Percobaan yang dilakukan oleh Supriyadi 1991 menyatakan bahwa suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi
ekstrinsik, demikian juga sebaliknya. Demikian juga menurut Thomson dan Rao 1981 waktu tetas telur Anopheles
sangat dipengaruhi oleh air pada tempat perindukannya. Makin tinggi suhu air makin singkat waktu tetasnya. Demikian juga percobaan yang dilakukannya terhadap telur
An. minimus melaporkan bahwa pada suhu 20 C telur menetas dalam waktu 3,5 hari
dan pada suhu 35 C menetas dalam waktu 2 hari.
5.3. Pengaruh Sinar Matahari terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sinar matahari tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberadaan larva nyamuk Anopheles spp. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikansi p sinar matahari terhadap larva nyamuk Anopheles spp. dengan nilai p 0,289 artinya p 0,05 artinya bahwa sinar matahari
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah larva nyamuk Anopheles spp.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan juga bahwa sinar matahari memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberadaan pupa. Hal ini ditunjukkan dengan
berdasarkan uji Chi-square menunjukkan nilai signifikansi p adalah 0,011 artinya nilai p 0,005 artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara sinar matahari
terhadap keberadaan pupa nyamuk Anopheles spp.
Universitas Sumatera Utara
Penangkapan nyamuk Anopheles spp. dilakukan pada malam hari karena kebiasaan nyamuk Anopheles keluar di malam hari.
Menurut pendapat Depkes RI 1991 pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat
yang sedikit cahaya matahari sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai tempat terbuka, An. barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun terang. Bates
1970 menyatakan bahwa cahaya matahari langsung akan membuat keadaan yang tidak menyenangkan bagi aktivitas nyamuk.
Penelitian Ompusunggu dkk 1992 larva An. sundaicus dan An. subpictus hampir selalu ditemukan bersama-sama di lagun yang berjarak 0–10 meter dari
pantai. Kondisi lagun pada saat-saat penemuan larva kedua species ini adalah sebagai berikut: lebih sering ditemukan di air bersih daripada di air kotor, hampir selalu ada
algae, lebih sering dengan bahan-bahan terapung, hampir selalu ada sinar matahari langsung Ompusunggu dkk, 1992.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munif dkk 2006 tentang bionomi Anopheles spp. di daerah endemis malaria kecamatan Lengkong kabupaten
Sukabumi propinsi Jawa barat ditemukan bahwa jenis nyamuk yang sering ditemukan bahkan merupakan spesies paling dominan di daerah penelitian tersebut adalah
nyamuk An. barbirostris dan An. aconitus dan An. maculatus. Ketiga spesies ini telah dikonfirmasi merupakan nyamuk yang berperan sebagai vektor malaria di Indonesia.
Pada umumnya nyamuk yang tertangkap adalah nyamuk yang menyukai tempat perindukan yang terkena sinar matahari. Menurut Takken dan Knos, 1990 dalam
Universitas Sumatera Utara
Vytilingam et al, 1992 An.kochi dan An. aconitus menyukai tempat perindukan tidak terkena sinar matahari langsung. Di Kecamatan Lengkong sebagian besar tempat
perindukan nyamuk tidak terkena paparan matahari, keadaan ini mendukung berbiaknya nyamuk Anopheles. An. aconitus, An. maculatus, An. tesselatus dan An.
kochi menyukai tempat perindukan yang tidak terkena sinar matahari langsung, yang terlindung tanaman. Kejadian ini menyebabkan kelimpahan nyamuk Anopheles yang
menyukai tempat perindukan yang terkena sinar matahari lebih banyak dibandingkan dengan nyamuk yang menyukai perindukan terlindung tanaman Munif, Soedomo,
Sukirno, 2006.
5.4. Pengaruh Kedalaman Air Terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp.