Peraturan Perundang-Undangan KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN

BAB IV KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN

PENGELOLAAN TATA RUANG DI LABUHAN BATU

A. Peraturan Perundang-Undangan

Masih terdapatnya peraturan perundang-undangan yang menjadi kendala bagi pelaksanaan rencana tata ruang wilayah kabupaten Labuhan Batu,RTRW yang baru setelah RTRW 1996-2006 sudah selesai dibuat, yaitu ranperda untuk RTRW Labuhan Batu tahun 2006-2016, tetapi ranperda itu tidak sempat dibahas dan diperdalam, mengingat ranperda RUTR Provinsi Sumut belum selesai, karena untuk mensinkronkan harus sesuai dengan RUTR Provinsi Sumut. Dengan terbitnya UU No.26 tahun 2007 juga sebagai kendala karena ranperda harus disesuaikan dengan Undang-undang tersebut. 99 Disamping itu dengan keluarnya SK Menhut No. 44 tahun 2005 juga menjadi kendala, karena banyak daerah-daerah perkotaan, contoh Kota Sungai Berombang di Kecamatan Panai Hilir, kebun-kebun rakyat yang berada di Sungai Kanan, bahkan kantor Bupati Labuhan Batu masuk kawasan hutan Register 40. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Daerah semakin membuat keadaan menjadi kompleks dengan permasalahan, khususnya menyangkut pemindah tanganan sebagai tindak lanjut penghapusan barang milik negara daerah melalui penjualan, tukar menukar, 99 Esty Pancaningdiah, Jabatan Kepala Bappeda Kabupaten Labuhan Batu, hasil wawancara tanggal 22 Mei 2009 Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 hibah atau penyertaan modal pemerintah terhadap kekayaan milik daerah yang belum diatur peruntukannya dalam penataan ruang yang semakin diperlukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan. Pasal 46 ayat 3 butir a PP Nomor 6 tahun 2006 menyebutkan : Pemindahtanganan barang milik negara daerah berupa tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan ayat 2 huruf a tidak memerlukan persetujuan DPR DPRD apabila sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. 100 Pasal 46 tersebut di atas tidak sinkron dengan ketentuan dalam ketentuan UUPLH bahwa Kepala Daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan bukankah masalah penghapusan asset berupa tanah merupakan lingkup dari pengelolaan lingkungan dalam penataan ruang. Beberapa kebijakan pemerintah daerah atau peraturan daerah Kabupaten Labuhan Batu yang berkaitan dengan lingkungan sangat minim bahkan hampir tidak satupun yang mengatur pelestarian dan pencegahan kerusakan lingkungan. Keluarnya SK Menteri Kehutanan No.44 Tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Sumatera Utara dan dirubah lagi dengan keluarnya SK Menteri Kehutanan No.201 Tahun 2006 tentang Penunjukan Kawasan 100 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Daerah Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 Hutan Sumatera Utara telah merubah wacana dan perdebatan yang kontroversial di Sumatera Utara. Keluarnya regulasi di bidang kehutanan oleh Menteri Kehutanan untuk selanjutnya dapat disebut dengan Menhut MS Kaban membuat keresahan dan penderitaan khususnya di masyarakat sekitar kawasan hutan dan juga pemerintah daerah dalam penataan hutan. 101 Dampak yang tercatat akibat keluarnya keputusan Menteri Kehutanan ini, berupa di kawasan register 1 dan 2 Gunung Simbolon di Kabupaten Simalungun mengakibatkan 56 warga petani dipenjarakan karena dituduh memasuki dan merambah kawasan hutan yang masuk dalam SK No.44. Sementara di Desa Pijar Koling Kecamatan Dolok Kabupaten Tapanuli Selatan. Ada 7 warga petani ditangkap oleh aparat kepolisian dan kehutanan karena dituduh merambah di kawasan hutan. Di Kecamatan Leidong Kabupaten Labuhan Batu ada sebanyak 2000 Kepala Keluarga lebih merasa resah dan ketakutan karena desa mereka dinyatakan masuk dalam kawasan hutan oleh keputusan Menteri Kehutanan tersebut. 102 Hasil pemantauan WALHI Sumatera Utara pada April sd Juni 2007, beberapa Pemerintah Kabupaten di Sumatera Utara juga merasakan akibat keluarnya kebijakan pusat ini yang berdampak pada tata ruang dan tata kawasan hutan yang telah ada. Sebagai contoh Pemerintah Kabupaten untuk selanjutnya disebut pemkab Simalungun merasakan akibat keluarnya SK 101 Dikutip dari www.republika online.co.id, Analisis Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara, Diakses hari Sabtu, 30 Agustus 2008, hal. 1 102 Dikutip dari www.republika online.co.id, Ibid. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 penunjukan kawasan hutan Sumut ini, luas kawasan hutannya malah bertambah sekitar 33.000 hektar dari 105.593,70 hektar sebelum SK 44. Pemkab Tapanuli Selatan merasakan munculnya masalah pada kawasan hutan seluas lebih kurang 264.443,89 hektar. Di Kabupaten Labuhan Batu justru akibat keluarnya SK Menhut No.44 tahun 2005 atau SK 201 tahun 2006 malah 14 dari 22 23 kecamatan atau sekitar 74 Desa masuk dalam kawasan hutan. Banyak fasilitas pemukiman, prasarana dan sarana pemerintahan misalkan saja kantor Bupati Simalungun, Markas Brimob Tapsel, kantor Camat maupun sarana public menjadi masuk dalam kawasan hutan oleh keputusan Menteri Kehutanan ini. 103 Lebih jauh hal ini berimplikasi dan berimbas pada Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Provinsi Sumatera Utara yang ditetapkan pada tahun 2003. Dalam Perda No. 7 Tahun 2003 tentang RTRWP Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dinyatakan bahwa luas hutan Sumatera Utara adalah sebesar 3.679.338,48 Hektar. Akan tetapi pada SK Menhut No.44 maupun SK 201 Tahun 2006 luasnya mengalami selisih yang sangat jauh berbeda. Pada SK Menhut No. 44 Tahun 2005 kawasan hutan Sumatera Utara dinyatakan seluas 3.742.120 hektar. Sementara pada SK Menhut 201 Tahun 2006 kawasan hutan Sumatera Utara luasnya menjadi seluas 2.969.448 Hektar. 104 103 Ibid., hal. 2. 104 Dikutip dari www.mediaindo.co.id, Diakses hari Sabtu, 30 Agustus 2008, hal. 1 Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 Melihat realitas permasalahan tersebut maka WALHI Sumatera Utara mendesak agar: SK. No. 201 Tahun 2006 dibatalkan dan perlu segera dilakukan pembenahan penetapan kawasan hutan Sumatera Utara secara benar, akurat dan terintegrasi serta terkordinasi antar Pemerintah dan Sektoral dengan mengacu perintah Pasal 13, 14 dan 15 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selama proses pembenahan dan pengukuhan kawasan hutan sesuai Pasal 15 UU No.41 Tahun 1999 agar tidak ada penangkapan dan pemenjaraan serta pemerintah memberikan perlindungan terhadap petani atau rakyat sekitar hutan yang telah turun temurun mengelola hutan. Pemerintah menghentikan pemberian-pemberian ijin-ijin seperti ijin pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan baik HPH hak pengusahaan hutan, IUPHHK Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, IUPK Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan, dan lain-lain dengan alasan apapun selama proses pengukuhan kawasan hutan masih berlangsung. 105 Aparat hukum agar menindak tuntas pelaku perusakan hutan destructif logging di Sumatera Utara tanpa pandang bulu dan profesional sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Keanekaragaman Sumber Daya Alam Hayati KSDAH, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, peraturan perundangan lainnya dengan mengacu Perda No.7 Tahun 2003 sebelum direvisi. 105 Ibid. Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 Pemanfaatan RTRW Kabupaten Labuhan Batu belum sesuai dengan yang diharapkan yaitu rencana dapat berfungsi secara tepat sebagai acuan spasial pembangunan dimana seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat, swasta dan pemerintah dapat mewujudkan terbentuknya tata ruang yang diinginkan. Seringkali terdapat hambatan, batasan, kendala yang disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar, sehingga menimbulkan adanya ketidaksesuaian atau penyimpangan antara rencana yang ada dengan kenyataan yang ada di lapangan. Faktor internal yang berasal dari wilayah kabupaten antara lain: a. Kualitas RTRW Kabupaten yang ada rendah sehingga kurang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penertiban perizinan lokasi pembangunan dan kurang dapat digunakan untuk optimasi perkembangan dan pertumbuhan aktivitas sosial ekonomi yang berlangsung cepat dan dinamis yang secara fisik terus meningkatkan kebutuhan ruang. b. Masih kurangnya pengertian dan atau komitmen aparat yang terkait dengan tugas penataan ruang, mengenai fungsi dan kegunaan RTRW Kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga tingkat partisipasinya dalam penyusunan RTRW sendiri maupun pendayagunaannya bagi seluruh pembangunan daerah rendah, bahkan seringkali penertiban izin lokasi berlawanan dengan rencana pemanfaatan dan struktur ruang yang telah ada. c. Adanya perubahan sektoral yang terjadi di wilayah kabupaten akibat adanya pergeseran penggunaan ruang dalam skala besar seperti penggunaan tanah Irwansyah Ritonga : Analisis Hukum Terhadap Pengelolaan Tata Ruang Di Wilayah Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, 2009 d. Adanya kekurangtegasan para aparat yang berwewenang dalam pengendalian pemanfaatan ruang, khususnya dalam tindakan penertiban pemanfaatan ruang sehingga simpangan yang terjadi sedemikian jauh yang mengakibatkan rencana tata ruang harus diubah. e. Terjadinya pemekaran wilayah kecamatan yang semula berjumlah hanya 14 wilayah administratif menjadi 22 wilayah administratif kecamatan yang berpengaruh terhadap pusat-pusat pelayanan dan pembentukan wilayah pengembangan. Jadi berdasarkan penelitian diatas dapat dikatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhan Batu belum berjalan sebagaimana mestinya dan belum mengacu kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, banyak terjadi deviasi penyimpangan dari UU tersebut.

B. Kendala Infrastruktur 1.