sebagai
instrumen publik memiliki kewenangan dan kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar tersebut. Negara berwenang memformulasikan anggaran bagi publik melalui
program pemerintah maupun swasta. Dengan demikian, atas dasar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis
masyarakat miskin akan kebutuhan bebas dari rasa sakit maka dibuatlah satu kebijakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya
dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat JPK-MS. Program ini muncul karena memang adanya suatu peristiwa yang kritis
yakni derajat kesehatan masyarakat miskin yang dinilai masih, yakni AKB sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup
serta Umur Harapan Hidup 70,5 tahun BPS 2007. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang rendah tersebut disebabkan
sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Banyaknya masyarakat miskin yang tidak bisa berobat ke puskesmas ataupun rumah sakit disebabkan karena
Universitas Sumatera Utara
keterbatasan biaya dan hal inilah yang telah mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan masyarakat miskin terhadap kesehatan.
Program JPK-MS bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin kota Medan terutama yang tidak mendapatkan program
Jamkesmas. Pada program ini pemerintah kota Medan memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada 500 ribu jiwa masyarakat miskin yang belum mendapatkan
program kesehatan apapun. Dimulai dari berobat ke puskesmas hingga berobat gratis ke rumah sakit apabila penyakit yang diderita tergolong penyakit parah dan
tidak dapat ditanggulangi oleh puskesmas.
1.5.2. Implementasi Kebijakan 1.5.2.1 Defenisi Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakan publik. Proses kebijakan adalah suatu rangkaian tahap yang saling bergantung
yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, dan penilaian kebijakan Winarno, 2002:29.
Meski demikian, harus diakui bahwa studi tentang implementasi kebijakan kurang mendapat perhatian di kalangan ilmuwan politik maupun
policy maker Winarno, 2001:104. Sebenarnya hal ini bukan berarti bahwa studi tentang implementasi kebijakan tidak terlalu penting melainkan karena
rumitnya kompleksitas interelasi yang terdapat di dalamnya. Tentang hal ini dinyatakan:
“Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa proses implementasi diabaikan oleh para pembuat kebijakan dan analisis-analisis kebijakan, dan juga
tidak berarti bahwa hambatan-hambatan tersebut tidak dapat diatasi. Beberapa ilmuwan politik maupun pembuat kebijakan telah mulai mengembangkan studi
implementasi kebijakan. Salah satu faktor yang menjadi pendorong adalah akibat dari hasil-hasil yang mengecewakan dari program-program sosial yang
Universitas Sumatera Utara
bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang membantu pemahaman proses implementasi kebijakan”. Winarno, 2002:105
Perhatian besar terhadap masalah implementasi kebijakan timbul pada awal tahun 1970-an atau tepatnya sejak diterbitkannya karya Pressman dan
Wildavsky yang berjudul implementation pada tahun 1973 Solichin, 2001:60. Kamus Webster merumuskan implementasi secara pendek bahwa to
implement mengimplementasikan berarti to provide the means for carrying out menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu; to give practical effect
menimbulkan dampakakibat terhadap sesuatu. Implikasi dari pandangan ini maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses
melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, dan dekrit
presiden Solichin, 2001:64. Pressman dan Wildavsky Solichin, 1997:65 menyatakan bahwa sebuah
kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijaksanaan. Senada dengan ini, Van Meter dan Van Horn
memberikan batasan terhadap konsep implementasi dengan menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu atau kelompok-kelompok, pemerintah, atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-
keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan. Jones dalam Tangkilisan, 2003 menganalisis masalah pelaksanaan
kebijakan dengan mendasarkan pada konsepsi kegiatan-kegiatan fungsional.
Universitas Sumatera Utara
Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan
implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat dengan memfokuskan pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor. Jadi implementasi
merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan
demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan adalah:
1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna
program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2.
Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
upah dan lain-lain Tangkilisan, 2003:19. Setidaknya ada dua hal mengapa implementasi kebijakan pemerintah
memiliki relevansi: Pertama, secara praktis akan memberikan masukan bagi pelaksanaan operasional program sehingga dapat dideteksi apakah program telah
berjalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendeteksi kemungkinan tujuan kebijakan negatif yang ditimbulkan. Kedua, memberikan alternatif model
pelaksanaan program yang lebih efektif. Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa tahap implementasi
kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap
Universitas Sumatera Utara
implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut Winarno,
2002:102. Berdasarkan pandangan yang diutarakan diatas dapat disimpulkan,
bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan
sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan
kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif Tangkilisan, 2003:19.
1.5.2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan
Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:
a. Model Gogin
Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan Model Gogin, maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan
formal pada keseluruhan implementasi yakni: 1 Bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi, 2 Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan
mendukung implementasi secara efektif, dan 3 Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan
hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.
Universitas Sumatera Utara
b. Model Grindle