43
mempunyai bentuk jamak a amâm
ﻡﺎﻤﻋﹶﺃ
dalam bahasa Indonesia berarti paman, dalam al-Qur’ân kata Ammun digunakan untuk menyebut saudara dari pihak
bapak. Khâlatun
ﹲﺔﻟﺎﺧ
dalam bahasa Indonesia berarti bibi, sedangkan dalam al- Qur’ân digunakan untuk menyebutkan saudara dari pihak ibu.
B. Peran Kekerabatan Dalam al-Qur’ân
Kerabat merupakan salah satu pihak terpenting dalam kehidupan seseorang. Di saat seseorang kesulitan dan tidak dapat memecahkan permasalahan
yang dihadapi, kerabat merupakan salah satu pihak yang dipertimbangkan untuk menjadi penolong dalam membantu permasalahan yang dihadapi. Begitu
pentingnya kerabat dalam kehidupan, maka tidak salah jika dalam al-Qur’ân terdapat ayat-ayat yang berbicara tentang kekerabatan. Permasalahan kekerabatan
yang dibahas dalam al-Qur’ân antara lain berkaitan dengan peran kerabat. peran kerabat dalam al-Qur’ân antara lain yaitu:
1. Peran yang dapat dilakukan oleh kerabat
Peran kekerabatan yang dicanturnkan dalam al-Qurân cukup banyak. Peran-peran kerabat tersebut sangat penting dalam kehidupan seseorang terutama
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Beberapa peran kerabat tersebut ada yang bisa dilakukan dan ada juga yang tidak bisa dilakukan. Adapun peran yang
dapat dilakukan oleh kerabat sebagaimana tercantum dalam al-Qur’ân antara lain:
a. Sebagai pihak yang member dan penerima warisan
Peran kerabat yang pertama adalah dalam masalah warisan. Pada masalah warisan salah satu dari peran kerabat adalah sebagai pihak yang memberikan
44
warisan bagi orang yang mereka tinggal dan sebagai penerima warisan dari orang yang meninggalkan mereka. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’ân surat al-
Nisâ ayat 33:
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan jika ada orang-
orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu
Sebab turunnya ayat ini sebagaimana dijelaskan Jalaluddin al-Suyuti dalam kitab riwayat turunnya ayat-ayat al-Qurân :
Ayat ini hanyalah diturunkan mengenai Abu Bakar dan putranya ketika masih tidak mau masuk Islam. Abu.Bakar bersumpah, tidak akan memberi
harta warisan kepada anaknya itu. Maka ketika anak itu masuk Islam, Abu Bakar diperintah memberikan bagian harta warisannya.
11
Memahami ayat di atas, terdapat berbagai penafsiran yang berbeda beda dari para ulama, Sebagaimana dijelaskan Quraish Shihab dalam Tafsir al-
Mishbah-nya: Banyak pendapat ulama lagi bebeda tentang ayat di atas, antara lain
perbedaan makna likullin
ﻞﻜﻟ
bagi tiap-tiap. Disepakati bahwa ada kata atau kalimat yang tidak disebut di sini, dan harus dimunculkan dalam
benak ketika memahaminya. Ada ulama yang memunculkan kalimat harta peninggalan seperti yang penulis pilih di atas. Ada lagi yang
memunculkan kalimat orang yang meninggal sehingga ayat itu mereka pahami dalam arti bagi tiap-tiap orang yang meninggal kami tetapkan
waris-waris dari harta yang ditinggalkan oleh ibu bapak dan karib kerabat
11
Jalaluddin al-Suyuti, Riwayat Turunnya Ayat-Ayat Suci Al-Qur’ân, Terjemahan M. Abdul Mujieb AS., Surabaya: Mutiara Ilmu, 1986. hal. 151.
45
yang meninggal itu.
12
Sedangkan Abdullah Yusuf Ali dalam tafsirnya memahami kata ibu bapak dan karib kerabat sebagai penerima warisan,
sehingga mereka memahami ayat ini dalam arti,setiap orang kami telah tetapkan waris-warisnya yang menerima harta peninggalan. mereka itu
adalah ibu bapak dan karib kerabat.
13
Di antara berbagai pendapat di atas menempatkan kerabat sebagai salah satu pihak yang berhak dalam menerima harta waris dan kerabat sebagai orang
yang memberi harta warisan bagi yang mereka tinggalkan. Hal ini mengindikasikan bahwa peran kerabat dalam permasalahan warisan sangat
penting, baik sebagai penerima maupun pemberi harta warisan. Peran kerabat sebagai pemberi harta warisan juga disebutkan dalam surat
al-Nisâ ayat 7:
Bagi orang laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan para kerabat, dan bagi orang wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagianyang Telah ditetapkan.
Mengenai ayat di atas, Syaikh Asy-Syanqithi memberikan penjelasan dalam tafsirnya:
Disini, Allah SWT tidak menjelaskan beberapa bagian yang akan diperoleh laki-laki dan perempuan dari harta waris yang telah ditinggalkan oleh
kedua orang tua ataupun kerabat mereka. Akan tetapi, Allah telah menjelaskan hal
12
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’ân, Ciputat: Lentera Hati 2002, cet 1, vol 2,2000, hal. 400-401
13
Ali, Abdullah Yusuf, Tafsir Yusuf Ali, Tafsir Qur’an 30 juz: Teks Terjemah dan Tafsir; cet 3, Bogor; Pustaka Literatur Antara Nusa, 2009. hal. 193
46
itu dalam ayat-ayat waris, seperti dalam firmannya,
ﻢﹸﻜﻴِﺻﻮﻳ ﻢﹸﻛِﺩﹶﻻﻭﹶﺃ ِﰲ ُﷲﺍ
”Allah mensyariatkan bagimu pembagian pusaka untuk anak-anakmu….”Qs. An –
Nisaa [4]: 11-12 dan juga firman-Nya di akhir surah ini,
ِﰱ ﻢﹸﻜﻴِﺘﹾﻔﻳ ُﷲﺍ ِﻞﹸﻗ ﻚﻧﻮﺘﹾﻔﺘﺴﻳ ِﺔﹶﻟﹶﻼﻜﹾﻟﺍ
”Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah….’’’Qs. An-Nisaa’ [4]; 176
Firman Allah:
“Allah mensyariatkan bagimu pembagian pusaka untuk anak-anakmu yaitu: bagian untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian untuk dua
orang anak wanita.” Qs. An-Nisaa’ [4] 11
14
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa bagi orang yang meninggal dalam harta mereka terdapat hak waris baik bagi laki-laki maupun wanita. Hak
waris, selain dari bapa-ibu mereka, juga mereka dapatkan dari kerabat mereka. Ketika salah seorang kerabat meninggal, maka baik bagi laki-laki maupun wanita
yang mereka tinggalkan, berhak mendapatkan harta warisan sesuai dengan bagian yang ditetapkan.
Peran sebagai penerima warisan sebagaimana disebutkan di atas sangat relevan dengan peran kekerabatan dalam hal memelihara harta kelompok.
Meskipun secara bahasa tidak disebutkan sebagai penerima harta waris, peran kerabat dalam memlihara harta kelompok salah satu bagiannya bisa berupa
sebagai penerima warisan. Orang yang mendapatkan harta warisan mempunyai tugas untuk memelihara harta pemberian dari orang yang meninggalkannya. Peran
14
Asy- Syanqithi, Syaikh, Tafsir Adwa’ ul Bayan , Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, cet 1, hal.620
47
utama dalam pemeliharaan harta milik kelompok ini adalah keluarga inti. Setelah keluarrga inti kemudian baru keluarga luas, keluarga ambilineal dan klan.
Sebagaimana juga harta warisan orang yang berhak mendapatkannya adalah orang yang mempunyai hubungan paling dekat atau dalam hal ini adalah orang dalam
keluarga inti yang terdiri dari anak-anak dan suami atau istri. Setelah orang dalam keluarga inti mendapatkan harta warisan barulah kemudian orang dari kelompok
keluarga luas yang berhak mendapatkan harta warisan seperti kakek, nenek maupun cucu.
b. Sebagai Pihak Penerima Wasiat