Kajian Perlunya Revisi RTRW Kabupaten Filosofi Peran Serta Masyarakat PSM

e. Terjadinya pemekaran wilayah kecamatan yang semula berjumlah hanya 14 wilayah administratif menjadi 22 wilayah administratif kecamatan yang berpengaruh terhadap pusat-pusat pelayanan dan pembentukan wilayah pengembangan.

3. Kajian Perlunya Revisi RTRW Kabupaten

Kajian menentukan perlu tidaknya peninjauan kembali dilakukan meliputi: a. Pertimbangkan untuk melakukan peninjauan kembali dilakukan apabila RTRW Kabupaten tidak sah dan kebijaksanaan eksternal berubah, karena meskipun pemanfaatan benar maka RTRW Kabupaten tidak dapat berfungsi lagi sebagai matra spasial pembangunan. Sebaliknya apabila RTRW perlu dipertahankan sehingga yang dilakukan adalah penertiban yang perupakan tindakan administrasi, perdata dan pidana seperti yang dijelaskan pada UU No. 241992 tentang Penataan Ruang b. Meskipun RTRWK ada kekurangan dan ada perubahan faktor eksternal, masih perlu diperiksa apakah RTRWK perlu ditinjau kembali. Hal ini mengakibatkan perubahan tertentu masih dapat ditoleransi dengan mempertimbangkan waktu dan biaya peninjauan kembali terhadap resiko apabila tidak dilakukan perubahan RTRWK. Untuk itu dibutuhkan kriteria yang indikasinya sebagai berikut: 1. Terjadinya perubahan kebijaksanaan pemerintahsektoral untuk pembangunan skala besar atau kegiatan penting sehingga tidak dapat ditampung oleh pola dan struktur ruang RTRWK yang ada, dimana Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 perubahan tersebut akan mengganggu rencana pola dan struktur ruang sehingga dapat menurunkan efisiensi pembangunan dan kerusakan lingkungan 2. Terjadinya perubahan oleh faktor internal dalam pembangunan wilayah kabupaten karena adanya perubahan preferensi, perkembangan kawasan- kawasan yang tidak dipertimbangkan sebelumnya

3. Terjadinya simpangan besar dalam pola pemanfaatan dan struktur ruang

yang disebabkan adanya penggunaan lahan yang tidak sesuai atau terjadinya penyimpangan pemberian izin lokasi pembangunan dan kurang tanggapnya pemerintah daerah terhadap dinamika pembangunan. 4. Kriteria Peninjauan Kembali Ketentuan mengenai adanya perubahan faktor eksternal dan internal antara lain: 1. Terdapat rujukan baru akibat perkembangan wilayah administratif 2. Terdapatnya kebijakan dan peraturan baru, baik oleh pemerintah pusat, daerah maupun sektoral. Kebijakan baru ini seringkali menerbitkan strategi perwilayahan di daerah, baik secara nasional, provinsi dan kabupaten dan perubahan bentuk kebijaksanaan dari Pola Dasar menjadi rujukan baru yaitu Rencana Strategis – Program Pembangunan Daerah Renstra – Propeda Kabupaten Labuhan Batu. 3. Terjadinya perubahan-perubahan dinamis akibat kebijaksanaan maupun pertumbuhan pusat ekonomi yang baru. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 Berdasarkan hal di atas maka dapat dirumuskan bahwa perubahan signifikan yang menyebabkan perlunya tinjauan kembali RTRW Kabupaten Labuhanbatu adalah seperti yang tersaji dalam Tabel 4 dibawah ini Tabel 4: Review Kondisi RTRWK Labuhan Batu 1996-2006 No. Faktor Kondisi RTRWK 1996- 2006 Kondisi Tahun 2004 Keterangan A. Eksternal 1. PERDA No.72003 Menggunakan RTRWP 1997 PERDA No.7 Tahun 2003 tentang RTRWP Sumut Perlunya kajian lebih dilevel kabupaten yang berpedoman ke RTRWP terbaru 2. Globalisasi sektor Perekonomian Masih bersifat lokal dan regional Sudah bersifat lintas negara AFTA dan WTO 3. Kebijakan strategi pembangunan Pola Dasar Pembangunan Propeda- Renstra B. Internal 1. Wilayah Kecamatan 14 kecamatan 22 kecamatan Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 Lanjutan Tabel 4 No Faktor Kondisi RTRWK 1996- 2006 Kondisi Tahun 2004 Keterangan 2. Pusat Pertumbuhan 3 WPPembantu Bupati Pembantu Bupati dihapus, antisipasi wilayah pemekaran Berkembangnya pusat pertumbuhan baru 3. Tata Jenjang Pusat Pusat Pelayanan 1 kota Orde I 3 kota Orde II 3 kota Orde III Pesatnya pertumbuhan kotadesa Berkembangnya pusat pertumbuhan baru 4. Sektoral: Kehutanan MengacuTGHK Perubahan kawasan hutan Perlunya kajian kawasan hutan 5. Jumlah Penduduk 765.000 jiwa 910.497 jiwa Merupakan data tahun 2003 Tabel tersebut menunjukkan beberapa faktor besar yang digunakan untuk mempertimbangkan adanya revisi rencana tata ruang Kabupaten Labuhanbatu. Untuk mengetahui substansi yang menjadikan perlunya revisi suatu rencana tata ruang Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 adalah perubahan dalam alokasi pemanfaatan ruang itu sendiri, sehingga kepuasan tentang perbandingan pemanfaatan ruang antara Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhanbatu tahun 1996-2006 dengan alokasi pemanfaatan ruang pada RTRWP Sumatera Utara berdasarkan PERDA No 7 tahun 2003 serta kondisi eksisting yang ada sekarang. Tabel berikut menjelaskan beberapa perbandingan pemanfaatan ruang seperti yang dimaksud. Tabel 5 : Substansi Ruang yang Mempengaruhi Perlunya Revisi RTRWK 1996-2006 No Substansi Ruang RTRWK Labuhanbatu 1996-2006 PERDA No 7 Tahun 2003 Kondisi Eksisting 1 Hutan Lindung Kawasan Lindung 81.958 ha 108.013 ha 74.635 ha 2 Kawasan Budidaya Hutan 135.524,5 ha 158.672,92 ha 109.767 ha 3 Kawasan Budidaya Pertanian Pangan 62.153 ha 165.433 ha 163.696 ha 4 Kawasan Budidaya Perkebunan 415.371,91 ha 385.783 ha 423.164 ha 5 Jumlah Kecamatan 14 - 22 Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 Substansi ruang yang tercantum di atas merupakan kategori pokok saja yang menjadi penciri khas pola pemanfaatan ruang. Data tersebut belum termasuk penggunaan-penggunaan lainnya. Urusan wajib penataan ruang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengintegrasikan penyusunan, pelaksanaan dan pengendalian rencana Tata Ruang sehingga ruang dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berwawasan lingkungan. Sasaran yang ingin dicapai dari Urusan Wajib Penataan Ruang adalah terintegrasinya Rencana Tata Ruang untuk menjamin keterpaduan antar wilayah dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pelaksanaannya, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat efektif dan efisien. Untuk mencapai sasaran tersebut dialokasikan dana sebesar Rp. 310.077.300,- tiga ratus sepuluh juta tujuh puluh tujuh ribu tiga ratus rupiah dan telah direalisasikan sebesar Rp. 15.293.500,- lima belas juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu lima ratus rupiah atau 4,93 . 88 Program dan Kegiatan Program dan kegiatan pada urusan wajib penataan ruang seluruhnya dilaksanakan oleh Dinas Kimprasda yaitu Program Perencanaan Tata Ruang, dengan alokasi dana sebesar Rp. 310.077.300,- tiga ratus sepuluh juta tujuh puluh tujuh ribu tiga ratus rupiah dan telah direalisasikan sebesar Rp. 15.293.500,- lima belas juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu lima ratus rupiah atau 4,93 , untuk 88 Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Labuhan Batu tahun anggaran 2008, kepada DPRD Kabupaten Labuhan Batu, Rantau Prapat, Maret 2009. Hal. IV-33. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 melaksanakan kegiatan secara keseluruhan tidak terealisasi atau capaian keluarannya nol. Kegiatan tersebut adalah: 89 Tabel 6 : Kegiatan Secara Keseluruhan tidak terealisasi atau capaian Keluarannya nol No Uraian Realisasi Cap. Keluaran Realisasi Anggaran 01 Sosialisasi Peraturan Perundang- undangan tentang Rencana Tata Ruang 0,00 0,00 02 Revisi Rencana Tata Ruang 0,00 10,20 03 Pelatihan Aparat dalam Perencanaan Tata Ruang 0,00 0,00 04 Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Rencana Tata Ruang 0,00 0,00 Realisasi rata-rata Program 0,00 4,93 Permasalahan yang dihadapi pada pelaksanaan urusan wajib Penataan Ruang antara lain: 1. Rencana tata ruang yang ada belum sepenuhnya menjadi pedoman karena belum mendapatkan pengesahan melalui Peraturan Daerah. 2. Belum terbentuknya Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah, sehingga pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang masih belum berjalan sebagaimana mestinya. 3. Dilihat dari kedalaman materinya Rencana Tata Ruang yang ada belum memadai. 90 Untuk mengatasi permasalahan yang ada perlu ditempuh upaya sebagai berikut: 89 Ibid. 90 Ibid. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 a. Menyusun Perda untuk Rencana Tata Ruang Kabupaten dan beberapa rencana Tata Ruang Ibukota Kecamatan b. Menyusun Rencana Tata Ruang pada Ibukota Kecamatan yang belum memiliki Rencana Tata Ruang. c. Mensosialisasikan Rencana Tata Ruang agar dapat dipedomani secara luas. d. Membentuk Badan koordinasi Tata Ruang untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang. e. Menyusun Rencana Tata Ruang yang lebih detail. 91 Jadi berdasarkan penelitian diatas dapat dikatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhan Batu belum berjalan sebagaimana mestinya dan belum mengacu kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, banyak terjadi deviasi penyimpangan dari UU tersebut. 91 Ibid. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009

BAB III PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN

LINGKUNGAN UNTUK PENATAAN RUANG DI KABUPATEN LABUHAN BATU

A. Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang

Dalam perjalanan perencanaan kota dan wilayah, dilakukan berbagai upaya pendekatan dengan terminologi baru seperti bottom up planning, participatory planning, democratic planning, grass root planning, public involvement, collaborative planning, advocacy planning, dan sebagainya yang menunjukkan adanya kesamaan dalam hal filosofi dasar, yaitu demokrasi, dimana anggota masyarakat harus memiliki kesempatan berperan serta di dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan masa depan mereka.

1. Filosofi Peran Serta Masyarakat PSM

Pada tahun 1987 John Friedman mendefinisikan labih luas mengenai planning, yaitu sebagai upaya menjembatani pengetahuan ilmiah dan teknik kepada tindakan-tindakan dalam domain publik, menyangkut proses pengarahan sosial dan proses transformasi sosial. Dikaitkan dengan kelembagaan, sistem perencanaan diklasifikasikan menjadi sebagai berikut: a Perencanaan sebagai social reform. Dalam sistem ini, peran pemerintah sangat dominan. Sifat perencanaan: centralized, for people, top-down, berjenjang, dan dengan politik terbatas. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 b Perencanaan sebagai policy analysis. Dalam sistem ini, pemerintah bersama stakeholders memutuskan permasalahan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini: decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka. c Perencanaan sebagai social learning. Dalam sistem ini pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Sifat perencanaan: learning by doing, decentralized, by people, bottom-up, dan dengan politik terbuka. d Perencanaan sebagai social transformation. Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideologi ‘kolektivisme komunitarian’. 92 Model-model perencanaan sebelumnya dapat diparalelkan dengan klarifikasi sistem perencanaan menurut kelembagaan ini. Model synoptic misalnya dapat dikategorikan perencanaan sebagai sosial reform. Sementara itu, transactive planning dikategorikan perencanaan sebagai social learning, dan radical planning dalam kategori perencanaan sebagai social transformation.

2. Konsepsi Peran Serta Masyarakat