1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia selain sebagai makhluk individu juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia akan selalu membutuhkan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut. Sebagai makhluk
individu manusia hanya biasa melakukan hal-hal yang sangat terbatas, namun dengan melakukan kerja sama dengan manusia lainnya maka akan banyak hal lain
yang bisa dilakukannya, tidak terkecuali juga dalam hal berkeluarga. Manusia membentuk keluarga untuk memenuhi segala kebutuhannya yang tidak terpenuhi
sebagai seorang individu. William A. Haviland, salah seorang antropolog mendefinisikan keluarga
sebagai suatu kelompok yang terdiri atas seorang wanita, anak-anaknya yang masih tergantung padanya, dan setidak-tidaknya seorang pria dewasa yang diikat
oleh perkawinan atau hubungan darah.
1
Dalam definisi di atas disebutkan bahwa salah satu unsur dalam keluarga adalah anak-anak yang masih tergantung. Dari
unsur ini bisa dilihat bahwa manusia membutuhkan lainnya karena adanya keterbatasan kemampuan yang dia miliki. Selain anak di dalam keluarga juga ada
figur seorang ayah dan ibu. Di dalam keluarga seorang ayah biasa berperan sebagai kepala keluarga dan bertanggung jawab atas segala permasalahan yang
1
William A. Haviland, Anthropology, Terjemahan R.G. Soekadijo Jakarta: Erlangga, 1985, jilid 2, hal.73.
2
terjadi di dalam keluarga sedangkan ibu berperan dalam mendukung program- program dalam keluarga dan sebagai penasehat seorang ayah. Selain itu juga
seorang kepala keluarga juga berperan sebagai pelindung bagi seluruh anggota keluarganya agar kebutuhan keluarganya dapat dipertahankan.
Selain berhubungan dalam satu keluarga, seorang manusia juga berhubungan dengan keluarga-keluarga lain di luar dari keluarga mereka sendiri.
Hubungan ini bisa dalam bentuk hubungan dengan para tetangganya, dan tak terkecuali juga hubungan dengan para kerabat. Dalam kamus antropologi kerabat
didefinisikan sebagai orang sedaerah yang dipanggil danatau disebut dengan istilah kekerabatan.
2
Kerabat tersebut bisa dari pihak istri maupun kerabat dari pihak suami dan semua kerabat tersebut harus diperlakukan dengan baik. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat 83:
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ :
٨٣
“Dan ingatlah, ketika kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu: janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.”
Sebagaimana berhubungan dan berbuat baik kepada kedua orang tua, berhubungan dan berbuat baik kepada kerabat pun merupakan perintah dari Allah.
Setelah berbuat baik kepada kedua orang tua selanjutnya adalah berbuat baik kepada kerabat dan seterusnya sebagai mana firman Allah di atas.
2
Ariyono Suyono dan Aminuddin Siregar, Kamus Antropologi, Jakarta: Akademika Pressindo, 1985, hal.196.
3
Kerabat merupakan pihak yang dekat kepada seseorang setelah keluarga sendiri, untuk itulah menjalin hubungan baik dengan kerabat menjadi sangat
penting. Dalam beberapa hal, di mana keluarga tidak dapat membantu memecahkan permasalahan karena adanya keterbatasan, kerabat menjadi pilihan
selanjutnya untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut. Sebagai contoh adalah ketika nabi Muhammad Saw mengalami banyak gangguan dari kaum kafir
Quraisy, ketika dukungan dari keluarga sendiri sudah maksimal, nabi membutuhkan dukungan dari kerabat-kerabat Beliau untuk melanjutkan
perjuangan dakwahnya, munculah Abu Thalib, paman nabi, yang menjadi pelindung nabi selama dakwahnya di Makkah. Meskipun Abu Thalib bukanlah
seorang muslim, namun karena adanya kekerabatan dengan nabi Muhammad, Abu Thalib dengan suka rela menggunakan harta dan kedudukannya demi kelanjutan
dakwah nabi. Namun tidak semua kerabat akan berbuat baik terhadap kerabat lainnya,
selalu saja ada sebagian dari kerabat yang berlaku tidak baik, bahkan sering terjadi permusuhan antara satu dengan lainnya padahal mereka mempunyai hubungan
kerabat. Sebagai contoh adalah Abu Lahab, salah seorang paman nabi Muhammad Saw, selalu menghalang dakwah Beliau, bahkan al-Qur’ân pun mengabadikannya
karena perbuatannya yang tidak baik kepada nabi Muhammad Saw. Firman Allah dalam al-Qur’ân surat al-Lahab: 1-3
ﺐﳍﺍ :
٣ -
١
4
“Binasahlah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.”
Ketika gangguan kaum kafir Quraisy kepada nabi semakin meningkat, Nabi memutuskan untuk meminta bantuan kepada kerabatnya di Thaif. Meskipun
dalam masalah ini Beliau tidak mendapatkan hasil yang memuaskan namun hal ini menunjukkan pentingnya peran dan bantuan kerabat bagi tercapainya tujuan
seseorang. Dalam beberapa permasalahan lain hubungan kekerabatan menjadi sangat
penting karena menyangkut berbagai hal dalam kehidupan seseorang seperti dalam hal pemberian waris, shadaqah dan lainnya. Dalam masalah pemberian
warisan misalnya disebutkan bahwa dalam pembagian warisan lebih didasarkan pada hubungan kerabat. Sebagaimana disebutkan al-Qur’ân pada surat al-Anfal
ayat 75:
ﻞﻔﻧﻵﺍ :
٧٥
“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu Kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu termasuk golonganmu. Orang-
orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala sesuatu.”
Dalam permasalahan pemberian warisan, pada ayat di atas, disebutkan bahwa orang yang mempunyai hubungan kekerabatan menjadi penting dan lebih
diutamakan dalam penerimaan harta warisan dibanding dengan orang-orang yang
5
bukan kerabat. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya peran penting kerabat sehingga memunculkan hak-hak pada diri kerabat tersebut yang berkaitan dengan
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia sebagaimana dalam permasalahan pewarisan, tidak hanya dalam permasalahan agama saja, tetapi juga
permasalahan sosial yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah perlu kiranya membahas permasalahan kekerabatan, karena permasalahan
kekerabatan akan selalu berkembang disesuaikan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat dan tantangan yang dihadapi manusia dalam menjalani
kehidupan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah