3. Rencana Tata Ruang Kabupaten Labuhan Batu
Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Dati II Labuhan Batu didasarkan atas azas:
75
a. Manfaat yaitu pemanfaatan ruang secara optimal yang tercermin dalam
penentuan jenjang fungsi pelayanan kegiatan dan sistem jaringan; b.
Keseimbangan dan keserasian yaitu menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah;
c. Kelestarian yaitu menciptakan hubungan yang serasi antara manusia dan
lingkungan yang tercermin dari pola intensitas pemanfaatan ruang. Tujuan dari Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Dati II
Labuhan Batu sesuai dengan Pasal 3, yaitu berbunyi: “RTRW Kabupaten Dati II Labuhan Batu bertujuan untuk mewujudkan pemanfaatan ruang Kabupaten
Daerah Tingkat II Labuhan Batu yang serasi dan optimal sesuai dengan ketentuan dan kemampuan daya dukung lingkungan serta sesuai dengan
kebijaksanaan pembangunan nasional dan provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara.”
Sasaran Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Dati II Labuhan Batu sesuai dengan Pasal 4 yang berbunyi:
75
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu Nomor 6 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu Tahun 1996-2006,
Lembaran daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu Nomor 4 Tahun 1997, Seri D Nomor 3, Pasal 2.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
a. Memberikan arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budaya;
b. Memberikan arahan pengembangan kawasan budidaya, sistem pusat-pusat
permukiman, sistem sarana dan prasarana wilayah, dan kawasan yang perlu diprioritasnya pengembangannya;
c. Memberikan arahan kebijaksanaan yang menyangkut tata guna tanah, tata
guna air, tata guna udara, tata guna hutan dan tata guna sumber daya alam lainnya serta kebijaksanaan penunjang penataan ruang yang direncanakan.
Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Labuhan Batu sesuai dengan Pasal 5 adalah:
a. Sebagai matra ruang dari Pola Dasar Pembangunan Daerah Tingkat II
Labuhan Batu dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah REPELITADA Tingkat II Labuhan Batu serta menjadi acuan untuk
penyusunan REPELITADA Tingkat II Labuhan Batu pada periode berikutnya;
b. Memberikan arah kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang di
Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu sesuai dengan kondisi wilayah dan berasaskan pembangunan yang berkelanjutan;
c. Untuk mewujudkan keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antara
wilayah di dalam Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu; d.
Untuk memberikan kejelasan arahan investasi yang dilakukan Pemerintah, masyarakat dan swasta;
e. Sebagai dasar menyusun rencana-rencana yang lebih terinci sifatnya.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Strategi pengembangan tata ruang menurut Pasal 11 mencakup: a.
Strategi pemanfaatan kawasan lindung; b.
Strategi pengembangan kawasan budidaya; c.
Strategi pengembangan kota-kota dan pedesaan; d.
Strategi pengembangan sistem prasarana dan saran; e.
Strategi pengembangan kawasan prioritas. Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan keseimbangan pemanfaatan
sumber daya alam, sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, maka strategi pemanfaatan kawasan lindung adalah sebagai berikut:
a. Kawasan hutan lindung, kawasan hutan suaka alam dan kawasan hutan
wisata, serta kawasan-kawasan lainnya sesuai dengan kriteria Keppres Nomor 32 Tahun 1990 dipertahankan sebagai kawasan lindung;
b. Mencegah adanya dampak sosial ekonomi akibat dari penetapan areal
kawasan lindung dengan pengarahan bentuk kegiatan, pembatasan- pembatasan, penerapan perangkat insentif dan disinsentif.
Untuk meningkatkan keterkaitan potensi, daya dukung wilayah, dan keselarasan serta keterpaduan pengembangan kawasan budidaya secara umum
adalah peningkatan infrastruktur sesuai dengan kebutuhannya, dan secara khusus menurut Pasal 13, antara lain:
a. Strategi pengembangan hutan adalah:
1. Mempertahankan jenis-jenis kawasan hutan produksi tetap, hutan
produksi terbatas, dan hutan produksi konversi;
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
2. Peningkatan dan pengelolaannya sebagai suatu kekayaan alam yang
penting sehingga dapat mempertahankan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dengan tetap menjaga fungsi dan kemampuannya dalam
melestarikan lingkungan hidup; 3.
Mengembangkan hutan tanaman industri HTI dengan mengutamakan pola perkebunan inti rakyat PIR.
b. Strategi pengembangan kawasan tanaman pangan adalah:
1. Melanjutkan dan meningkatkan usaha-usaha diversifikasi,
intensifikasi, ekstensifikasi serta rehabilitasi secara terpadu, serasi dan merata sesuai dengan kondisi tanah, air dan iklim dan
lingkungan hidup serta mempertahankan tatanan kehidupan masyarakat;
2. Peningkatan kondisi tanaman pangan untuk memantapkan
swasembada pangan dan sekaligus memperbaiki gizi; 3.
Diterapkannya prinsip pembatasan terhadap kemungkinan pergeseran atau pengalihan penggunaan lahan sawah yang menjadi
jenis penggunaan lainnya, terutama dalam hal ini adalah lahan sawah beririgasi.
c. Strategi pengembangan kawasan perkebunan adalah:
1. Peningkatkan produksi ditujukan untuk eksport dan memenuhi
kebutuhan dalam negeri terutama untuk keperluan industri.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
2. Perluasan areal perkebunan terutama perkebunan besar beserta pola
PIR dilakukan secara selektif pada daerah yang memungkinan perluasannya dikaitkan dengan perluasan lapangan kerja.
3. Peningkatkan kualitas perkebunan melalui perbaikan teknik
bercocok tanam, rehabilitasi, dan upaya diversifikasi. d.
Strategi pengembangan perikanan adalah: 1.
Peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan eksport melalui usaha budidaya di daerah pantai,
tambak dan air tawar. 2.
Peningkatan usaha penangkapan ikan di daerah pantai dan lepas pantai termasuk pemanfaatan zona ekonomi eksklusif, serta
pengembangan pelabuhan perikanan. 3.
Perlindungan dan pengembangan perikanan rakyat dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan serta memajukan
desa-desa pantai. e.
Strategi pengembangan peternakan, adalah: 1.
Peningkatan produksi yang berorientasi pada peningkatan pendapatan, perluasan kesampatan kerja melalui usaha agribisnis
agroindustri dan efisiensi usaha dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta ekspor;
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
2. Pengembangan peternakan lebih diarahkan kepada pola
pengembangan intensif, dan dapat terintegrasi dengan kegiatan yang saling mendukung untuk meningkatkan nilai tambah usaha;
3. Mendorong pengembangan peternakan rakyat serta meningkatkan
peranan Koperasi dan swasta. f.
Strategi pengembangan pertambangan, adalah: 1.
Peningkatan usaha pertambangan agar tetap berpedoman pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
2. Mendorong tumbuh dan berkembangnya pertambangan rakyat
melalui penyuluhan dan pembinaan keterampilan teknologi pertambangan rakyat.
g. Strategi pengembangan kepariwisataan, adalah:
1. Pengembangan kepariwisataan berorientasi kepada pembangunan
yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; 2.
Menggali potensi pariwisata baru; 3.
Peningkatan kualitas pengelolaan dan kualitas objek wisata. h.
Strategi pengembangan industri, adalah: 1.
Pengembangan industri diarahkan kepada jenis industri yang berorientasi ekspor dan memiliki nilai tambah yang tinggi;
2. Pengembangan industri secara selektif dalam pengertian berorientasi
pada pengembangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
3. Pengembangan sarana dan prasarana yang akan mendukung
pengembangan industri; 4.
Peningkatan kemampuan teknologi masyarakat setempat yang sesuai dengan jenis industri yang berkembang sekaligus dalam rangka
perluasan kesempatan kerja. i.
Strategi pengembangan kegiatan jasa, adalah: 1.
Pengembangan kegiatan jasa berdasarkan jenis lingkup dan jangkauan pelayanannya disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan
sekaligus dikaitkan dengan kesempatan kerja. 2.
Pengembangan kegiatan jasa diselaraskan dengan pola pelayanan dari pusat-pusat pelayanan yang ada dalam wilayah baik untuk
jangkauan pelayanan internal wilayah maupun eksternal wilayah. Untuk mengembangkan kota-kota dalam satu kesatuan sistem hirarki
kota agar berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan, maka strategi pengembangan perkotaan menurut Pasal 14 adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan perkotaan harus dapat menunjang kawasan pedesaan yang
merupakan wilayah belakangnya dan memperhatikan perkembangan kota itu sendiri;
b. Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut di atas kualitas prasarana dan
sarana kota akan ditingkatkan secara terpadu; c.
Untuk lebih meningkatkan keterkaitan antar kota dan antara kota dengan wilayah belakangnya perlu dilakukan pemantapan orde kota.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Untuk meningkatkan keterkaitan dan keterpaduan pengembangan wilayah, maka strategi pengembangan pedesaan menurut Pasal 15, adalah:
a. Pengembangan pedesaan harus dapat menunjang pengembangan wilayah
secara keseluruhan; b.
Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, kelangkapan dan kualitas prasarana dan saran di pedesaan akan ditingkatkan secara terpadu;
c. Meningkatkan keterkaitan kawasan pedesaan dengan kawasan pusat-pusat
pertumbuhan perkotaan. Untuk meningkatkan pengembangan prasarana dan sarana pelayanan
kepada masyarakat, maka strategi pengembangan sistem prasarana dan sarana menurut Pasal 16 adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan dan peningkatan prasarana dan sarana ditujukan untuk
menunjang pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, meningkatkan stabilitas politik dan kesejahteraan masyarakat;
b. Membuka daerah yang terisolir sehingga dapat merangsang
perkembangannya, serta meningkatkan dan menyempurnakan sistem transportasi pada daerah padat perkotaan dan rawan lalu lintas;
c. Mendorong peningkatan angkutantranportasi;
d. Mendorong perkembangan prasarana dan sarana irigasi guna menunjang
peningkatan produksi dan perluasan pertanian. Strategi pengembangan wilayah prioritas menurut Pasal 17 adalah
sebagai berikut:
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
a. Memberikan prioritas penyediaan atau peningkatan prasarana dan sarana
termasuk meningkatkan keterkaitan spasial antar kawasan dengan kota yang memiliki fungsi pemasaran;
b. Mendorong dunia usaha untuk berpartisipasi dalam pengembangan kawasan
prioritas dengan memberikan kemudahan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c. Mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia;
d. Mendorong alokasi dana pada pengembangan kawasan prioritas.
Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Dati II Labuhan Batu pada kawasan lindung sesuai dengan isi Pasal 18, yaitu kawasan lindung di
Kabupaten Dati II Labuhan Batu terdiri dari sebagai berikut: a.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b.
Kawasan perlindungan setempat; c.
Kawasan suaka alam dan cagar budaya. Menurut Pasal 19 bahwa “kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 butir a adalah kawasan hutan lindung yang terletak di Kecamatan Kualuh Hulu, Aek
Natas, Na. IX-X, Bilah Barat, Rantau Utara dan Sungai Kanan.” Dalam Pasal 20, kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 butir b di atas, meliputi:
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
a. Kawasan sempadan pantai yang meliputi daratan sepanjang tepian yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
b. Kawasan sempadan sungai yang berada di luar pemukiman meliputi
kawasan selebar 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai;
c. Kawasan sempadan sungai yang berada di dalam kawasan pemukiman harus
cukup untuk membangun jalan inspeksi yaitu antara 10-15 meter; d.
Kawasan sekitar danauwaduk yang meliputi daratan sepanjangtepian danauwaduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
danauwaduk antara 50-100 meter dari pasang tertinggi ke arah darat; e.
Kawasan sekitar mata air yang meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.
Kawasan prioritas di kabupaten daerah tingkat II Labuhan Batu yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan terdiri dari:
a. Kawasan pengembangan baru, terletak di Kecamatan Kualuh Hilir dan
Pantai Hilir dengan kegiatan meliputi pengembangan pertanian pangan lahan basah, perkebunan besar dan perkebunan rakyat, serta perikanan,
yang didukung oleh pengembangan prasarana transportasi dan pengairan;
b. Kawasan yang perlu ditangani segera terletak di Kecamatan Aek Natas,
Na.XI-X, Kualuh Hulu, Bilah Barat dan sungai kanan, yang berkaitan
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
dengan pengamanan kawasan hutan lindung yang berpotensi konflik dengan kegiatan budidaya yang merupakan kantong-kantong di
dalamnya, yang untuk itu perlu ditegaskan deliniasi secara seksama serta pemberlakuan perangkat insentif dan disinsentif;
c. Kawasan pendorong perkembangan yaitu kawasan yang relatif paling
maju dan wilayah kabupaten daerah tingkat II Labuhan Batu yang dapat mendorong perkembangan wilayah keseluruhan berupa sumbu wilayah
atau sumbu koridor perkembangan dimana terdapat pusat-pusat menonjol: Rantau Prapat, Aek Kanopan, Aek Nabara, dan Kota Pinang
yang perkembangannya di satu pihak diharapkan dapat menyelaraskan perkembangan kawasan-kawasan sekitarnya, di lain pihak perlu
diantisipasi agar tidak menimbulkan permasalahan di kawasan tersebut di kemudian hari seperti menurunnya kondisi lingkungan, kemacetan
lalu lintas, penataan lingkungan pemukiman, pengembangan prasarana dan sebagainya.
Tabel 1: Daftar Tata Ruang Kabupaten Labuhan Batu
76
Nomor Uraian Tahun Penyusunan
1. Rencana Induk Kota RIK Rantauprapat
19801981 2.
Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK Aek Kanopan
19891990 3.
Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK Kota Pinang
19901991 4.
Rencana Umum Tata Ruang Detail RUTRD Labuhan batu
19911992
76
“Daftar Tata Ruang Kabupaten Labuhan Batu”, Dikutip dari http:bappedalabuhanbatu.comcontent.php?id=17, Diakses tanggal 2 Februari 2009.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Lanjutan Tabel 1
Sumber: BAPPEDA Labuhan Batu
Nomor Uraian Tahun Penyusunan
5. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Labuhanbilik 19911992
6. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Rantauprapat Tahap I, II 19911992
7. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Rantauprapat Tahap III, IV, V 19921993
8. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Negeri Lama 19921993
9. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Aek Nabara 19931994
10. Rencana Umum Tata Ruang RUTR Desa
Tanjung Sarang Elang 19941995
11. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Langga Payung 19941995
12. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW
Labuhanbatu 19951996
13. Rencana Detail Tata Ruang Kota RDTRK
Kotif Rantauprapat Tahap I 19941995
14. Rencana Detail Tata Ruang Kota RDTRK
Kotif Rantauprapat Tahap II 19951996
15. Rencana Detail Tata Ruang Kota RDTRK
Kotif Rantauprapat Tahap III 19961997
16. Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK
Marbau dan Aek Kota Batu 19961997
17. Rencana Umum Tata Ruang RUTR Kawasan
Wisata Aek Buru 19961997
18. Rencana Umum Tata Ruang RUTR Kawasan
Wisata Aek Pandayangan 19961997
19. Rencana Umum Tata Ruang RUTR Cikampak
19971998 20.
Rencana Umum Tata Ruang RUTR Tanjung Medan
19971998 21.
Rencana Umum Tata Ruang RUTR Bandar Durian
19971998 22.
Rencana Umum Tata Ruang RUTR Sungai Berombang
19981999 23.
Rencana Umum Tata Ruang RUTR Kampung Mesjid
19981999 24.
Revisi RUTRK Aek Kanopan 19981999
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Hutan sebagai paru-paru dunia, dewasa ini merupakan persoalan global Internasional, sehingga dalam upaya penyelamatan dan pelestariaannya
dilakukan pemetaan kembali kawasan yang ditetapkan sebagai areal hutan, namun kenyataan di lapangan, tak jarang timbul persoalan baru terkait
sengketa agraria tentang telah beralih fungsi dan termanfaatkannya untuk kegiatan di pelbagai sektor.
77
Dalam pemetaan kembali kawasan yang dijadikan sebagai areal hutan di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Labuhanbatu teraplikasi melalui
Surat Keterangan SK Menhut No. 44 Menhut-II2005, tentang Penunjukan Kawasan Hutan di wilayah propinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 Ha.
Hal itu merupakan implementasi dan didasari oleh keluarnya Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 923KptsUm121982 lalu. Dimana, sebelumnya
sebenarnya telah pernah dilakukan dan ditunjuk kawasan-kawasan sebagai areal hutan di wilayah propinsi Dati II Sumut, versi Menteri Pertanian dengan
luas ± 3.780.132,02 Ha. Namun, seiring dengan itu, walau terjadi penyusutan jumlah luasnya,
akan tetapi, berdasarkan Peraturan Daerah Perda Nomor; 7 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Propinsi Sumatera utara Tahun
2003-2018 yang ketika itu ditanda tangani oleh H.Ahmad Azhari selaku Ketua DPRDSU dan Alm.H.Rizal Nurdin sebagai Gubernur Sumut, telah di
77
Dikutip dari http:dammex.blogspot.com200707sk-menhut-no-44-2005-sengsarakan- rakyat.html, Diakses tanggal 2 Februari 2009.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
alokasikan kawasan hutan Propinsi Sumut. Alokasi tersebut terdiri dari sebagai Kawasan Suaka AlamKawasan Pelestarian Alam seluas ± 477.070 Ha, Hutan
Lindung seluas ±1.297.330 Ha, Hutan Produksi Terbatas ± 879.270 Ha, sedangkan hutan Produksi tetap seluas ±1.035.690 Ha dan hutan Produksi yang
dapat di konversi seluas ± 52.760 Ha, sebagai embrio data luas hutan yang diadopsi oleh Menteri Kehutanan, sehingga terlahirlah SK Menteri Kehutanan
yang ditanda tangani Menteri Kehutanan RI, H.MS Kaban, tertanggal 16 Pebruari 2005 lalu, untuk penetapan kawasan-kawasan hutan di Sumut.
Namun, seiring laju perkembangan di bumi Ika Bina En Pabolo itu, baik semakin luasnya kebutuhan masyarakat guna pemanfaatan dan pembukaan
areal hutan sebagai kawasan permukiman untuk areal hunian penduduk maupun pengalihan fungsi lahan hutan sebagai perkebunan dan perladangan,
memunculkan satu fenomena fundamental tentang bergulirnya kepermukaan berbagai sengketa agraria, baik secara vertikal maupun horizontal.
Permasalahan yang muncul adalah, banyak para warga yang telah memanfaatkan dan mengolah areal hutan, baik dalam melakukan aktivitas
pembukaan permukiman baru di areal hutan, yang kini telah menjadi tempat permukiman berbagai masyarakat heterogen. Sebelumnya hanya sekelompok
komunitas yang berdiam di kawasan bukan hutan itu, kini berkembang dan
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
mengundang kedatangan warga dari luar. Pada akhirnya semakin memacu laju perkembangan pembangunannya.
78
Selain itu, dengan pembukaan kawasan hutan dimanfaatkan sebagai areal perkebunan berbagai komoditas, yang lebih didominasi dalam budidaya
tanaman holtikultura berupa kelapa sawit dan karet sebagai tanaman komoditas daerah dengan julukan ‘pedro dollar’. Pembukaan itu dilakukan oleh
masyarakat perorangan, maupun pihak swasta dalam negeri Perusahaan Modal Dalam NegeriPMDN dan swasta asing Perusahaan Modal AsingPMA
dalam memamfaatkan kawasan hutan dengan jumlah luas ratusan bahkan ribuan hektar.
Dalam kenyataannya, kawasan hutan bukaan baru tersebut juga tak jarang mendapat dukungan dari berbagai pihak. Hal ini bermula dari keluarnya
ijin pengolahan hutan oleh pihak aparatur pemerintahan terkecil di tingkat pedesaan, hingga keluarnya ijin prinsip dari Pemerintah Kabupaten setempat
dan terakhir, teregistrasinya di Badan Pertanahan Negara BPN setempat. Akibatnya, memperoleh nomor sertifikasi sebagai kepastian hukum dalam
kepemilikan Hak Atas Tanah. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan ditelurkannya Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2005, tentang penetapan kawasan-kawasan sebagai areal hutan, juga memunculkan
satu persoalan besar yang mendasar. Sebab, dalam SK tersebut, dengan nyata
78
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
diterapkan beberapa titik dalam koordinat di wilayah Labuhanbatu yang semestinya dibebaskan untuk dijadikan sebagai kawasan-kawasan hutan.
79
Berdasarkan kenyataan yang ada, satu dari beberapa tempat yang dinyatakan sebagai kawasan hutan di Labuhanbatu itu, memicu kekhawatiran
para warga yang bermukim di wilayah itu. Contohnya, di kecamatan Kualuh leidong- Labuhanbatu, seribuan warga yang berdiam di daerah itu, walau
dengan nyata telah dinyatakan oleh BPN setempat telah memiliki Hak Atas Tanah dengan teregistrasinya dalam format surat yang bernama Sertifikat
tanah, akan tetapi, warga yang juga masih dinyatakan sebagai Rakyat Indonesia itu, terpaksa berdelegasi ke DPRD SU, terkait kekhawatiranya bakal di’gusur’
dari daerah itu, karena ditetapkan sebagai kawasan hutan. Munculnya persoalan urgent ini, juga mengundang keprihatinan
berbagai element masyarakat, seperti halnya pendapat Jaffar Siddik, wakil Sekretaris The Enteng Center TEC ini, mengatakan, Hutan sebagai paru-paru
dunia, dalam penyelamatan kelestariannya, kini telah menjadi persoalan bersama-sama, bahkan dengan pihak Internasional.
Namun, kuat indikasi disebabkan kurangnya koordinasi lintas sektoral di antara aparatur pemerintahan memicu tidak akurat dan sinkronnya data yang
ada, Koordinasi antara pihak Badan Pertanahan Negara di Labuhanbatu dengan pihak Pemerintah setempat, kurang efektif, sehingga menjadi pemicu
79
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
permasalahan. Karena, dalam mengolah data dan informasi seputar pertanahan dan kawasan hutan kurang akurat.
Sedangkan para pejabat di daerah itu yang melakukan pembukaan kawasan hutan di kaki bukit barisan yang merupakan sebagai areal tangkapan
air di hulu sungai dengan melakukan pembukaan hutan sebagai perkebunan kepala sawit ataupun karet, tidak terdengar diharuskan melakukan pembebasan
areal untuk dijadikan sebagai kawasan hutan.
80
Dalam menyikapi persoalan itu ke depan, pemerintah Kabupaten Pemkab Labuhanbatu dalam hal ini di bawah kepemimpinan HT.Milwan,
agar melakukan penelitian ulang dan meninjau permasalahan di lapangan dan segera merekomendasikannya kepada pihak Menteri Kehutanan. Jangan
masyarakat kecil yang menjadi korban dan tergusur dari permukiman mereka. Seyogyanya pihak pemerintah setempat diminta untuk dengan segera
melakukan upaya mencari sebuah solusi penyelesaian masalah. Hal senada juga diungkapkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat
LSM Cinta Tanah Air Pantai Area CTAPA Labuhanbatu, Lahmuddin Hasibuan mengatakan, ekses dari para aparatur di bidang pertanahan dan
aparatur pemerintahan di desa, kurang menguasai dan memiliki data tentang perangkat dan peraturan berlaku dalam pertanahan dan kehutanan di daerah
80
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Labuhanbatu. Hal ini telah memicu munculnya berbagai persoalan agraris di daerah itu.
81
Ekses dari bermunculannya sengketa agraria di Labuhanbatu, pada gilirannya, menempatkan posisi Bupati Labuhanbatu dalam hal ini ‘terjebak’
oleh persoalan-persoalan seputar penyelesaian berbagai sengketa pertanahan yang kian berkembang ke permukaan di daerah itu. Itu semua, dampak dari
keteledoran perbuatan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah bawahannya. Pihak aparatur terkait tidak turun ke lapangan dalam melakukan
penelitian seputar pemanfaatan dan rencana pengalihan fungsi lahan kawasan hutan menjadi areal permukiman penduduk maupun sebagai kawasan
perkebunan. Belum lagi, ekses dari mencuatnya persoalan itu juga menutup akses
masyarakat kepada pihak perbankan dalam melakukan transaksi peminjaman keuangan guna memajukan perekonomian.
Direktur Lembaga Bina Masyarakat Indonesia LBMI, Yos Batubara, mengatakan bahwa keputusan Menteri Kehutanan tersebut telah berdampak
kepada masyarakat Labuhanbatu oleh karena itu, katanya keputusan tersebut harus segera ditinjau kembali, atau imbuhnya, pihak yang dirugikan tidak
tertutup kemungkinan akan melakukan action melalui jalur hukum, sebab, LBMI tengah berkonsentrasi dalam menyusun acuan kepada Pemerintah
Kabupaten, Gubernur bahkan Presiden RI untuk mendorong percepatan
81
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
penyelesaian berbagai sengketa konflik pertanahan yang ada khususnya di Labuhanbatu, sebab bila hal ini dapat terwujud maka Labuhanbatu adalah
merupakan satu-satunya Kabupaten di Indonesia yang akan memiliki tim penyelesaian sengketa agraria yang di Perdakan.
82
Tabel 2 : Luas hutan Lindung dan 30 Kawasan DAS berdasarkan Satuan Wilayah Pengelolaan SWP
83
SWP Kawasan Lindung
Keppres 321990 Ha
30 hulu tambahan utk fungsi lindung
Luas diperlukan untuk kesinambungan hutan lindung
sebagian dari 3 1
2 3
4
Tapanuli Selatan 490.099
170.537 -
Tapanuli Tengah 81.925
4.510 -
Nias 225.650
- -
Tapanuli Utara 246.250
167.526,5 -
Labuhan Batu 78.650
30.938 -
Langkat 285.000
2.188 -
Karo 54.063
12.937 -
Simalungun 23.125
166.678 35.900
Dairi 80.625
11.511 -
Deli Serdang 30.238
78.338,5 -
Asahan 61.575
28.229 -
Total 1.657.200
673.693 35.900
Sumber : RTRW Propinsi Sumatera Utara
Tabel 3 : Arahan Pengembangan Kawasan Hutan Budidaya
84
Hutan Produksi tetap HA
SWP Hutan
Produksi Terbatas
HA Existing
30 Pelindung DAS
Total Hutan
Konversi
Tapanuli Selatan 323.439
119.375 170.537
289.912 10.625
Tapanuli Tengah 112.190
- 1.510
4.510 -
Nias 14.375
3.250 12.937
16.187 3.000
82
Ibid.
83
Dikutip dari situs http:www.bainfokom-sumut.co.id, Diakses tanggal 2 Februari 2009
84
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Lanjutan Tabel 3
SWP Hutan
Produksi Terbatas
HA Hutan
Produksi Tetap
HA Hutan
Konversi Existing
30 Pelindung DAS
Total
Tapanuli Utara 95.000
62.344 167.527
223.950 -
Labuhan Batu 75.000
5.625 11.511
17.176 -
Langkat -
- 2.188
2.188 -
Karo 40.000
18.880 30.938
49.618 30.625
Simalungun 81.250
15.000 -
15.000 -
Dairi 35.625
3.750 130.778
134.528 -
Deli Serdang 6.250
- 78.338
78.338 -
Asahan -
12.750 28.279
41.029 6.000
Total 784.129
240.774 637.493
872.367 50.250
Sumber : RTRW Propinsi Sumatera Utara
Arahan pola pengelolaan kawasan lindung mencakup:
85
a. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada
kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan setempat
yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan waduk serta kawasan sekitar mata air;
c. Arahan pola pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya; d.
Arahan pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada
kawasan bawahannya didasarkan atas strategi berikut:
85
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
a. Mempertahankan keberadaan hutan lindung sebagai hutan dengan tutupan
vegetasi tetap; b.
Mempertahankan fungsi hutan lindung sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir, dan erosi;
c. Mempertahankan keberadaan hutan lindung agar kesuburan tanah pada
hutan lindung dan daerah sekitarnya dapat terpelihara; d.
Melindungi ekosistem bergambut yang khas serta mengkonservasi cadangan air tanah;
e. Memberikan ruang yang memadai bagi peresapan air hujan pada zona-zona
resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir.
86
Arahan pola pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat c UU No. 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup didasarkan atas strategi berikut: a.
Melestarikan Taman Nasional dengan segenap kekhasan ekosistemnya; b.
Melestarikan cagar alam beserta segenap flora didalamnya yang tergolong uniklangka;
c. Melestarikan suaka margasatwa beserta segenap fauna di dalamnya yang
tergolong uniklangka; d.
Melestarikan taman wisata alamtaman buru dengan segenap keunikan alam dan ekosistemnya sehingga dapat dikembangkan sebagai obyek wisata;
86
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
e. Melestarikan cagar budaya yang berisikan benda-benda bersejarah
peninggalan masa lalu, berikut segenap adat istiadat, kebiasaan dan tradisi setempat yang unik;
f. Melestarikan kawasan hutan bakau sebagai tempat pemijahan ikanudang,
filter pencemar, dan penahan ombakarus laut. Arahan pola pengelolaan kawasan rawan bencana alam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat d UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup didasarkan atas strategi berikut :
a. Melindungi masyarakat dari ancaman dan gangguan langsung maupun tidak
langsung terhadap kerawanan bencana lingkungan; b.
Melindungi asset-asset sosial ekonomi masyarakat yang berupa prasarana, permukiman, dan kawasan budidaya dari gangguan dan ancaman bencana
lingkungan.
87
Evaluasi RTRW Kabupaten Labuhan Batu Tahun 1996-2006 Rekomendasi Umum
Peninjauan kembali dan Penyusunan Review Rencana Tata Ruang Wilayah adalah suatu kegiatan dalam sistem penataan ruang. Seperti yang digariskan dalam
UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, penataan ruang terdiri dari tiga tahapan yaitu Perencanaan, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Ruang yang
didasarkan pada Rencana Tata Ruang.
87
Ibid.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Peninjauan kembali merupakan upaya memperbaiki rencana agar rencana selalu dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan ruang dalam mewujudkan
tujuan pembangunan. Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan Pola dan Struktur Ruang yang
diinginkan di masa yang akan datang yang paling tepat untuk mewujudkan tujuan pembangunan di suatu wilayah. Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang dilakukan
pengkajian aspek-aspek sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan, perumusan konsepsi dan strategi yang didasarkan pada asumsi tertentu dan
faktor dinamika sosial yang bersifat internal maupun eksternal terhadap wilayah. Dalam perjalanan pemanfaatan rencana sebagai dasar pemanfaatan ruang dan
pengendalian ruang dapat terjadi berbagai kemungkinan yaitu antara lain: 1.
Perubahan faktor eksternal terhadap wilayah seperti perkembangan ekonomi nasional dan global, perubahan kebijaksanaan sektor dan perubahan tata ruang
wilayah provinsi. 2.
Perubahan kondisi-kondisi internal seperti gempa bumi, keinginan daerah, perkembangan yang sangat pesat dari suatu sektor atau kawasan dalam suatu
wilayah 3.
Kekurangtepatan menggunakan rencana dan pengendalian sehingga terjadi penyimpangan.
Keseluruhan ini dapat menyebabkan kemungkinan : a.
Terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pemanfaatan karena kelemahan dalam pengendalian, meskipun rencana tata ruang masih dapat
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
mengakomodasikan dinamika perkembangan yang bersifat eksternal dan internal
b. Rencana tata ruang tidak dapat lagi mengakomodasikan dinamika
perkembangan yang bersifat eksternal dan internal. Untuk kondisi yang pertama maka tidak perlu dilakukan peninjauan kembali
tetapi yang dibutuhkan adalah penertiban. Dalam hal ini penertiban dapat mencakup : a.
Perubahan pemanfaatan untuk menjaga konsistensi rencana b.
Penyempurnaan mekanisme pengendalian Untuk kondisi yang kedua dapat mempengaruhi rencana tata ruang yang ada
sehingga perlu ditinjau kembali atau disempurnakan agar diperoleh rencana yang selalu dapat mengakomodasikan dinamika perkembangan faktor eksternal dan atau
internal. Adanya perubahan faktor eksternal dan internal ini dapat mempengaruhi Rencana Tata Ruang eksisting sehingga tidak relevan lagi sebagai acuan pemanfaatan
ruang. Perubahan dan pengaruhnya tidak selalu sama, namun kadarnya dapat bervariasi. Oleh karena itu dibutuhkan kriteria mengenai ketentuan-ketentuan dan tata
cara peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah. Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara ini menjadi dasar untuk menentukan kapan suatu rencana perlu ditinjau
kembali, sejauh mana ditinjau dan bagaimana proses penyempurnaan dan pengesahan rencana.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dibutuhkan suatu pedoman yang dapat digunakan sebagai dasar untuk Peninjauan Kembali dan Penyusunan Rencana
Tata Ruang Kabupaten dalam satu kesatuan.
Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009
Petunjuk ini selanjutnya menjadi pedoman bagi Pemerintah Kabupaten untuk menentukan apakah RTRW yang bersangkutan perlu disempurnakan dan bagaimana
cara penyempurnaan rencana.
Faktor-Faktor Evaluasi Umum
Pemanfaatan RTRW Kabupaten tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan yaitu rencana dapat berfungsi secara tepat sebagai acuan spasial pembangunan
dimana seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat, swasta dan pemerintah dapat mewujudkan terbentuknya tata ruang yang diinginkan. Seringkali terdapat hambatan,
batasan, kendala yang disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar, sehingga menimbulkan adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan antara
rencana yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan. Faktor-faktor inilah yang sebenarnya menjadikan kegiatan peninjauan kembali menjadi suatu aktivitas yang
penting dilakukan secara berkala dalam proses penataan ruang.
1. Faktor Eksternal