5. Derivat opium dan morfin. Opium bermanfaat untuk menghilangkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik dan psikologis. Obat-obatan
yang termasuk dalam kelompok ini adalah: a. Morfin
b. Heroin c. Kodein
d. Meferidin demerol e. Methadon
f. Fentanil actiq, duragesic, sublimaze g. Opium
6. Anastesi. Obat yang tergolong kelompok ini adalah ketamin ketalar SV dan phencyclidine PCP dan analognya.
2.1.3. Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan zat adalah suatu kelainan yang menunjukkan jiwa tidak lagi berfungsi secara wajar sehingga terjadi perilaku meladatif dan negatif dalam
masyarakat. Ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menghentikan pemakaian zat menimbulkan gangguan fisik yang hebat jika dihentikan. Penyalahgunaan zat
tidak saja berbahaya dan merugikan keluarga dan menimbulkan dampak sosial yang luas Hawari, 2002.
Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum UU RI Nomor 35 Tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Remaja dan Narkotika
Pada remaja, sikap dan keyakinan mereka akan narkoba, termasuk risiko yang diakibatkannya cenderung berubah dengan cepat. Sering laju proses perkembangan
keremajaan, tingkat toleransi mereka terhadap narkoba umumnya meningkat. Pemuda, dibandingkan dengan kelompok usia dewasa cenderung mengecilkan makna
risiko narkoba, kecendrungan ini lebih kentara pada pemuda berjenis kelamin laki- laki daripada perempuan, karena lazimnya orang-orang muda menaruh perhatian kecil
pada risiko jangka panjang, termasuk diakibatkan oleh pemakaian narkoba Surbakti, 2008.
Berikut ini adalah sejumlah alasan dalih yang lazim dikemukakan oleh para pengguna narkoba Surbakti, 2008:
1. Individu menggunakan narkoba karena ingin masuk ke tengah kelompok 2. Individu menggunakan narkoba karena ingin bereksperimen
3. Individu menggunakan narkoba karena ingin melarikan diri dari kompleksitas hidup sekaligus menjalani hidup secara lebih tenang.
4. Individu menggunakan narkoba karena memasukkan dirinya ke dalam kategori ‘dewasa’
5. Individu menggunakan narkoba karena bosan 6. Individu menggunakan narkoba sebagaai wujud pemberontakan
7. Individu menggunakan narkoba karena lingkungan mengasosiasikan narkoba dengan nilai-nilai positif
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Epidemiologi Penyalahgunaan Narkotika 2.1.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyalahgunaan Narkotika
Prevalensi pengguna narkotika semakin meningkat dari tahun ke tahun dan menunjukkan fenomena gunung es ice berg fenomena, dimana kasus yang tampak
pada permukaan lebih sedikit dibandingkan kasus yang tidak tampak Badan Narkotika Nasional, 2006.
Alkohol merupakan zat yang sering disalahgunakan disemua negara di dunia. Point prevalence penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa berkisar 1,7 di dunia
berdasarkan analisis GBD Global Burden of Disease pada tahun 2000. Prevalensi penyalahgunaan alkohol sangat bervariasi di seluruh dunia, mulai dari sangat rendah
di beberapa negara di Asia tengah sampai lebih dari 5 di Amerika Utara dan beberapa negara Eropa Timur. Periode prevalensi dari penyalahgunaan dan
ketergantungan zat berkisar antara 0,4 hingga 4 tetapi cara penyalahgunaan zat sangat bervariasi. Diperkirakan 5 juta manusia di dunia menggunakan jarum suntik
dalam menyalahgunakan narkotika World Health Organization, 2001. Jumlah pengguna narkotika tahun 2003 di Indonesia mencapai 1,99 dari
populasi penduduk atau 3,2 juta hingga 3,6 juta orang. Jumlah tersebut terdiri dari 26 coba pakai, 27 teratur pakai, 40 pecandu bukan suntik, dan tujuh persen
pecandu suntik, sedangkan jumlah kasus narkotika di Indonesia tahun 2003 tercatat sebanyak 7.140 kasus dan tahun 2008 meningkat menjadi 29.359 kasus, atau terjadi
kenaikan kasus sebanyak 23,2 per tahun. Dari kasus-kasus tersebut, tercatat bahwa
Universitas Sumatera Utara
jumlah pengguna narkotika meningkat dari 9.717 orang pada tahun 2003 menjadi 44.694 orang pada tahun 2008 Badan Narkotika Nasional, 2010.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pusdatin Pusat Data dan Informasi melalui SIP2NAPZA Sistem Informasi Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA,
dari 5321 responden pada tahun 2001, 51,1 adalah penyalahguna yang berumur 20- 24 tahun, 25,7 adalah penyalahguna yang berumur 25-29 tahun, dan selebihnya
secara berurutan adalah penyalahguna yang berumur 15-19 tajun 14,7 , 30-34 tahun 5,4 , 35 tahun 2,5 , dan 10-14 tahun 0,6 , sedangkan pada tahun
2002 dari 3860 orang, jumlah penyalahguna narkotika, 48,2 5 adalah kelompok umur 2-0-24 tahun, diikuti dengan 24 dari kelompok umur 25-29 tahun, 17, 8 dari
kelompok umur 15-19 tahun, 5, 9 dari umur 30-34 tahun, 3,3 dari umur 34 tahun, dan 0,7 dari umur 10-14 tahun Badan Narkotika Nasional, 2006.
Pada tahun 2003 dari 3583 orang jumlah penyalahguna narkotika, 40 adalah kelompok umur 20-24 tahun, diikuti dengan 28, 3 dari kelompok umur 25-29
tahun, 10,9 dari kelompok umur 15-19 tahun, 10,2 kelompok umur 30-34 tahun, 9,4 kelompok umur 34 tahun, dan 1,3 kelompok umur 10-14 tahun. Tahun 2004,
dari 6218 orang penyalahguna narkotika, 34, 2 berumur 20-24 tahun, diikuti 28, 9 yang berumur 25-29 tahun, 13,3 kelompok umur 30=-34 tahun, 12,5
kelompokumur 34 tahun, 8,7 berumur 15-19 tahun, dan 0,5 kelompok umur 10-14 tahun Badan Narkotika Nasional, 2006.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Badan Narkotika Nasional dari 641 responden tahun 2001 sebagian besar adalah penyalahguna yang menggunakan
Universitas Sumatera Utara
narkotika dengan cara hisap 26, 7 dan suntik 22,2 . Pada tahun 2002, dari 1936 penyalahguna narkotika yang mengkonsumsi narkotika dengan cara hisap
adalah 42,3 kemudian pengguna narkotika dengan cara suntik 24, 4 , sisanya adalah dengan cara oral Badan Narkotika Nasional, 2006.
2.1.5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penyalahgunaan Narkotika
Pada dasarnya, terjadinya peenyalahgunaan narkotika sebagai hasil interaksi dari tiga faktor, yaitu faktor zat, individu dan lingkungan.
1. Faktor Zat Tidak semua zat dapat menimbulkan gangguan penggunaan zat, hanya zat
dengan khasiat farmakologik tertentu dapat menimbulkan ketergantungan. Apabila disuatu tempat zat yang dapat menimbulkan ketergantungan dapat dngan
mudah diperoleh, maka di tempat itu akan banyak terdapat kasus penyalahgunaan zat. Oleh karena itu, zat yang dapat menimbulkan ketergantungan harus diatur
dengan aturan-aturan yangg efektif tentang penanamannya, pengolahannya, impor dan distribusinya, serta pemakaiannya Badan Narkotika Nasional, 2003.
2. Faktor Individu Resiko untuk menyalahgunakan zat berbeda-beda pada setiap orang. Faktor
kepribadian dan faktor konstitusi seseorang merupakan dua faktor yang ikut menentukan seseorang teergolong kelompok berisiko tinggi atau tidak.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar gangguan penggunaan zat dimulai pada usia remaja. Ada beberapa ciri perkembangan remaja yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menjerumuskan seseorang kepada penyalahgunaan zat Badan Narkotika Nasional, 2003.
Hasil survei BNN pada pelajar dan mahasiswa pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 40 penyalahguna mulai mamakai narkotika pada usia 11
tahun atau lebih muda, selain itu penelitian Fransisca di Rumah Sakit Jiwa Medan pada Juni 2001-Juli 2002, menyatakan bahwa 50 orang 51
penyalahguna yang dirawat jalan merupakan anak tengah di dalam keluarga diikuti anak bungsu ssebanyak 24 orang 24,7 dan anak sulung sebanyak 19
orang 19,6 Fransisca, S, 2003. Berdasarkan penelitian Widianingsih tahun 2009 tentang penyesuaian diri
mantan pengguna narkotika berdasarkan jenis kelamin dengan menngunakan skor Z diperoleh -0,023 pada pria 0,185 pada wanita, angka ini menunjukkan
bahwa penyesuaian diri wanita lebih baik dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan wanita lebih dapat memecah konflik yang dihadapi dan dapat menghadapi
masalah hidup serta frustasi dengan cara yang efektif dibandingkan pria. Jika berdasarkan rentang umur, penyesuaian diri remaja usia 201-21 tahun lebih
tinggi dibandingkan penyesuaian pada usia 18-19 tahun 29,86 27,18. Hal ini dikarenakan usia 20-21 tahun lebih matang dalam berfikir, sehingga mampu
mengendalikan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar bereaksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara yang matang, bermanfaat, efisien, dan
memuaskan, serta menyelesaikan konfliik frustasi maupun kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami gangguan tingkah laku.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Lingkungan Berdasarkan penelitian Badan Narkotika Nasional pada tahun 2004 pada
siswa SMU diketahui bahwa sebagian besar responden 89,9 berada dalam keluarga yang komunikasinya buruk dan sebanyak 49 responden mempunyai
teman yang menggunakan narkotika Raharni, 2005. Faktor lingkungan Badan Narkotika Nasional, 2003, meliputi:
a. Lingkungan Keluarga Hubungan ayah dan ibu yang tidak harmonis, komunikasi kurang efektif
antara orang tua dan anak, dan kurangnya rasa hormat antar anggota keluarga merupakan faktor yang ikut mendorong seseorang pada penyalahgunaan zat.
b. Lingkungan Sekolah Sekolah yang kurang disiplin, terletak dekat dengan tempat hiburan, kurang
memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif, dan adanya murid pengguna narkotika merupakan faktor
kontributif terjadinya penyalahgunaan narkotika. c. Lingkungan Teman Sebaya
Adanya kebutuhan akan pergaulan teman sebaya mendorong remaja untuk dapat diterima sepenuhnya dalam kelompoknya. Ada kalanya menggunakan
narkotika merupakan kebiasaan penting bagi remaja agar dapat diterima kelompoknya dan dianggap sebagai orang dewasa.
Universitas Sumatera Utara
d. Lingkungan Masyarakat Sosial Gangguan penggunaan zat dapat juga timbul sebagai suatu protes terhadap
sistem atau norma-norma. Lemahnya penegak hukum, situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung mendorong remaja untuk mencari
kesenangan dengan menyalahgunakan narkotika.
2.1.5.3. Faktor Risiko
Semua remaja mempunyai risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan. Namun ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan obat di kalangan para
remaja meningkat seperti faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan dan karekteristik individu Soetjiningsih, 2007.
Resiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol
dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan
remaja kembar dizigot. Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan obat pada remaja. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka
mempunyai risiko penyalahgunaan obat pada remaja lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat, disamping itu keluarga yang
antisosial dan kriminal mempunyai risiko penyalahgunaan obat pada remaja lebih besar pula.
Dalam pergaulan sehari-hari, pengaruh oleh teman dekat untuk menyalahgunakan obat lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal.
Universitas Sumatera Utara
Remaja-remaja yang mempunyai riwayat kejahatan, bolos sekolah, gagal di sekolah, atau perilaku seks bebas mempunyai risikp menyalahgunakan obat lebih besar.
Penyalahgunaan obat oleh remaja pada usia dini dibawah 15 tahun atau lebih lanjut diatas 24 tahun, cenderung didasari oleh gangguan psikiatri seperti depresi
atau gangguan kecemasan dan mempunyai risiko penyalahgunaan obat dua kali lebih besar dibandingkan dengan remaja yang tidak mempunyai riwayat depresi.
2.1.6. Pengobatan dan Rehabilitasi Narkotika
Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan narkotika golongan II atau golongan III dalam jumlah terbatas dan
sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasien dapat memiliki, menyimpan, danatau membawa narkotika untuk
dirinya sendiri. Pasien harus mempunyai bukti yang sah bahwa narkotika yang dimiliki, disimpan, danatau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan Pasal 53, ayat 1-3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009.
Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial Pasal 54 UU RI Nomor 35 Tahun 2009.
Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, danatau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri
Universitas Sumatera Utara
atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, danatau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor diatur
dengan peraturan pemerintah Pasal 55, ayat 1-3 UU RI Nomor 35 Tahun 2009. Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk
oleh menteri. Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu narkotika
setelah mendapat persetujuan menteri. Selain melalui pengobatan danatau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh
instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan baik oleh instansi
pemerintah maupun oleh masyarakat Pasal 56-58 UU RI Nomor 35 Tahun 2009. Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan
vokasional sebagai upaya untuk memulihkan fungsi penyesuaian secara optimal dan mempersiapkan pasien pengguna kembali pada peran sosialnya dimasyarakat
Konsensus FKUI, 2002. Rehabilitasi adalah pemondokan yang dilakukan agar pengguna obat terlarang
dapat kembali sehat, yang meliputi sehat jasmani atau fisik biologik, jiwa psikologik, sosial adaptasi, dan rohani atau keimanan spiritual Hawari, 2000.
Rehabilitasi bukan sekedar memulihkan kesehatan semula pengguna, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Rehabilitasi
Universitas Sumatera Utara
korban narkotika adalah suatu proses yang berkelanjutan dan menyeluruh. Rehabilitasi korban narkotika harus meliputi usaha-usaha yang mendukung para
korban, hari demi hari, dalam membuat pengembangan dan pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas di bidang fisik, mental, spiritual dan sosial Somar, 2002.
Upaya rehabilitasi juga melibatkan keluarga dan lingkungan yang terdekat lainnya. Konseling dan psikoterapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan
merupakan kesinambungan dari program kuratif Konsensus FKUI, 2002. Menurut Konsensus FKUI 2002, secara umum rehabilitasi terdiri atas :
1. Rehabilitasi di rumah, terdiri atas 2 jenis, yaitu : a. Pasien benar-benar hanya tinggal di rumah, petugas kesehatan dokter,
perawat dan pekerja sosial yang melakukan kunjungan rumah. b. Pasien berobat jalan, misalnya mengikuti program rehabilitasi tertentu yang
dilakukan oleh bagian rehabilitasi seperti day care program pasien mengikuti program paruh waktu misalnya hanya siang atau pagi.
2. Pasien tinggal di layanan rehabilitasi Jenis ini pun terdiri dari berbagai pendekatan, misalnya medik-holistik,
pendekatan agama, tradisional, dan lain-lain. Apabila pasien memiliki motivasi yang tinggi dan adanya dukungan yang besar dari keluarga, ia dapat menjalani
terapi di rumah, tetapi bila faktor motivasi dan dukungan keluarga meragukan perlu diciptakan suatu lingkungan yang terstruktur, terisolasi dari masyarakatnya
dengan mengandalkan kekuatan peer group kelompok teman sebaya, misalnya dipusat rehabilitasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6.1. Indikator dan Tujuan Penanganan
United Nation Office on Drugs and Crime UNODC tahun 2002 dalam Reza 2008 menetapkan, keberhasilan penanganan terhadap kasus penyalahgunaan
narkoba ditentukan oleh tiga pencapaian, yaitu: 1. Berhenti atau berkurangnya penyalahgunaan obat-obatan alkohol.
2. Meningkatnya kesehatan dan keberfungsian individu 3. Menurunnya ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk
dari ancaman mewabahnya penyakit-penyakit yang juga disebabkan oleh gaya hidup pecandu yang identik dengan penyalahgunaan narkoba.
United Nation Office Drugs and Crime UNODC 2002 juga menyatakan segala bentuk penanganan berorientasi rehabilitasi memiliki empat tujuan, yaitu:
1. Mempertahankan kemajuan fisiologis dan psikologis sebagai tindak lanjut tahap detoksifikasi
2. Mempertajam dan meneruskan berhentinya perilaku adiktif 3. Mendidik serta mendorong individu mantan pengguna agar dapat
memodifikasikan perilaku dan gaya hidup yang lebih konstruktif sebagai daya tangkal terhadap godaan narkoba.
4. Mendidik dan mendukung perilaku yang mengarah pada terbentuknya kesehatan pribadi, keberfungsian sosial, serta menekan resiko mewabahnya penyakit yang
mengancam kesehatan dan keselamatan publik. Rehabilitasi bertujuan agar pasien pengguna dapat melanjutkan pendidikan
sesuai dengan kemampuannya atau bekerja kembali sesuai dengan bakat dan
Universitas Sumatera Utara
minatnya, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga maupun masyarakat umumnya. Rehabilitasi juga bertujuan agar pasien dapat menghayati agamanya dan
hidup sesuai ajaran agama yang dianutnya Konsensus FKUI, 2002.
2.1.6.2. Perkembangan Proses Rehabilitasi Narkotika
Menurut Kementrian Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PSPP “Insyaf” Sumatera Utara 2010, perkembangan klien
dalam menjalani proses rehabilitasi dipantau oleh psikiater, dan konselor secara berkala mingguan, secara insidental bila ada perubahan dengan menjaga
kerahasiaan data klien, perkembangan klien yang dipantau meliputi: 1. Kondisi fisik, meliputi aspek; kondisi kesehatan, berat badan kg, selera makan,
kebersihan, penampilan kerapihan, stamina, kelincahan, dan kelainan fisik. 2. Kondisi mental dan keagamaan, meliputi aspek; kemandirian, kedisiplinan
terhadap ketentuan panti, tanggung jawab, disiplin melaksanakan agama, kemampuan berfikir, dan stabilitas emosi.
3. Sosiabilitas, meliputi aspek; kemampuan penyesuaian diri, kerjasama, keakraban dengan teman, hubungan dengan pembimbing dan instruktur, sopan santun, relasi
dengan keluarga, dan relasi dengan teman. 4. Ketrampilan dan semangat kerja, meliputi aspek; penguasaan ketrampilan,
motivasi mengikuti pelatihan, disiplin waktu selama pelatihan, tanggung jawab kerja, dan kerapihan kerja.
Para pengguna narkotika mengalami gangguan kondisi fisik dan mental karena zat yang digunakan, sangat mendasar mereka kehilangan pegangan agama yang
Universitas Sumatera Utara
menjadikan mereka bimbang, menjauhkan diri dari lingkungan sosial karena khawatir tidak diterima dengan baik dan tidak berguna, sehingga perlu adanya ketrampilan
yang dapat bermanfaat bagi kehidupan setelah rehabilitasi Soetjiningsih, 2007.
2.1.6.3. Pemulihan Kesembuhan dari Penyalahgunaan Narkotika
Pemulihan kesembuhan merupakan suatu proses berkelanjutan dari keadaan sakit menuju keadaan pulihnya kesehatan dengan bantuan terapi-terapi yang sesuai.
Proses kesembuhan dimulai dari pembuatan keputusan pribadi untuk sembuh. Kemudian masuk pada proses re-orientasi diri memutar haluan hidup menuju
sasaran yang semestinya yaitu sehat jiwa, raga, roh dan sosial. Dilanjutkan dengan proses hidup yang berkualitas dan bahagia tanpa harus tergantung pada narkotika
Somar, 2001. Menurut Somar 2001, proses kesembuhan pada diri pecandu narkotika untuk
menjadi mantan pecandu ataupun pengguna narkotika dilalui melalui beberapa tahapan ataupun jenjang kesembuhan, yaitu:
1. Tahap transisi, pada saat ini pecandu mulai kecewa tentang keadaan dirinya, merasa bahwa ia terlilit masalah. Mulai terjadi kesadaran awal bahwa ia
kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya, yaitu kewarasan dan hidupnya yang normal akibat memakai narkoba.
2. Tahap stabilitasi diri, pecandu mulai berfikir untuk membenahi dirinya dari akibat- akibat ketergantungan narkotika. Awalnya ia melakukannya sendiri dan tidak
berhasil, sampai akhirnya ia memutuskan untuk meminta bantuan orang lain seperti jasa pendampingan dalam rehabilitasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Tahap kesembuhan awal. Pecandu mengubah seluruh sistem keyakinan hidupnya. Misalnya mengaku bahwa narkotika itu berbahaya dan membawa banyak masalah
dalam kehidupan, bersedia menerima bantuan, tanggapan dan saran dari orang lain.
4. Tahap kesembuhan menengah. Pecandu membenahi pola dan gaya hidupnya yang tidak baik, misalnya memperbaiki hubungan-hubungan sosial yang tidak baik,
mengisi waktu luang secara bermanfaat dan sehat sehingga seluruh hidupnya semakin bermakna dan bermutu.
5. Tahap akhir kesembuhan. Pecandu mulai menentukan sasaran-sasaran hidup dengan jelas dan tepat serta mengembangkan rencana kerja yang masuk akal.
6. Tahap pemantauan. Pecandu memelihara terus pola hidupnya yang sudah baik dan sehat. Ia mencari dan mengembangkan makna, mutu, dan tujuan hidup yang lebih
baik dan lebih tinggi lagi. 2.2. Remaja
2.2.1. Pengertian Remaja
Menurut Asrori 2009 yang mengutip pendapat Hurlock, remaja adolescence berasal dari bahasa latin yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesunggguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan
ini didukung oleh Piaget yang menyatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu
Universitas Sumatera Utara
usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan sama, atau paling tidak sejajar.
Remaja adalah kelompok umur 10-19 tahun. Mereka berada pada periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Mereka tidak hanya mengalami
perubahan fisik akan tetap juga mengalami peningkatan emosi yang menyeluruh dengan manifestasi sebagai perilaku agresif, perasaan cinta yang berlebihan, perasaan
iri hati, takut, khawatir, frustasi, ingin tahu afeksi, sedih dan senang, emosi yang berubah-ubah dan meningkat memengaruhi lingkungan keluarga masyarakat sehingga
mereka ikut merasakan akibatnya World Health Organization, 1986.
2.2.2. Batasan Usia Remaja
Menurut Asrori 2009 yang mengutip pendapat Mappiare, masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 1213 tahun sampai 1718 tahun adalah remaja awal, dan usia 1718 tahun
sampai dengan 2122 tahun adalah remaja akhir. Dalam kategori pemuda, mempertimbangkan dinamika kesehatan, psikologis,
dan sosiologis yang bervariasi, perlu dibedakan antara remaja atau teenagers 13-19 tahun dan dewasa muda atau young adults 20-24 tahun Amriel, 2008.
2.2.3. Perkembangan Remaja