2. Tujuan Hukum
Menurut pendapat L.J. Van Aveldon, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Jadi hukum menghendaki perdamaian dalam
masyarakat. Keadaan damai dalam masyarakat dapat terwujud apabila keseimbangan kepentingan masing-masing anggota masyarakat benar-benar dijamin oleh hukum,
sehingga terciptanya masyarakat yang damai dan adil merupakan perwujudan terciptannya tujuan hukum. Sedangkan menurut Soebekti berpendapat bahwa tujuan
hukum adalah mengabdi kepada tujuan negara. Berangkat dari berbagai pendapat tentang tujuan hukum tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, ketenteraman dan kebahagian setiap manusia. Dengan
demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau
kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya.
Supaya hukum dapat berlaku secara langgeng dan ditaati oleh anggota masyarakat, hendaknya hukum itu berisi keadilan, tidak sekedar peraturan belaka.
Setiap anggota masyarakat harus dapat merasakan manfaat kalau menjalankan peraturan itu, dan sebaliknya merasakan keganjilan manakala peraturan tidak
dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian, hukum dapat mencapai tujuannya, yaitu untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan
keseimbangan. Melalui ketertiban itu, warga masyarakat menemukan perlindungan
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
atas kepentingan hukumnya. Hukum harus dapat membagi hak dan kewajiban dari setiap anggota masyarakat secara adil dan seimbang, mengatur cara-cara
memecahkan permasalahan hukum serta memberikan batasan kewenangan kepada penegak hukum untuk mempertahankan berlakunya hukum.
3. Fungsi Hukum
Tujuan hukum sebagaimana diketengahkan di muka adalah menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman dan
kebahagian setiap manusia, maka dapat diketahui apa sebenarnya fungsi hukum itu. Dengan mengingat tujuan hukum maka dapat dirinci secara garis besar fungsi sebagai
berikut: a.
Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Fungsi ini memungkinkan untuk diperankan oleh hakim karena hukum memberikan
petunjuk kepada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Mana yang diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya sehingga
masing-masing anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Kalau mereka menyadari dan melaksanakan baik perintah
maupun larangan yang tercantum dalam hukum, yakni bahwa fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat dapat direalisir.
b. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.
Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat negara yang berwenang, berpengeruh besar terhadap orang yang akan
melakukan pelanggaran sehingga mereka takut dan segan untuk melakukan hal
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
itu karena takut akan ancaman hukumannya. Hukum yang bersifat memaksa dapat diterapkan kepada siapa saja yang bersalah. Mereka yang melakukan
kesalahan mungkin dihukum penjara, didenda, diminta membayar ganti rugi, disuruh membayar ganti rugi, disuruh membayar hutangnya, maka dengan
demikian keadilan dapat dicapai. c.
Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk
mengarahkan masyarakat kearah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah fungsi hukum sebagai alat penggerak pembangunan.
d. Fungsi hukum sebagai alat kritik fungsi kritis. Fugsi ini berarti bahwa hukum
tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk mengawasi para pejabat pemerintah, para penegak hukum maupun aparatur
pengawasan sendiri. Dengan demikian semua harusnya bertingkah laku menurut ketentuan yang berlaku. Jika demikian halnya maka, ketertiban, perdamaian dan
keadilan dalam masyarakat dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat berjalan baik.
e. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian.
Hukum merupakan pencerminan kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Untuk itu hukum
menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan kebijaksanaan
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
pemerintah, di lain pihak hukum berfungsi sebagai sarana memperlancar proses interaksi sosial.
65
Dengan demikian, pada saat ini hukum digunakan tidak hanya sebagai instrumen atau sarana untuk melakukan perubahan-perubahan, tetapi juga dipakai
untuk mewujudkan tujuan kebijakansanaan pemerintah. Penggunaan hukum secara demikian itu, nampak dengan dikeluarkannya seperangkat peraturan perundang-
undangan dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai sektor pembanguna. Setelah beberapa tahun berlakunya ketentuan ini, ternyata pada tahap
pelaksanaan dan penerapan serta penegakan hukumnya masih dirasakan kurangnya keefektipan dan fungsi hukum untuk perubahan-perubahan yang dikehendaki
pemerintah selaku pelopor pembangunan.
66
Menurut Robert B. Seidman 1978: 311-339, suatu peraturan dapat berfungsi dengan baik apabila diperhatikan adanya 4 empat faktor, yaitu:
1. Peraturan itu sendiri, artinya perundang-undangan harus direncanakan
dengan baik yaitu kaidah-kaidah yang bekerja memenuhi tingkah laku harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan kepastian, sehingga
suatu ketaatan atau tidak taatnya warga negara kepada hukum itu dapat disidik dan dilihat dengan mudah.
65
Syamsul Arifin, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan dalam Mewujudkan Pembangunan yang berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara, Penerbit; Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004,
hlm. 12.
66
Ibid, hlm. 12.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
2. Petugas yang menerapkan peraturan hukum harus menunaikan tugasnya
dengan baik dan mengumumkan secara luas. 3.
Fasilitas yang ada diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan hukum. 4.
Warga masyarakat menjadi sasaran peraturan tersebut akan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi aktivitasnya tergantung kepada
3 tiga variabel, yaitu: a.
apakah normanya sesuai dengan tujuan yang telah disampaikan; b.
apakah normanya sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan bagi posisi itu; dan
c. apakah warga masyarakat yang terkena peraturan digerakkan oleh
motifasi yang menyimpang. Selanjutnya Lon Fuller mengemukakan 8 delapan prinsip tolak ukur hukum
utamanya adalah sosok sebagai peraturan perundang-undangan, yakni:
67
1 Undang-undang yang bersifat umum memerlukan peraturan pelaksanaan.
2 Undang-undang agar dapat memenuhi fungsi mengatur harus diumumkan.
3 Undang-undang tidak boleh berlaku surut apabila ia dilihat sebagai alat
pemandu tingkah laku di masa yang akan datang. 4
Undang-undang harus jelas, tidak boleh mempunyai arti ganda, dalam konteks hermenetika atau metode penafsiran undang-undang.
67
Ibid, hlm. 12.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
5 Undang-undang tidak boleh bertentangan secara bathiniah, dalam arti undang-
undang tidak boleh melarang dan membolehkan suatu perbuatan pada waktu yang bersamaan.
6 Undang-undang tidak boleh menuntut hal yang tidak mungkin.
7 Undang-undang harus menjaga konsistensi, dalam arti undang-undang tidak
boleh sering berubah, dan 8
Undang-undang tidak hanya berlaku untuk rakyat, tetapi juga mengikat penguasa. NR. Segra, et.al, 1983: 122-128
B. Pengelolaan Tata Ruang di Labuhan Batu 1. Pengertian
Tata Ruang
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud ruang adalah:
“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya”. Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 327KPTS2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah:
“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia makhluk lain hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya”.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Adapun yang dimaksud dengan wujud structural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan social,
lingkungan buatan yang secara hirarkhis berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedang yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran
pemukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, dimana tata ruang yang tidak direncanakan adalah tata ruang yang
terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain-lain.
68
Selanjutnya Pasal 1 angka 5 menyebutkan yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu system proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang”. Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur tercakup
pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan
prasarana. Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang. Dalam hal ini, penataan ruang terdiri dari tiga
kegiatan utama, yaitu: 1.
perencanaan tata ruang, 2.
perwujudan tata ruang, dan 3.
pengendalian tata ruang.
69
68
Juniarso Ridwan Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Tata Ruang dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Cetakan I, Bandung: Penerbit NUANSA, 2007 hlm. 24.
69
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2001, hlm. 80.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang,
berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Tingkat manfaat ruang ini juga akan
sangat bergantung kepada pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia atau dapat disediakan secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata ruang akan
menghasilkan rencana-rencana tata ruang untuk memberikan gambaran tentang ruang mana, untuk kegiatan apa dan kapan.
70
Perencanaan atau plenning merupakan suatu proses, sedangkan hasilnya berupa rencana, dapat dipandang sebagai suatu bagian dari setiap kegiatan yang lebih
sekedar refleks yang berdasarkan perasaan semata. Tetapi yang penting perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam setiap keputusan social, setiap unit
keluarga, kelompok, masyarakat, maupun pemerintah terlibat dalam perencanaan pada saat membuat keputusan atau kebijakan-kebijakan untuk mengubah sesuatu
dalam dirinya atau lingkungannya. Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dari
hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai pada berbagai bidang kegiatan pemerintah, misalnya dalam pengaturan tata ruang. Rencana merupakan keseluruhan
tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib. Rencana yang demikian itu dapat
70
Ibid, hlm. 81.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
dihubungkan dengan stelsel perizinan, misalnya suatu perizinan pembangunan akan ditolak oleh karena tidak sesuai dengan rencana peruntukan.
Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasana Wilayah No. 327KPTS2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang yang
dimaksud dengan Rencana Tata ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang”.
Maksud diadakannya perencanaan tata ruang adalah untuk menyerasikan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien dan serasi. Sedangkan tujuan
diadakannya adanya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk mengarahkan struktur dan lokasi beserta hubungan fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka
pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup
secara berkelanjutan. Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfataan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan system yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya. Untuk menciptakan suatu penataan ruang
yang serasi harus memerlukan suatu peraturan perundang-undangan yang serasi pula diantara peraturan pada tingkat tinggi sampai pada tingkat bawah, sehingga terjadinya
suatu koordinasi dalam penataan ruang. Dalam penjelasan umum nomor 4 dari UU No. 26 Tahun 2007 menyebutkan
Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab,
penataan ruang menurut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan dan keterpaduan antar daerah, antar
pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan. Dalam undang- undang ini, penataan ruang didasarkan pada pendekatan system, fungsi utama
kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai startegis kawasan. Salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut UUPA No. 5 Tahun
1960 dapat ditemukan dalam Pasal 2, 14 dan 15. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata
ruang, Pasal 2 UUPA membuat wewenang untuk:
71
1 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Konsep tata ruang dalam 3 tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan
mekanisme kelembagaan dan untuk perencanaannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan:
71
Ibid, hlm. 79.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
1 Pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa; dan 2
Berdasarkan rencana umum tersebut Pemda mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa.
Selanjutnya Pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban
setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah.
Tanah adalah ruang daratan yang merupakan bagian subsistem dari ruang secara keseluruhan.
72
Pasal 16 UUPA mewajibkan pemerintah untik menyusun rancangan umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah untuk berbagai macam
keperluan pembangunan. Dalam UUPA sendiri tidak ada penegasan arti dari ketiga istilah tersebut. Namun nampak tujuan dari setiap rencana ini tidak lain adalah untuk
mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945 yakni untuk kemakmuran rakyat.
Rencana umum persediaan tanah adalah suatu pemenuhan kebutuhan tanah untuk berbagai pembangunan, yang berkaitan dengan rencana umum peruntukan
tanah. Persedian tanah untuk pembangunan yang baik adalah persediaan tanah yang didasarkan pada kondisi obyektif fisik tanah dan keadaaan lingkungan, oleh karena
72
Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 1994, hlm. 116.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
itu rencana umum untuk peruntukan tanah di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten kota seharusnya memiliki kesamaan. Rencana umum penggunaan tanah adalah usaha
untuk pemenuhan tanah untuk rencana pembangunan atau program-program yang sudah ada. Dengan demikian rencana umum penggunaan tanah baru dapat disusun
setelah adanya program pembangunan, sedangkan penyusunan rencana umum mengenai peruntukan tanah maupun persediaan tanah tidak perlu menunggu program-
program pembangunan. Pada negara hukum kemasyarakatan hukum modern, rencana selaku figur
hukum dari hubungan hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari pemikiran. Rencana-rencana dijumpai pada belbagai bidang kegiatan pemerintahan,
misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan dan pendidikan.
73
Suatu rencana peruntukan terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
74
a. Peta perencanaan
Di sini terdapat peruntukan dari tanah dimaksud. Peta perencanaan itu dapat dipandang sebagai suatu himpunan bundle yang saling berkaitan.
b. Peraturan berkenaan dengan penggunaan pemanfaatan
Peraturan berkenaan dengan penggunaan Pemanfaatan ini dapat dipandang sebagai peraturan perundang-undangan. Bagi wilayah dari
rencana itu dapat diberlakukan secara berulang kali.
73
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction to the Indonesian Administrative Law Yogyakarta, 1995 dicetak oleh: Gajah Mada University Press, hlm,
156.
74
Ibid, hlm. 157.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Perencanaan kiranya juga berperan pada upaya pembebasan hak atas tanah. Pada Pasal 4 ayat 3 dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1975
tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah dikemukakan bahwa permohonan pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah harus disertai
dengan keterangan-keterangan tentang: 1
Status tanahnya jenis macam haknya, luas dan letaknya; 2
Gambar situasi tanah; 3
Maksud dan tujuan pembebasan tanah dan penggunaan selanjutnya; dan 4
Kesediaan untuk memberikan ganti rugi atau fasilitas-fasilitas lain kepada yang berhak atas tanah.
Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yang
mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif
tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari wilayah nasional, wilayah propinsi, wilayah kabupaten dan wilayah kota, yang
setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam
kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang terbuka yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik
dapat mendorong kearah adanya ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan penataan ruang wilayah
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
kota, undang-undang ini secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasnya ditetapkan paling sedikit
30 dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Menurut Keputusan Presiden Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang melimpahkan 9 sembilan
kewenangan kepada pemerintah daerah diatur dalam Pasal 2 ayat 2, yaitu: 1.
pemberian izin lokasi; 2.
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; 3.
penyelesaian tanah garapan; 4.
penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
5. penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum serta tanah absentee; 6.
penetapan dan penyelesaian tanah ulayat; 7.
pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; 8.
pemberian izin membuka tanah; dan 9.
perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten kota. Dengan adanya pelimpahan kewenangan tersebut, berarti kewenangan di
bidang pertanahan masih di pegang oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah hanya punya kewenangan apabila ada pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Dalam Pasal 13 ayat 1 dan Pasal 14 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, mengatur tentang urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten kota, sebagai berikut:
a perencanan dan pengendalian pembangunan;
b perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
c penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d penyediaan sarana dan prasarana umum;
e penanganan bidang kesehatan;
f penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten kota;
h pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten kota;
i fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas
kabupaten kota; j
pengendalian lingkungan hidup; k
pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten kota; l
pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m
pelayanan administrasi umum pemerintahan; n
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten kota;
o pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten kota; dan
p urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Dalam Pasal 14 ayat 1 huruf k juga menyebutkan salah satu urusan wajib pemerintah daerah kabupaten kota adalah pelayanan pertanahan. Bunyi selengkapnya
Pasal 14 ayat 1 adalah sebagai berikut: Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten kota
merupakan urusan dalam skala kabupaten kota yang meliputi: a.
perencanaan dan pengendalian pembangunan; b.
perencanaan dan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; c.
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d.
penyediaan sarana dan prasarana umum; e.
penanganan bidang kesehatan; f.
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g.
penanggulangan masalah sosial; h.
pelayanan bidang ketenagakerjaan; i.
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j.
pengendalian lingkungan hidup; k.
pelayanan pertanahan; l.
pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m.
pelayanan administrasi umum pemerintahan; n.
pelayanan administrasi penanaman modal o.
penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p.
urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang- undangan.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Menurut kedua pasal tersebut, salah satu urusan wajib pemerintah daerah baik bagi provinsi maupun kabupaten kota adalah pelayanan pertanahan.
2. Perencanaan Tata Ruang