Pengaruh Faktor Fisika, Kimia, Biologi Air dengan Keberadaan Tumbuhan Enceng Gondok (Eichornia crassipes) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. di Perairan Danau Toba Tahun 2010

(1)

PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK (Eichornia

crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA

TAHUN 2010

TESIS

OLEH ELZA ARTHA 087031003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF PHYSICAL, CHEMICAL, BIOLOGICAL OF WATER WITH THE PRESENT OF ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes) ON THE

MULTIPLICATION OF ANOPHELES SPP. MOSQUITO IN LAKE TOBA IN THE YEAR 2010

T H E S I S

BY ELZA ARTHA 087031003/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY PUBLIC HEALTH FACULTY

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK (Eichornia

crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA

TAHUN 2010

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELZA ARTHA 087031003/IKM

ROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK

(Eichornia crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : Elza Artha Nomor Induk mahasiswa : 087031003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S)

Ketua Anggota

(dr. Taufik Ashar, M.K.M)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK (Eichornia

crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA

TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011


(6)

Telah diuji

Pada tanggal 02 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M

2. Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D 3. Drs. Chairuddin, M.Si


(7)

ABSTRAK

Nyamuk Anopheles spp. adalah vektor penyebab penyakit malaria. Penyebaran dari nyamuk Anopheles spp. tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tempat perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk Anopheles spp. dapat berkembangbiak pada air yang terdapat tanaman air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes) yang hidup di perairan Danau Toba.

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk menganalisis tentang pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir dan Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan. Pengumpulan data meliputi data primer yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik (suhu, kedalaman, sinar matahari) dan biologi (hewan predator) air yang terdapat tumbuhan enceng gondok di sepuluh titik di perairan Danau Toba dan pemeriksaan kimia (pH, salinitas, BOD, DO) air di laboratorium dan analisis data, dan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda.

Dari 8 variabel independen yang diteliti, terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangbiakan nyamuk, secara statistik dengan nilai p < 0,05 yaitu variabel suhu air p = 0,019, sinar matahari p = 0,011 dan hewan predator p = 0,011. Berdasarkan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel hewan predator lebih dominan pengaruhnya terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp.

Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Samosir perlu melakukan upaya pelestarian Danau Toba dengan membersihkan enceng gondok yang tumbuh di perairan serta masyarakat untuk tidak membuang deterjen ke dalam perairan karena dapat memicu perkembangbiakan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes). Kata kunci : Enceng gondok (Eichornia crassipes), Anopheles spp.


(8)

ABSTRACT

Anopheles spp. as the causing vector of malaria. The spread of Anopheles spp. influenced by several factors and one of them is the place where the mosquitoes multiply. Anopheles spp. can multiply in the water which growth water plant such as enceng gondok (Eichornia crassipes where growth in Lake Toba.

The purpose of this study with cross-sectional design was to analyze the influence of physics, chemistry, and biology of water with the present of enceng gondok (Eichornia crassipes) against Anopheles spp. breeding. This study was conducted in Lake Toba water of Samosir District and in the laboratory of the Environmental Health Engineering Office in Medan. The physical data examination (temperature, the depth, and the sunshine), the biological examination spots of Lake Toba, and the chemical examination (pH, salinity, BOD, DO) of the water in laboratory and data analysis. The secondary data were obtained from Samosir District Health Sevice. The data obtained were analyzed through Multiple Logistic Regression.

From 8 independent variables observed founded 3 variables statistically significant to Anopheles spp. breeding with p < 0,05, namely variable of temperature p = 0,019, sunshine p = 0,011 and predator animal of water p = 0,011. Based on Multiple Logistic Regression was known that predator animal of water variable had more dominant influence on Anopheles spp. Breeding.

The management of Samosir District Goverment is suggested to do some efforts to preserve Lake Toba by clearing the enceng gondok (Eichornia crassipes) growing in the water. The community members must be asked not to polute water because it can trigger the growth of enceng gondok (Eichornia crassipes).


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Faktor Fisika, Kimia, Biologi Air dengan Keberadaan Tumbuhan Enceng Gondok (Eichornia crassipes) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. di Perairan Danau Toba Tahun 2010, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Magister pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2/S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

dr. Taufik Ashar, M.K.M sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, saran dan senantiasa memberi motivasi dalam penyusunan tesis ini.


(10)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D sebagai dosen pembanding yang telah banyak memberi masukan dan saran untuk perbaikan serta penyempurnaan tesis ini.

Drs. Chairuddin, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan demi perbaikan tesis ini agar lebih sempurna.

Terima kasih tak terhingga kepada ibunda tercinta (Rosland Diana Siahaan) dan abang serta adik tercinta (Sunggu , Joice dan Horas Siregar) yang telah memberikan motivasi serta dukungan doa kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

Dr. Dahniar Lubis, sebagai Kepala Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah memberikan izin untuk menyelesaikan penyusunan tesis.

Selanjutnya terima kasih penulis kepada teman-teman sejawat Pahala M.J Simangunsong, S.K.M, M.Kes, Yuanita Nasution, S.K.M, M.Kes, Eva Dewi R Purba, S.Si, M.Kes, Elfrida Nadapdap, S.K.M, Agustina Saragih, S.P dan teman-teman angkatan 2008 Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri (MKLI) yang membantu penulis dan bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Kepada sahabat-sahabat tercinta Melva Sari Silitonga, S.H, Rispa Meini Bangun, S.H, Kartini Sitompul, S.E, Melikaries Silaban, S.Hut, Duma Pratiwi Purba, S.Kep yang telah bersedia menjadi tempat berbagi suka dan duka dalam menyelesaikan pendidikan S2.


(11)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2011

Elza Artha


(12)

RIWAYAT HIDUP

Elza Artha dilahirkan di Siborong-borong pada tanggal 19 November 1984, anak kedua dari Ayahanda Mangido Siregar dan Ibunda Rosland Diana Siahaan, yang bertempat tinggal di Jl. Kader manik no. 42 Sibolga. Beragama Kristen Protestan dan belum menikah.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD sw. Tri Ratna Sibolga pada tahun 1997, pada tahun 2000 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP sw. Tri Ratna Sibolga, Tahun 2003 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 2 Matauli Pandan, dan pada Tahun 2007 menamatkan pendidikan Sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis memulai karir sebagai tenaga Pelaksana Verifikator Jamkesmas Departemen Kesehatan RI di Rumah Sakit Putri Hijau Medan mulai Mei 2008 sampai Desember 2009 dan Staf Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Tukka Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah mulai Januari 2010 sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Hipotesis ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Vektor ... 8

2.1.1. Vektor Nyamuk ... 8

2.1.2. Biologi dan Siklus Hidup Nyamuk... 8

2.1.3. Tata Hidup Nyamuk ... 11

2.1.4. Biologi dan Kehidupan Vektor Malaria ... 14

2.1.5. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 24

2.2. Survei Entomologi Malaria ... 29

2.2.1. Survei Nyamuk Anopheles Dewasa ... 29

2.2.2. Survei Jentik ... 30

2.2.3. Etiologi Malaria ... 31

2.2.4. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria ... 32

2.2.5. Tumbuhan Enceng gondok (Eichornia crassipes) ... 36

2.3. Landasan Teori ... 41

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45

3.3. Populasi dan Sampel... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel ... 46


(14)

3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel Air ... 47

3.3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel Larva ... 47

3.3.2.4. Teknik Pengambilan Sampel Pupa ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.4.1. Data Primer ... 48

3.4.2. Data Sekunder ... 49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel Terikat ... 49

3.5.2. Variabel Bebas ... 49

3.6. Metode Pengukuran ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 52

3.6.1. Teknik Pengolahan Data ... 52

3.6.2. Analisis Data ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56

4.1. Gambaran Geografis dan Demografi ... 56

4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

4.3. Analisis Univariat ... 58

4.4. Analisis Bivariat ... 59

4.5. Analisis Multivariat ... 64

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Lingkungan Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan ... 67

5.2. Pengaruh Suhu terhadap Angka Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 68

5.3. Pengaruh Sinar Matahari terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 69

5.4. Pengaruh Kedalaman Air terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 71

5.5. Pengaruh pH Air terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 72

5.6. Pengaruh BOD (Biological Oxygen Demand) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 73

5.7. Pengaruh DO (Dissolved Oxygen) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 74

5.8. Pengaruh Hewan Predator terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 75

5.9. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi terhadap Larva Nyamuk Anopheles spp. ... 76

5.10. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi terhadap Keberadaan Pupa Nyamuk Anopheles spp. ... 76


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria ... 34 4.1. Gambaran Lingkungan Fisik Air Perairan Danau Toba ... 58 4.2. Distribusi Larva dan Imago Nyamuk Anopheles spp. ... 59 4.3. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap

Jumlah Larva Nyamuk Anopheles spp. Per 10 Cidukan ... 61 4.4. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap

Keberadaan Pupa Nyamuk Anopheles spp. ... 63 4.5. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap

Jumlah Larva Nyamuk Anopheles spp. ... 65 4.6. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Tabulasi Data Primer Hasil Penelitian ... 1 2. Output Hasil Analisis Statistik ... 2 3. Foto Penelitian ... 47


(19)

ABSTRAK

Nyamuk Anopheles spp. adalah vektor penyebab penyakit malaria. Penyebaran dari nyamuk Anopheles spp. tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tempat perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk Anopheles spp. dapat berkembangbiak pada air yang terdapat tanaman air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes) yang hidup di perairan Danau Toba.

Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk menganalisis tentang pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir dan Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan. Pengumpulan data meliputi data primer yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik (suhu, kedalaman, sinar matahari) dan biologi (hewan predator) air yang terdapat tumbuhan enceng gondok di sepuluh titik di perairan Danau Toba dan pemeriksaan kimia (pH, salinitas, BOD, DO) air di laboratorium dan analisis data, dan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda.

Dari 8 variabel independen yang diteliti, terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangbiakan nyamuk, secara statistik dengan nilai p < 0,05 yaitu variabel suhu air p = 0,019, sinar matahari p = 0,011 dan hewan predator p = 0,011. Berdasarkan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel hewan predator lebih dominan pengaruhnya terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp.

Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Samosir perlu melakukan upaya pelestarian Danau Toba dengan membersihkan enceng gondok yang tumbuh di perairan serta masyarakat untuk tidak membuang deterjen ke dalam perairan karena dapat memicu perkembangbiakan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes). Kata kunci : Enceng gondok (Eichornia crassipes), Anopheles spp.


(20)

ABSTRACT

Anopheles spp. as the causing vector of malaria. The spread of Anopheles spp. influenced by several factors and one of them is the place where the mosquitoes multiply. Anopheles spp. can multiply in the water which growth water plant such as enceng gondok (Eichornia crassipes where growth in Lake Toba.

The purpose of this study with cross-sectional design was to analyze the influence of physics, chemistry, and biology of water with the present of enceng gondok (Eichornia crassipes) against Anopheles spp. breeding. This study was conducted in Lake Toba water of Samosir District and in the laboratory of the Environmental Health Engineering Office in Medan. The physical data examination (temperature, the depth, and the sunshine), the biological examination spots of Lake Toba, and the chemical examination (pH, salinity, BOD, DO) of the water in laboratory and data analysis. The secondary data were obtained from Samosir District Health Sevice. The data obtained were analyzed through Multiple Logistic Regression.

From 8 independent variables observed founded 3 variables statistically significant to Anopheles spp. breeding with p < 0,05, namely variable of temperature p = 0,019, sunshine p = 0,011 and predator animal of water p = 0,011. Based on Multiple Logistic Regression was known that predator animal of water variable had more dominant influence on Anopheles spp. Breeding.

The management of Samosir District Goverment is suggested to do some efforts to preserve Lake Toba by clearing the enceng gondok (Eichornia crassipes) growing in the water. The community members must be asked not to polute water because it can trigger the growth of enceng gondok (Eichornia crassipes).


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Depkes RI, 2008). Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp. Penduduk yang berisiko malaria sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta kematian, terutama di Afrika Subsahara (Harijanto, 2000)

Sutherland dan Wayne (2000) mengatakan bahwa larva nyamuk Aedes dapat ditemukan pada genangan air bersih dan tidak mengalir, sedangkan larva Culex dan Anopheles spp. dapat ditemukan di segala jenis air, termasuk perairan sawah dan kolam yang dangkal. Larva nyamuk Anopheles spp. dapat ditemukan di perairan sawah yang ditumbuhi padi berumur satu bulan maupun perairan sawah yang ditumbuhi tanaman air (Munif, 1990).

Batas dari penyebaran malaria adalah 610 LU (Rusia) dan 320 LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 100 meter di bawah permukaan laut (Laut Mati dan Kenya) dasn 2000 meter di atas permukaan laut (Bolivia). P. vivax


(22)

mempunyai distribusi geographis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, sub tropik sampai ke daerah tropik (Depkes RI, 1990).

Keberadaan spesies nyamuk di suatu daerah sangat tergantung pada jenis atau tipe perairan yang ada dan letak geografis daerah tersebut. Nyamuk yang ada di daerah pantai kemungkinannya berbeda dengan di daerah pedalaman, demikian pula nyamuk yang ada di sekitar daerah persawahan kemungkinannya berbeda dengan di daerah non persawahan (Jastal, 2001).

Perilaku nyamuk Anopheles sebagai host defenitive, sangat menentukan proses penularan malaria, seperti tempat hinggap/istirahat yang eksofilik (senang hinggap di luar rumah) dan endofilik (suka hinggap di dalam rumah), tempat menggigit yakni eksofagik (menggigit diluar rumah) dan endofagik (lebih suka menggigit didalam rumah), obyek yang digigit yakni antrofilik (manusia) dan zoofilik (hewan). Sedangkan faktor lingkungan yang cukup memberi pengaruh antara lain lingkungan fisik seperti suhu udara, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus air, lingkungan kimiawi, lingkungan biologi (flora dan fauna) dan lingkungan sosial budaya. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena ia dapat menghalangi sinar matahari (Irsanya, 2005).

Penularan malaria berpengaruh juga dengan cara hidup, misalnya tidur dengan kelambu relatif lebih aman dari infeksi parasit. Sosial ekonomi masyarakat yang biasanya memiliki imunitas alami sehingga lebih tahan. Sedangkan orang dengan


(23)

status gizi rendah juga bisa lebih rentan terkena infeksi parasit di bandingkan orang berstatus gizi baik (Irsanya, 2005).

Penyakit malaria pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara tropis yang biasanya negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Nyamuk merupakan vektor yang bertanggung jawab atas berbagai penyakit yang disebabkan oleh parasit dan virus, terutama di daerah tropis dan subtropis.

Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan yang serius. Kejadian luar biasa (KLB) malaria telah menyerang di 15 propinsi yang meliputi 84 desa endemis dengan jumlah penderita 27.000 dan 368 kematian (Depkes RI, 2003). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria (Depkes RI, 2008).

Dari beberapa laporan yang ada, menunjukkan bahwa malaria telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat sejak lama di beberapa daerah Sumatera Utara. Diantaranya dilaporkan dari daerah wilayah Kabupaten Dairi yang terletak diantara Bukit Barisan pada ketinggian 700 m sampai 1200 m di atas permukaan laut yang berbatasan dengan Danau Toba (Tuti dkk, 2003).

Pada tahun 1981 masalah malaria juga dilaporkan dari daerah asahan yang merupakan daerah pantai dengan Parasite Rate 8,2 %. Survei di pantai barat (daerah


(24)

Sibolga) dan Spleen Rate (SR) sebesar 5,1 % yang menunjukkan bahwa daerah tersebut hipoendemik. Survei di pantai barat (daerah Sibolga) pada tahun yang sama melaporkan PR sebesar 23 % dan SR sebesar 31,7 % (Sudomo dan Idris, 1994).

Pada tahun 1992, di desa sihepeng kecamatan siabu, kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah endemis malaria. Kejadian luar biasa (KLB) terjadi pada bulan Mei pada tahun yang sama menimbulkan korban jiwa yaitu 38 orang meninggal dalam waktu seminggu dengan jumlah penduduk desa sebanyak 3000 jiwa. Sudomo dkk (1993) melaporkan bahwa prevalensi malaria di Desa Sihepeng adalah sebesar 7,2 % (Sudomo dan Idris, 1994).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Samosir malaria masih menjadi salah satu penyakit menular yang terdapat di daerah Kabupaten Samosir. Pada tahun 2007 ditemukan 97 kasus malaria per 1000 penduduk (Dinkes Kab. Samosir, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tuti dkk (2003) di Pulau Samosir ditemukan kasus malaria di daerah tersebut yang tersebar di beberapa desa. Mengingat letaknya yang terisolir di tengah Danau Toba dengan ketinggian sekitar 1000 meter di atas permukaan air laut Pulau Samosir selama ini dianggap bebas malaria dan belum pernah dilaporkan adanya penderita penyakit tersebut (Tuti dkk, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Marsaulina (2002) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal menunjukkan bahwa tumbuhan air (vegetasi air) yang bersifat fitoplankton yang terdapat di persawahan mempengaruhi perkembangbiakan larva nyamuk sampai dewasa (Marsaulina, 2002). Enceng gondok


(25)

merupakan tumbuhan yang dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Orang lebih banyak mengenal tumbuhan ini tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi kebun raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa (Muhtar, 2008).

Pulau Samosir merupakan pulau yang dikelilingi Danau Toba dimana Danau Toba pada saat ini banyak ditumbuhi tumbuhan enceng gondok yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles karena dengan adanya tumbuhan enceng gondok tersebut dapat mengalangi masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga baik untuk perkembangbiakan larva (Anonimous, 2005).

1.2.Permasalahan

Enceng gondok (Eichornia crassipes) yang tumbuh di perairan danau toba berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles sehingga perlu diteliti pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles dan kaitannya dengan penularan penyakit malaria di perairan Danau Toba.

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok


(26)

(Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba.

1.4.Hipotesis

1.4.1. Ada pengaruh faktor lingkungan fisik air (Suhu air, Sinar matahari, kedalaman air) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di perairan danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.2. Ada pengaruh faktor lingkungan kimia air (pH, Kadar garam, BOD, DO) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.3. Ada pengaruh faktor lingkungan biologi air (Hewan predator) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.4. Ada pengaruh faktor lingkungan fisik air (Suhu air, Sinar matahari, kedalaman air) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan pupa nyamuk Anopheles spp. di perairan danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.5. Ada pengaruh faktor lingkungan kimia air (pH, Kadar garam, BOD, DO) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap


(27)

perkembangbiakan pupa nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.6. Ada pengaruh faktor lingkungan biologi air (Hewan predator) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan pupa nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.7. Ada pengaruh faktor lingkungan fisik air (Suhu air, Sinar matahari, kedalaman air) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan imago nyamuk Anopheles spp. di perairan danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.8. Ada pengaruh faktor lingkungan kimia air (pH, Kadar garam, BOD, DO) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan imago nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir.

1.4.9. Ada pengaruh faktor lingkungan biologi air (Hewan predator) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan imago nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir.


(28)

1.5.1. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan diketahui pengaruh tumbuhan enceng gondok terhadap perkembangbiakan nyamuk anopheles dan kaitannya dengan penularan penyakit malaria.

1.5.2. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah setempat khususnya dinas kesehatan dalam upaya pengendalian penyakit malaria di wilayah sekitar perairan Danau Toba.

1.5.3. Sebagai masukan kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dalam mengatasi masalah pencemaran enceng gondok di perairan Danau Toba.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Vektor

Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu “infectious agent” dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (susceptible host). Vektor dapat merugikan manusia dan merusak lingkungan hidup manusia. Oleh karena itu, adanya vektor harus ditanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin kita membasmi vektor tersebut sampai ke akar-akarnya, melainkan kita hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasi vektor tersebut ke tingkat tertentu yang tidak mengganggu atau membahayakan kehidupan manusia. Nyamuk merupakan salah satu jenis vektor yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Depkes RI, 2000).

2.1.1. Vektor Nyamuk

Di dunia kesehatan kelompok nyamuk yang perlu diketahui adalah Tribus culicini dan Tribus anophelini. Tribus anophelini diantaranya yang penting adalah genus anopheles sedangkan dari Tribus culicini yang penting adalah genus aedes, culex dan mansonia.

2.1.2. Biologi dan Siklus Hidup Nyamuk

Siklus hidup nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan serangga yang lain mengalami tingkatan (stadium) yang berbeda-beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadium, yaitu : (1) Stadium dewasa, (2) telur,


(30)

(3) jentik dan (4) pupa/kepompong. Stadium dewasa sebagai nyamuk yang hidup di alam bebas, sedangkan ketiga stadium yang hidup dan berkembang di dalam air. 1. Nyamuk Dewasa

Dari kepompong akan keluar nyamuk/stadium dewasa. Berdasarkan jenis kelaminnya nyamuk dapat dibedakan atas nyamuk jantan dan nyamuk betina. Nyamuk-nyamuk yang keluar dari kepompong sebagian jadi nyamuk jantan dan sebagian lainnya betina dengan perbandingan yang kira-kira sama (1:1). Nyamuk jantan keluar lebih dahulu daripada nyamuk betina. Setelah nyamuk jantan keluar dari kepompong, maka jantan tersebut tetap tinggal di dekat sarang (breeding places). Kemudian setelah jenis yang betina keluar, maka si jantan kemudian akan mengawini betina sebelum betina tersebut mencari darah. Betina yang telah kawin akan beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian baru mencari darah. Setelah perut penuh darah betina tersebut akan beristirahat lagi untuk menunggu proses pemasakan dan pertumbuhan telurnya. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Untuk pembentukan telur yang berikut, nyamuk betina cukup mencari darah untuk memenuhi kebutuhan zat putih telur yang diperlukan. Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu proses perkembangan telurnya berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor diantaranya yang penting adalah temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk.

2. Telur

Nyamuk akan meletakkan telurnya di tempat yang berair. Air dalam hal ini merupakan faktor utama, oleh karena itu tanpa air telur tidak akan tumbuh dan


(31)

berkembang. Dalam keadaan kering telur akan cepat kering dan mati, meskipun ada beberapa nyamuk yang telurnya dapat bertahan dalam waktu cukup lama meskipun dalam lingkungan tanpa air (Aedes). Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda-beda tergantung jenisnya. Nyamuk Anopheles akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, telur diletakkan satu persatu atau bergerombolan tetapi saling lepas. Telur Anopheles mempunyai alat pengapung nyamuk. Nyamuk Culex meletakkan telur di atas permukaan air, telur diletakkan sebagai gerombolan yang bersatu berbentuk seperti rakit sehingga mampu untuk mengapung. Nyamuk Aedes meletakkan telurnya menempel pada yang terapung di atas air atau menempel pada permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas permukaan air dengan tempatnya. Nyamuk mansonia meletakkan telurnya menempel pada tumbuhan air dan diletakkan secara bergerombol sebagai karangan bunga. Stadium telur ini memakan waktu beberapa hari (1-2 hari).

3. Jentik

Untuk perkembangan stadium jentik memerlukan tingkatan tertentu. Antara tingkatan yang satu dengan tingkatan yang lainnya bentuk dasarnya sama. Dalam hal ini pertumbuhan kecuali untuk memperbesar ukuran tubuh juga melengkapi bulu-bulunya. Stadium jentik dikenal empat tingkatan jentik yang masing-masing tingkatan dinamakan instar. Jadi untuk jentik nyamuk dikenal instar pertama, kedua, ketiga dan keempat bulu-bulu sudah lengkap, sehingga untuk identifikasi jentik diambil jentik instar keempat.


(32)

Stadium jentik memerlukan waktu kira-kira satu minggu. Pertumbuhan dan perkembangan jentik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang penting adalah: temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada/tidak ada binatang air lainnya yang merupakan predator. Jentik Anopheles hanya mampu berenang ke bawah permukaan paling dalam 1 meter, maka di tempat-tempat dengan kedalaman lebih dari 1 meter tidak ditemukan jentik Anopheles.

4. Kepompong

Kepompong adalah stadium akhir dari nyamuk yang berada di dalam air. Stadium kepompong tidak memerlukan makanan dan kepompong merupakan stadium dalam keadaan inaktif. Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah cukup waktunya nyamuk yang keluar dari kepompong dapat terbang. Meskipun kepompong dalam keadaan inaktif, tidak berarti tidak ada proses kehidupan. Kepompong tetap memerlukan zat asam (O2

2.1.3. Tata Hidup Nyamuk

), zat asam masuk ke tubuh kepompong melalui corong nafas. Stadium kepompong makan waktu kira-kira 1-2 hari.

Dalam kehidupannya nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu: 1. Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)

Dalam hidup siklus nyamuk mempunyai empat stadia yaitu nyamuk dewasa, telur, larva, kepompong. Stadia telur, larva, dan kepompong berada di dalam air dan tempat yang mengandung air tersebut dinamakan breeding places. Untuk tiap jenis nyamuk mempunyai tipe breeding places yang berlainan. Nyamuk Culex dapat berkembang di sembarang tempat air. Aedes hanya mau di tempat yang airnya cukup


(33)

bersih dan tidak beralas tanah. Mansonia senang di kolam, rawa-rawa danau yang airnya banyak tanaman air. Sedangkan Anopheles kesenangan untuk memilih breeding places sangat bervariasi.

Tipe-tipe breeding places yang disenangi Anopheles untuk berkembang biak bermacam-macam tergantung species Anopheles yang bersangkutan. macam breeding places Anopheles antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Berdasarkan kadar garam dari air dibedakan atas :

1. Air payau yaitu campuran air tawar dengan air laut. Breeding places air payau dapat sebagai tambak-tambak ikan pantai, muara sungai yang sedang menutup, dll. Anopheles yang sedang berkembang biak di air payau diantaranya: An.sundaicus, An.subpictus-subpictus, An.Vagus.

2. Breeding places air tawar masih dibedakan lagi atas macam-macam tipe. Kebanyakan nyamuk Anopheles senang berkembang biak di air tawar.

b. Berdasarkan keadaan sinar matahari breeding places dibedakan atas : 1. Breeding places yang langsung mendapat sinar matahari

Anopheles yang senang berkembang biak di tempat yang langsung mendapat sinar matahari adalah antaranya An.sundaicus, An.maculatus.

2. Breeding places yang terlindung dari sinar matahari

Nyamuk Anopheles yang menyenangi tempat yang terlindung, misalnya : An.vagus, An.umbrocus, An.burbumbrosus.


(34)

c. Berdasarkan aliran air dibedakan :

1. Air tidak mengalir seperti kobokan, bekas-bekas tapak kaki yang kemasukan air, bekas-bekas roda yang kemasukan air dan lain sejenisnya. Tempat-tempat macam ini dapat digunakan berkembang biak oleh An.vagus, An.indefinitus, An.leucosphirus.

2. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah disenangi banyak jenis Anopheles, misalnya : An.acunitus, An.vagus, An.barbirostris, An.indefinitus, An.anularis, dll.

Stadium dalam air bagi nyamuk, sejak dari telur hingga nyamuk keluar dari kepompong memerlukan waktu 8-12 hari. Panjang pendeknya waktu yang diperlukan dipengaruhi oleh temperatur air.

2. Tempat Untuk Mendapatkan Umpan/Darah (Feeding Places)

Berdasarkan kesenangan mencari darah, dikenal dua golongan nyamuk yaitu nyamuk yang senang mencari darah binatang dan nyamuk yang senang mencari darah manusia.

Kebanyakan nyamuk di Indonesia kesenangan ini tidak bersifat mutlak, artinya meskipun nyamuk tersebut bersifat senang menggigit binatang tetapi bila tidak ada binatang nyamuk tersebut akan menggigit orang juga, misalnya An. aconitus. Waktu keaktifan mencari darah bagi nyamuk berbeda-beda. berdasarkan waktu keaktifan mencari darah dibedakan atas nyamuk yang aktif pada waktu malam, misalnya Anopheles dan Culex serta nyamuk yang aktif pada waktu siang, misalnya Aedes.


(35)

Baik nyamuk yang aktif waktu malam maupun siang, bila diteliti lebih lanjut tiap jenis mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda pula. Ada golongan nyamuk yang banyak mulai menggigit pada siang hari yang makin malam makin berkurang (Anaconitus). Ada yang mulai menggigit setelah tengah malam hingga pagi (An. icucosphyrus). Ada juga yang sepanjang malam terus menerus ditemukan banyak menggigit orang/binatang (Anopheles sundaicus-subpictus).

Dalam usahanya mendapatkan umpan perlu diperhatikan jarak terbangnya sangat jauh, misalnya Anopheles sundaicus jarak terbangnya bisa mencapai 5 km. 3. Tempat Untuk Beristirahat (Resting Places)

Setelah nyamuk betina menggigit orang/binatang hingga perutnya penuh darah, nyamuk tersebut akan pergi ke resting places. Nyamuk akan beristirahat di resting places selama 2-3 hari untuk iklim Indonesia. Kemudian setelah telur masak nyamuk pergi ke breeding places untuk bertelur.

Tempat beristirahat nyamuk dapat bersifat di dalam rumah/bangunan lain dan di luar rumah/bangunan lain atau di alam luar.

Resting places di alam luar dapat bersifat alamiah seperti gua-gua, tebing-tebing sungai/parit, semak-semak, dll. Resting places di alam luar dapat juga bersifat buatan seperti pit traps yaitu lubang-lubang dalam tanah yang sengaja dibuat atau kotak-kotak yang diwarnai gelap sebagai resting places buatan yang ditempatkan di tempat-tempat yang bisa didatangi nyamuk. Resting places buatan biasanya aman dari musuh, lembab, dan terlindung dari sinar matahari.


(36)

Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium (kelas Sporozoa) yang menyerang sel darah merah.

2.1.4. Biologi dan Kehidupan Vektor Malaria 1. Anopheles sundaicus

Malaria adalah termasuk jenis penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium, yang ditandai dengan demam mendadak (parozysmal), anemia, pembesaran limpa. Vektor penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles. Nyamuk ini termasuk ke dalam ordo Diphtera, dengan sub ordonya Nematocera. Dari sub ordo ini, family adalah Culicidae, sub family Culicinae dengan genusnya Anopheles. Dari genus tersebut salah satu spesies yang paling berbahaya adalah Anopheles sundaicus, dimana “natural infection rate” nya tinggi seperti di pulau Jawa 1-36%.

Nyamuk Anopheles mengalami metamorfose yang lengkap, yaitu meliputi empat stage telur, larva (jentik), kepompong (pupa) dan dewasa. Telur nyamuk ini diletakkan di atas permukaan air. Air dalam hal ini merupakan faktor utama karena tanpa air tidak akan bertumbuh dan berkembang. Telur diletakkan satu per satu atau bergerombol tetapi saling lepas. Stadium telur memakan waktu 1-2 hari.

Pada stadium jentik dikenal empat tingkatan disebut Instar. Untuk membedakan ke empat Instar ini dapat dilihat keadaan umum dari jentik tersebut atau dengan melihat bulu-bulunya. jentik I dan II ukurannya kecil dan bulu-bulunya sederhana. Kunci untuk mengidentifikasi jentik biasanya dipakai instar IV, karena mudah untuk melihat keadaan bulu-bulunya. Demikian pula jentik III tidak jauh berbeda dengan jentik IV. Pertumbuhan dan perkembangan jentik dipengaruhi oleh


(37)

beberapa faktor antara lain suhu air, ada tidaknya bahan makanan, ada tidaknya binatang air lainnya yang merupakan predator, yaitu musuh-musuh dari larva tersebut.

Larva Anopheles mampu berenang ke bawah permukaan air paling dalam 1 meter maka tempat-tempat dengan kedalaman lebih 1 meter tidak ditemukan jentik Anopheles. Jentik ini memakan zat-zat organik di dalam air dalam pertumbuhannya menjadi pupa. Jentik Anopheles bila beristirahat sejajar dengan permukaan air. Stadium jentik Anopheles ini memerlukan waktu 7-8 hari.

Larva Anopheles sundaicus panjangnya 5 mm, dengan warna coklat atau kehijau-hijauan. Untuk mengidentifikasi jentik An. sundaicus dapat dilihat tanda-tandanya sebgai berikut :

a. Bulu selukung dalam depan berjauhan

b. Bulu kipas abdomen segmen I tumbuh sempurna c. Bulu selukung dalam, sederhana.

d. Bulu lubang udara 7 sampai 8

e. Pada ruas perut X, duri-durinya kasar dan berpigmen, berbentuk kerucut, letaknya tidak berhamburan. Jumlah yang berpigmen adalah 76%.

Pada stadium pupa tidak memerlukan makanan, karena pupa merupakan stadium yang inaktf. meskipun demikian, proses kehidupan tetap ada karena pupa tetap memerlukan zat asam (O2) yang masuk ke dalam tubuhnya melalui corong nafas. Stadium ini memerlukan waktu kira-kira 1-2 hari.


(38)

Pada stadium dewasa sebagai nyamuk telah hidup di alam bebas. Nyamuk-nyamuk yang keluar dari pupa menjadi Nyamuk-nyamuk jantan dan betina dengan perbandingan kira-kira sama (1:1). Nyamuk jantan keluar lebih dahulu dari betina. Setelah nyamuk jantan mengawini nyamuk betina barulah nyamuk betina pergi mencari darah. Dalam mencari darah nyamuk Anopheles sundaicus aktif pada malam hari, sepanjang malam terus-menerus ditemukan banyak menggigit orang.

Nyamuk Anopheles sundaicus termasuk spesies yang besarnya sedang. Nyamuk dewasa senang hinggap di dalam rumah, kandang atau di luar rumah. Di dalam rumah hinggap di dinding, di bawah atap, gantungan pakaian, di bawah kolong alat-alat rumah tangga, sedangkan di luar rumah terdapat pada pagar dari daun kelapa, daun pisang, semak belukar.

Tempat berkembang biak An. sundaicus adalah air payau, dimana biasanya terdapat tumbuh-tumbuhan Enteromorpha, Chsetomorpha dengan kadar garam kesukaannya adalah 1,2 – 1,8% dan tidak suka pada kadar garam lebih dari 4%. Namun larvanya masih juga diketemukan pada kadar garam 0,4%, bahkan di Sumatera larva An. sundaicus di temukan di air tawar, misalnya di Mandailing dengan ketinggian 210 m dari permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 meter. Tetapi jentiknya paling banyak terdapat pada air payau, lebih menyukai daerah terbuka yang langsung terkena sinar matahari seperti pada lagune-lagune, rawa atau genangan/telaga yang terlindung oleh tambak-tambak di pesisir pantai.


(39)

Nyamuk ini termasuk ke dalam jenis nyamuk yang terbangnya kuat, dapat mencapai 5 km dari sarang jentiknya, dan lebih suka darah manusia daripada darah binatang.

Ciri-ciri nyamuk Anopheles sundaicus :

a. Sayap paling sedikit dengan 4 noda hitam, termasuk costs & long.

b. Kaki bertitik, kaki belakang tanpa hubungan putih lebar antara tibia dan tarsale.

c. Tarsale 5 seluruhnya hitam d. Long 6 kurang dari 3 noda hitam. 2. Anopheles aconitus

Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir di seluruh kepulauan kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak di dapat di daerah kaki gunung (foothilis) pada ketinggian 400-1000 m. makin ke Indonesia timur penyebarannya makin berkurang.

Jentiknya terdapat di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang yang sangat baik. Di seluruh irigasi jentiknya terdapat di tepi yang banyak ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya. Sawah yang permukaannya bersih dan saluran air yang tepinya terpelihara dengan baik biasanya tidak ada jentiknya.

Nyamuk dewasa terdapat hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai adalah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan


(40)

lembab. Juga terdapat di antara semak belukar di dekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah.

Pemeriksaan dengan precipitin test menunjukkan darah manusia dan kerbau dalam lambung mereka. Anopheles aconitus lebih menyukai darah binatang dan hanya menggigit darah manusia bila tidak banyak ternak yang dapat dijadikan umpan. Nyamuk dewasa kecil, agak hitam, rusuk ke-6 (long6) mempunyai 3 noda hitam dan jumbai pada ujung rusuk ke-6 putih, moncong (probocis) separuh bagian ke ujungnya coklat kekuningan. Jentik juga kecil, bulu selukung (cypeal hairs) pendek, bercabang-cabang; tergal plate bentuknya convex. Tergal plate pada abdomen besar-besar, pada ruas yang kedua.

3. Anopheles barbirostris (Anophel wulp)

Terdapat di seluruh Indonesia, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Jentik biasanya terdapat di dalam air yang jernih, seperti sawah, parit yang aliran airnya tidak begitu deras, kolam yang banyak tumbuh-tumbuhannya, rawa-rawa, mata air, dan genangan air lainnya. Sering juga dijumpai pada air yang keruh. Tempat air yang teduh lebih disukai, walaupun terdapat juga dalam air yang terbuka. Biasanya air payau yang dihindari.

Nyamuk dewasa lebih jarang dijumpai daripada jentiknya, sehingga dapat digolongkan sebagai nyamuk liar. Akan tetapi kadang-kadang dapat dijumpai di dalam rumah dan kandang dalam jumlah yang besar. Tempat hinggap adalah


(41)

tebing-tebing sungai sebelah sawah, diantaranya semak-semak, rumpun-rumpun bambu, dan bangunan-bangunan kosong.

Jarak terbangnya tidak jauh, terbang pada siang hari bila cuaca gelap (berawan) dan dalam keteduhan hutan-hutan yang lebat. sebagian besar zoophilic, makin ke timur makin domestik. Di Sulawesi sering masuk rumah untuk menghisap darah dan keluar lagi.

Mempunyai natural infection rate 0,5% walau demikian penting artinya di Sumatera dan Sulawesi, karena ikut memelihara adanya malaria. Di tempat lain kurang penting dan hanya merupakan vektor tambahan pada waktu epidemi atau bila terdapat dalam jumlah yang besar.

Nyamuk besar hitam, palpi lebat, ada sisik putih pada ruas abdomen 3-6, sayap seperti Myzorhyncus lainnya tetapi jumbai punya noda putih yang sempit pada ujung long 3, hubungan putih ruas tersalah 2-4 kaki belakang jelas; pada mesepimoron ada segerombolan sisik-sisik putih. Jentiknya juga besar, tidak punya stigma club, Souter clypeals dengan lebih dari 50 cabang.

Banyak spesies yang mirip dengan A.barbirotris sehingga sering dikelompokkan menjadi Barbirotris Group. Di Sulawesi dilaporkan salah satu spesies dari group ini yang mempunyai natural infection rate 13,3 yang diduga adalan An. vanus walker. Nyamuk ini hanya terdapat di Sulawesi bedanya hubungan putih rusa tersala 3-4 kecil, hanya pada ujung tersale 3, dan perbedaan kecil lainnya pada alat kelamin. Jentiknya juga berbeda yaitu banyak rambut-rambut yang bercabang.


(42)

Jumlah cabangnya lebih sedikit, misalnya outer clypeals kurang dari 50. Yang menyolok adalah bahwa spesies ini anthropophilik.

4. Anopheles bancrofti (Giles)

Di Indonesia hanya terdapat di Maluku dan Irian. Sarang jentiknya di dalam hutan, yaitu rawa-rawa yang banyak dengan tumbuh-tumbuhan yang lebat. Ternyata jentiknya memerlukan keteduhan dan perlindungan dari tumbuh-tumbuhan ini.

Nyamuk dewasa tabiatnya nocturnal. Menyerang manusia dalam rumah maupun luar rumah, tetapi juga menggigit binatang, banyak terdapat hinggap pada dinding rumah, dan kelambu, juga di kandang-kandang tidak jarang terdapat dalam jumlah yang besar.

Di Irian Barat ditemukan dengan natural infection rate 4,3% maka harus dianggap sebagai vektor yang berbahaya bila dijumpai dalam jumlah yang besar.

Palpi hitam, femur, tibia dan metatarsus kaki belakang bertitik jumbai dengan noda putih pada ujung long 4.2, 5.1, dan 5.2. Jentiknya mempunyai stignal, innercypeals berdekatan panjang dengan cabang pendek-pendek serta jarang; outer clypeals dengan banyak cabang (60) yang berasal dari 2-3 cabang utama.

5. Anopheles farauti (Laveran)

Tadinya dikenal sebagai A.punculatus dan melucensis, tetapi pada tahun 1946 diakui sebagai spesies tersendiri. Terdapat di Kepulauan Maluku dan Irian Barat di daerah ini penyebarannya sangat luas.

Jentiknya terdapat dalam air tawar, air payau dan genangan air hujan. Ada kalanya terdapat di dalam hutan mangrove, tetapi mereka lebih suka tempat yang


(43)

panas. Pada musim hujan dapat bersarang pada semua macam genangan air, tetapi genangan yang dapat dijadikan sarang tidak banyak, dengan sendirinya jumlah nyamuk pada musim kemarau juga sedikit.

Nyamuk dewasa aktif pada malam hari, tetapi mau menggigit pada siang hari bila udara tidak cerah. Di beberapa daerah mereka menggigit manusia, tanpa menghiraukan sama sekali adanya binatang ternak di daerah itu. Di tempat yang satu banyak terdapat di dalam rumah, sedangkan di tempat yang lain hinggap di luar rumah.

Natural Infection Rate pernah terdapat di 12,7% dari Irian. Sangat susceptible terhadap infeksi dan tergolong spesies yang domestik, disamping itu juga antropophilik, sehingga merupakan vektor yang sangat efisien.

Nyamuk mempunyai banyak noda-noda pada sayap, shaltor putih pada pangkalnya dan hitam pada ujungnya. Probiscia seluruhnya hitam sedangkan A.koliensis ada noda-noda putih. Jentiknya susah dibedakan dengan jentik A. koliensis.

6. Anopheles kochi (Donitz)

Tersebar di seluruh Indonesia kecuali Irian. Jentiknya terdapat dalam macam-macam genangan air, baik yang jernih maupun yang keruh, tetapi tidak pernah dalam air payau. Lebih suka tempat yang terbuka, misalnya genangan air dalam lumpur bekas tapak kaki kerbau, kubangan, sawah yang akan ditanami. Juga terdapat di dalam parit, mata air, saluran dalam perkebunan tebu, kolam. Mudah sekali


(44)

menyesuaikan diri dari keadaan. Mengingat sifatnya bersarang dalam musim hujan mencapai jumlah yang terbanyak.

Nyamuk dewasa terdapat di dalam rumah maupun kandang. Termasuk nyamuk yang domestik dan lebih menyukai darah binatang daripada manusia. Sebagai vektor malaria tidak begitu penting artinya kecuali bila terdapat dalam jumlah yang besar. Natural Infection Rate-nya 0,4 - 11,5%, biasanya rendah, tetapi di tempat-tempat tertentu dan pada waktu ada epidemi ratenya tinggi.

Tanda pengenal nyamuk dewasa adalah 6 pasang kumpulan bersisik pada abdomen bagian ventral. jentiknya mempunyai innerclype, as yang panjang dengan cabang-cabang yang sangat halus, inner shoulder hair bercabang 2-9, natural hair simple.

7. Anopheles koliensis (Owen)

Hanya terdapat di Irian, di tempat-tempat yang tingginya lebih dari 500 m di atas permukaan air. Genangan air temporair di padang rumput di tepi hutan dan kena sinar matahari lebih disukai oleh jentik-jentiknya daripada yang terlindung. Selama musim kering jarang dijumpai, demikian pula nyamuk dewasanya.

Sangat antropophilik dan suka hinggap di dalam rumah sesudah menggigit sampai malam berikutnya. Mulai aktif jam 09.00 malam sampai pagi hari, puncak kegiatannya setelah tengah malam.

8. Anopheles letifer (Gater)

Terdapat di Sumatera dan Kalimantan, di dataran rendah dekat pantai. Sarang jentiknya adalah genangan air yang coklat tua dengan pH 5-8. Tidak di dalam hutan


(45)

tetapi di daerah hutan yang sudah dibuka, dalam air yang terlindung oleh semak belukar.

Nyamuk dewasa masuk rumah dari senja sampai pagi hari. Tempat hinggapnya di luar rumah, sangat antropophilik, hidupnya lebih dekat dengan kediaman manusia daripada A. umbrosus.

Nyamuk besar, palpi kurang begitu lebat, tidak ada propleural setae, kaki depan tidak ada hubungan putih, sedangkan hubungan putih kaki belakang sempit. Jentiknya berbeda dengan spesies Umbrosus Group lainnya pada rambut-rambutnya yang bercabang, jumlah cabang lebih sedikit inner clypeals 4-7 cabangnya; posterior Clypeals pendek, tidak mencapai pangkal Inner Clypeals, bercabang 3-4; lateral hair ruas abdomen ke-3 dengan 3-4 cabang.

2.1.5. Faktor Lingkungan Yang Memengaruhi Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp.

2.1.5.1. Lingkungan Fisik a. Suhu

Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya siklus perkembangbiakan nyamuk. Menurut Thomson dalam Marsaulina (2002), waktu tetas telur Anopheles sangat dipengaruhi oleh suhu air pada tempat perindukannya, makin tinggu suhu air maka waktu tetas akan semakin singkat.

b. Kelembaban

Kelembaban dapat mempengaruhi perkembangan nyamuk Anopheles karena kelambaban yang rendah dapat memperpendek umur nyamuk. Di Punjab, India


(46)

kelembaban paling rendah 63 % untuk memungkinkan terjadinya penularan. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat nyamuk. Rata-rata kelembaban minimal adalah 60%, relatif kelembaban tertinggi bagi hidup nyamuk memungkinkan lebih lama dalam mentransmisi infeksi pada beberapa orang (Marsaulina, 2002).

c. Hujan

Hujan mempengaruhi terjadinya breeding places. Curah hujan yang berlebihan dapat mengubah aliran kecil air menjadi aliran deras hingga banyak larva dan pupa serta telur terbawa oleh arus air. Menurut Depkes RI dalam Marsaulina (2002) nyamuk Anopheles berkembangbiak dalam jumlah besar.

d. Sinar Matahari

Menurut penelitian Ompusunggu dkk (1992) larva An.sundaicus dan An. subpictus hampir selalu ditemukan bersama-sama di lagun yang berjarak 0-10 meter dari pantai. Kondisi lagun pada saat penemuan kedua spesies ini adalah sebagai berikut: lebih sering ditemukan di air bersih daripada air kotor, hampir selalu ada algae, lebih sering dengan bahan-bahan terapung, hampir selalu ada sinar matahari langsung (Ompusunggu dkk, 1992).

Menurut Depkes dalam Marsaulina 2002 pengaruh sinar matahari terhadap larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang sedikit cahaya matahari sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai tempat terbuka, An. barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun terang. Cahaya matahari langsung akan membuat keadaan yang tidak meyenangkan bagi aktivitas nyamuk.


(47)

e. Arus air

Arus air mempengaruhi perkembangan nyamuk Anopheles karena arus air yangt deras dapat merusak tempat perindukan nyamuk. Larva An.maculatus mempunyai habitat khusus yaitu di parit atau sungai kecil berbatu dengan air mengalir perlahan atau tanpa aliran pada daerah pegunungan (Pranoto dan Munif, 1992).

f. Kedalaman Air

Jentik Anopheles mampu berenang pada permukaan air paling dalam 1 meter, maka tempat-tempat dengan kedalaman lebih 1 meter tidak ditemukan jentik Anopheles spp. (Marsaulina, 2002).

2.1.5.2.Lingkungan Kimia a. Salinitas

Menurut Takken dalam Marsaulina (2002), berbagai spesies nyamuk Anopheles spp. Dapat digolongkan menurut kandungan garam dari air di habitatnya ada tiga, yaitu spesies air asin, air payau, ataupun air tawar. Salinitas optimum untuk perkembangan Anopheles sundaicus di Indonesia adalah 12-18 0/00

Berdasarkan penelitian Ompusunggu (1992) di Kabupaten Sikka, Flores menemukan larva Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus hidup pada kadar garam yang sangat bervariasi antara 2,2-30

. Salinitas optimum ini tidak selalu sama di berbagai tempat untuk perkembangan Anopheles sundaicus.

0


(48)

ditemukan di sungai yang mengalir dan lagun dengan kadar garam berkisar antara 0,2-10,4 0/00. Larva An. vagus ditemukan mampu hidup pada lagun dengan kadar garam 0,4-5,0 0/00 (Ompusunggu, 1992). Anopheles sundaicus yang dikenal sebagai vektor malaria disana banyak ditemukan di sawah, kolam-kolam yang tidak terpelihara dan genangan air di sekitar rumah yang banyak ditumbuhi lumut. Salinitas air sekitar 15-28 0/00

Bone-Webster dan Swellengrebel dalam Ompusunggu (1992) menyatakan bahwa larva jenis nyamuk An. sundaicus bisa hidup mulai dari air tawar hingga air payau yang berkadar garam 8,6

(Blondini dkk, 2003).

0 /00 b. pH

atau lebih.

pH air mempengaruhi tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. Menurut Marsaulina (2002) derajat keasaman (pH) air digunakan dalam pengaturan respirasi dan sistem enzim dalam tubuh larva nyamuk. pH air sangat bervariasi dengan bertambahnya kedalaman, pH cenderung menurun (Marsaulina, 2002).

Menurut Depkes RI (1990) disebutkan bahwa An. sundaicus mempunyai tempat perindukan utama di pantai dan air payau berkadar garam antara 12-18 0/00 c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

.

BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan


(49)

yang membutuhkan oksigen tinggi untuk reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel (Fardiaz, 2004).

d. DO (Dissolved Oxygen)

Menurut Warren dalam Marsaulina (2002) bahwa kandungan oksigen terlarut yang sangat rendah mengurangi jenis invertebrata berukuran lebih besar sedangkan caing Tubifex, larva-larva nyamuk dan sebagainya masih ditemukan. Biasanya pada air yang cukup dangkal persediaan O2

Penurunan oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena mahluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke tempat yang konsentrasi oksigennya masih tinggi (Fardiaz, 2004).

masih banyak ditemukan (Marsaulina, 2002).

e. CO2

Penurunan pH diduga berhubungan dengan kandungan CO (Karbondioksida)

2

(Karbondioksida), karena setiap pertambahan kedalaman air konsentrasi CO2 (Karbondioksida) juga akan bertambah. Pada perairan yang telah tercemar oleh bahan organik kandungan CO2

Menurut Bates dalam Marsaulina (1992) CO

(Karbondioksida) ini semakin tinggi sehingga meracuni kehidupan organisme perairan.

2 (Karbondioksida) di tempat perindukan larva Anopheles umumnya tidak ada korelasinya secara langsung terhadap kehidupan larva. Hal ini disebabkan oleh larva Anopheles hidup di permukaan air dengan spirakelnya selalu berontak dengan udara bebas, sehingga larva mengambil oksigen untuk pernafasannya langsung dari udara bebas.


(50)

2.1.5.3.Lingkungan Biologi a. Vegetasi air

Vegetasi air dapat mempengaruhi kehidupan larva seperti pohon bakau, ganggang. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari (Irsanya, 2005).

Menurut Rao dalam Marsaulina (2002) tumbuhan air di tempat perindukan sangat berperan terhadap keberadaan larva nyamuk Anopheles. Hal ini disebabkan oleh tumbuhan air dapat berfungsi sebagai tempat penambatan diri bagi larva nyamuk saat beristirahat di atas permukaan air, tempat berlindung dari arus air dan serangan predator (Marsaulina, 2002).

b. Hewan Predator

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp.), gambusia, nila, mujahir dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Coelentarata adalah hidra air tawar yang dapat menghancurkan larva instar pertama dan instar kedua di tempat perkembangbiakan nyamuk dalam air tergenang. Serangga pemangsa di air, larva Dyscidae dan Hydrophilidae (Coleoptera) adalah musuh dari nyamuk (Marsaulina, 2002).

c. Makanan

Lingkungan tempat perindukan nyamuk, khususnya larva nyamuk Anopheles banyak ditemukan di perairan dangkal karena berhubungan dengan cara makan dan ketersediaan bahan makanan yang terdapat di permukaan air (Marsaulina, 2002). Di


(51)

alam, larva nyamuk bergantung pada mikroorganisme yang menjadi makanannya, zooplankton dan fitoplankton.

Pada stadium pupa tidak memerlukan makanan, karena pupa merupakan stadium yang inaktif. Meskipun demikian, proses kehidupan tetap ada karena pupa tetap memerlukan zat asam (O2) yang masuk ke dalam tubuhnya melalui corong nafas. Stadium ini memerlukan waktu kira-kira 1-2 hari.

2.2. Survei Entomologi Malaria

2.2.1. Survei Nyamuk Anopheles Dewasa

Survei nyamuk Anopheles dewasa meliputi beberapa hal di bawah ini : 1. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang (human bite).

2. Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding rumah pada malam hari. 3. Penangkapan nyamuk di sekitar ternak pada malam hari.

4. Penangkapan nyamuk di dalam rumah atau bangunan lain pada malam hari. 5. Penangkapan nyamuk pada pagi hari di alam luar.

6. Penangkapan pagi hari di dalam rumah/bangunan lain dengan space spraying. 2.2.2 Survei Jentik

a. Tujuan Survei Jentik

Tujuan dilakukan survei jentik adalah untuk mengetahui perilaku berkembang biak dan inventarisasi tempat perindukan atau tempat berkembang biak nyamuk yang sangat diperlukan dalam upaya tindakan anti larva.


(52)

Beberapa tujuan lain dalam melakukan survei jentik adalah : 1. Mengetahui habitat/breeding places dari suatu spesies 2. Mengetahui distribusi geografi dari spesies-spesies yang ada

3. Mengetahui hubungan larva dengan hewan atau tanaman air lainnya. b. Alat/Bahan

1. Pipet larvae besar dan kecil. 2. dipper

3. vial/bottle

c. Cara Melakukan Survei Jentik

1. Pada setiap tempat masing-masing 1 m2 diambil 10 cidukan (bila arealnya luas diambil beberapa sampel).

2. Penangkapan dengan menggunakan dipper : dilakukan pada berbagai macam genangan air di daerah lokasi, misalnya sawah, rawa-rawa, pinggir-pinggir parit, kubangan atau jejak kerbau, dll. Genangan air di sekitar rumah, misalnya tempurung, bekas ban mobil, dll/

3. Larva di dipper diambil dengan pipet dan dipindahkan ke dalam vial (botol kecil).

4. Vial diberi label sesuai dengan tempat dimana larvanya diambil: tanggal, tempat, type tempat penangkapan, nama collector.

5. Selanjutnya akan diproses kemudian.

Survei dilakukan dengan menggunakan alat cidukan jentik. Kepadatan dapat dihitung untuk tiap ciduk atau tiap 10 ciduk. Banyaknya cidukan disesuaikan dengan


(53)

luasnya tempat perindukan serta penyebaran jentik. Dalam survei ini perlu dicatat luas tempat perindukan, flora dan fauna yang ada, baik yang ada di tempat perindukan maupun di sekitarnya.

2.2.3. Etiologi Malaria

Di Indonesia dikenal empat macam spesies parasit malaria yaitu : 1. Plasmodium Vivax sebagai penyebab Malaria Tertiana.

2. Plasmodium falciparum sebagai penyebab Malaria Tropika, yang sering menyebabkan malaria otak dengan kematian.

3. Plasmodium malariae sebagai penyebab malaria Quartana.

4. Plasmodium ovale sebagai penyebab malaria ovale yang sudah sangat jarang ditemukan (Depkes RI, 1999 ; Depkes RI, 2000).

2.2.3.1. Sumber dan Cara Penularan

Sumber penyakit adalah manusia sebagai host intermidiate dan nyamuk Anopheles betina yang infected sebagai host devinitive. Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang siap menularkan (infected) dimana sebelumnya nyamuk tersebut telah menggigit penderita malaria yang dalam darahnya mengandung gametosit (gamet jantan dan betina).

2.2.3.2. Masa Inkubasi

Masa inkubasi pada tubuh manusia (masa inkubasi intrinsik), yaitu waktu manusia digigit nyamuk yang infected, dengan masuknya sporozoit, sampai timbul gejala klinis (demam). Kurang lebih 12 hari untuk Plasmodium falciparum. 15 hari


(54)

untuk Plasmodium vivax, 28 hari untuk Plasmodium malariae, dan 17 hari untuk Plasmodium ovale (Depkes, 2006).

2.2.3.3. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan penyakit malaria yang klasik adalah : menggigil, demam (suhu antara 37,5 oC – 40 o

Pada penyakit malaria dengan komplikasi (malaria berat) gejala yang timbul dapat berupa, gangguan kesadaran, kejang, panas tinggi hingga >40

C); dan berkeringat. Gejala lain yang mungkin timbul adalah sakit kepala, mual atau muntah dan diare serta nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa.

o

2.2.4. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria

C, anemia, mata dan tubuh menguning (ikterus), serta perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan, jumlah kencing berkurang (oliguri), muntah terus menerus sehingga tidak dapat makan dan minum, warna urine seperti teh coklat tua sampai kehitaman (black water fever), dan pernafasan cepat.

2.2.4.1.Siklus Hidup Plasmodium

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

Species plasmodium pada manusia adalah Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. Malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di


(55)

beberapa propinsi antara lain : Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.

2.2.4.2. Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.

1. Siklus Hidup pada Manusia (Aseksual)

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).

Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya


(56)

eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina (Seksual)

Apabila nyamuk betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan melalui zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium.

Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (Hari)

P. falciparum 9-14 (12)

P. vivax 12-17 (15)

P. ovale 16-18 (17)


(57)

2.2.4.3. Patogenesis Malaria

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokinin, antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF ini akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, Plasmodium vivax/ovale 48 jam, dan Plasmodium malariae demam timbul selang waktu 2 hari.

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari semua jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P.vivax dan P.ovale dan P.malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.

Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum akan mengalami sekuestrasi


(58)

yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu, pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette” yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah yang lainnya. Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokinin (TNF, interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.

2.2.5. Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

2.2.5.1. Klasifikasi Eceng Gondok Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichhornia

Jenis : Eichornia crassipes Solms

Orang lebih banyak mengenal tanaman ini tumbuhan pengganggu (gulma) diperairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata


(59)

dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak.

Eceng gondok hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.

Eceng gondok dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Kemampuan tanaman inilah yang banyak di gunakan untuk mengolah air buangan, karena dengan aktivitas tanaman ini mampu mengolah air buangan domestic dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Mukti, 2008).

Adapun bagian-bagian tanaman yang berperan dalam penguraian air limbah adalah sebagai berikut :


(60)

1. Akar

Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikal yang terlarut dalam air (Mukti, 2008).

2. Daun

Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O

2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam hari dengan menghasilkan CO

2

c. Tangkai

yang akan terlepas kedalam air (Mukti, 2008).

Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapaungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian dibagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan


(61)

parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Mukti, 2008).

d. Bunga

Eceng gondok berbunga bertangkai dengan warna mahkota lembayung muda. Berbunga majemuk dengan jumlah 6 - 35 berbentuk karangan bunga bulir dengan putik tunggal.

Eceng gondok juga memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut, eceng gondok merupakan tumbuhan perennial yang hidup dalam perairan terbuka, yang mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif, perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru.

Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan, hal inilah membuat eceng gondok banyak dimanfaatkan guna untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40 - 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm.


(62)

2.2.5.2. Faktor Lingkungan yang Menjadi Syarat untuk Pertumbuhan Eceng gondok

Faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan eceng gondok adalah sebagai berikut :

1. Cahaya matahari, PH dan Suhu

Pertumbuhan eceng gondok sangat memerlukan cahaya matahari yang cukup, dengan suhu optimum antara 25

o C-30

o

2. Ketersediaan Nutrien Derajat keasaman (pH) Air

C, hal ini dapat dipenuhi dengan baik di daerah beriklim tropis. Di samping itu untuk pertumbuhan yang lebih baik, eceng gondok lebih cocok terhadap pH 7,0 - 7,5, jika pH lebih atau kurang maka pertumbuhan akan terlambat (Mukti, 2008).

Pada umumnya jenis tanaman gulma air tahan terhadap kandungan unsur hara yang tinggi. Sedangkan unsur N dan P sering kali merupakan faktor pembatas. Kandungan N dan P kebanyakan terdapat dalam air buangan domestik. Jika pada perairan kelebihan nutrien ini maka akan terjadi proses eutrofikasi. Eceng gondok dapat hidup di lahan yang mempunyai derajat keasaman (pH) air 3,5 - 10. Agar pertumbuhan eceng gondok menjadi baik, pH air optimum berkisar antara 4,5 – 7. 2.2.5.3. Ciri-ciri Fisiologis Enceng Gondok

Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup ditanah asam dan tanah yang


(63)

basah (Anonim, 1996). Kemampuan eceng gondok untuk melakukan proses-proses sebagai berikut :

a. Transpirasi

Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalah memerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan batang sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi, sebagian menyerap melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kwantitas sinar matahari dan musim penanamnan. Laju teraspirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga proses transpirasi akan besar dan beberapa factor lingkungan seperti suhu, kelembaban, udara, cahaya dan angin.

b. Fotosintesis

Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan CO

2 dan H2

c. Respirasi

O dan dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan glukosa dan oksigen dan senyawa-senyawa organic lain. Karbondioksida yang digunakan dalam proses ini beasal dari udara dan energi matahari.

Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut dihasilkan


(1)

NPar Tests Chi-Square Test Frequencies

Sinar matahari

Observed N Expected N Residual

ada 9 5.0 4.0

tidak ada 1 5.0 -4.0

Total 10

pupa (kepompong)

Observed N Expected N Residual

1 5 5.0 .0

2 5 5.0 .0

Total 10

Test Statistics

Sinar matahari pupa (kepompong)

Chi-Square 6.400a .000a

df 1 1

Asymp. Sig. .011 1.000

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 5.0.

NPar Tests Chi-Square Test Frequencies

Hewan predator

Observed N Expected N Residual

ada 9 5.0 4.0

tidak ada 1 5.0 -4.0

Total 10

pupa (kepompong)

Observed N Expected N Residual

1 5 5.0 .0

2 5 5.0 .0


(2)

Test Statistics

Hewan predator pupa (kepompong)

Chi-Square 6.400a .000a

df 1 1

Asymp. Sig. .011 1.000

a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 5.0.

Correlations

Correlations

Imago (nyamuk dewasa) Suhu air

Imago (nyamuk dewasa) Pearson Correlation 1 .723*

Sig. (2-tailed) .018

N 10 10

Suhu air Pearson Correlation .723* 1

Sig. (2-tailed) .018

N 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Larva anopheles 1.90 1.792 10

Suhu air 28.90 1.370 10

kedalaman air 55.00 28.983 10

pH air 7.7300 .36833 10

BOD air 8.3040 5.44707 10

DO air 3.5140 2.24573 10

Hewan predator 1.10 .316 10

Sinar matahari 1.10 .316 10

Correlations

Larva anopheles Suhu air kedalaman air pH air BOD air DO air Hewan predator Sinar matahari

Pearson Correlation Larva anopheles 1.000 .719 -.079 -.146 -.006 -.164 -.373 -.373

Suhu air .719 1.000 -.615 .051 -.504 -.507 -.231 -.231


(3)

Hewan predator -.373 -.231 .194 -.124 .162 .434 1.000 -.111

Sinar matahari -.373 -.231 -.279 -.506 -.026 -.171 -.111 1.000

Sig. (1-tailed) Larva anopheles . .010 .414 .343 .493 .325 .145 .145

Suhu air .010 . .029 .445 .069 .067 .261 .261

kedalaman air .414 .029 . .172 .002 .003 .296 .218

pH air .343 .445 .172 . .047 .123 .366 .068

BOD air .493 .069 .002 .047 . .000 .327 .472

DO air .325 .067 .003 .123 .000 . .105 .318

Hewan predator .145 .261 .296 .366 .327 .105 . .380

Sinar matahari .145 .261 .218 .068 .472 .318 .380 .

N Larva anopheles 10 10 10 10 10 10 10 10

Suhu air 10 10 10 10 10 10 10 10

kedalaman air 10 10 10 10 10 10 10 10

pH air 10 10 10 10 10 10 10 10

BOD air 10 10 10 10 10 10 10 10

DO air 10 10 10 10 10 10 10 10

Hewan predator 10 10 10 10 10 10 10 10

Sinar matahari 10 10 10 10 10 10 10 10

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method 1 Sinar matahari, BOD

air, Hewan predator, Suhu air, pH air, kedalaman air, DO aira

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .962a .926 .669 1.031

a. Predictors: (Constant), Sinar matahari, BOD air, Hewan predator, Suhu air, pH air, kedalaman air, DO air


(4)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 26.773 7 3.825 3.596 .235a

Residual 2.127 2 1.064

Total 28.900 9

a. Predictors: (Constant), Sinar matahari, BOD air, Hewan predator, Suhu air, pH air, kedalaman air, DO air b. Dependent Variable: Larva anopheles

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -76.633 87.022 -.881 .471

Suhu air 1.744 1.296 1.334 1.346 .311

kedalaman air .037 .066 .606 .565 .629

pH air 2.835 4.970 .583 .570 .626

BOD air .746 .401 2.268 1.862 .204

DO air -1.579 .863 -1.979 -1.829 .209

Hewan predator 2.265 2.738 .400 .827 .495

Sinar matahari .927 5.841 .164 .159 .889

a. Dependent Variable: Larva anopheles

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -.25 4.95 1.90 1.725 10

Residual -1.253 .469 .000 .486 10

Std. Predicted Value -1.247 1.767 .000 1.000 10

Std. Residual -1.215 .454 .000 .471 10


(5)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 10 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 10 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 10 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding

Original

Value Internal Value

1 0

2 1

Categorical Variables Codings

Frequency

Parameter coding (1)

Hewan predator ada 9 1.000

tidak ada 1 .000

Block 1: Method = Enter

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 .000 8 1.000

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test pupa (kepompong) = 1 pupa (kepompong) = 2

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 1 1.000 0 .000 1

2 1 1.000 0 .000 1

3 1 1.000 0 .000 1

4 1 1.000 0 .000 1

5 1 1.000 0 .000 1


(6)

7 0 .000 1 1.000 1

8 0 .000 1 1.000 1

9 0 .000 1 1.000 1

10 0 .000 1 1.000 1

Classification Tablea

Observed

Predicted pupa (kepompong)

Percentage Correct

1 2

Step 1 pupa (kepompong) 1 5 0 100.0

2 0 5 100.0

Overall Percentage 100.0

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Suhu -18.508 21691.382 .000 1 .999 .000

Dalam -4.009 3435.704 .000 1 .999 .018

pH 76.636 383474.695 .000 1 1.000 1.917E33

BOD -3.878 126584.555 .000 1 1.000 .021

DO 46.769 345340.807 .000 1 1.000 2.049E20

HP(1) 43.241 690064.077 .000 1 1.000 6.019E18

Constant -10.591 1818981.862 .000 1 1.000 .000

a. Variable(s) entered on step 1: Suhu, Dalam, pH, BOD, DO, HP.

Correlation Matrix

Constant Suhu Dalam pH BOD DO HP(1)

Step 1 Constant 1.000 .828 -.913 -.986 -.974 .971 .971

Suhu .828 1.000 -.755 -.908 -.912 .905 .904

Dalam -.913 -.755 1.000 .909 .936 -.947 -.942

pH -.986 -.908 .909 1.000 .995 -.991 -.991