JUMLAH SEL LIMFOSIT HASIL DAN PEMBAHASAN

27 Sel limfosit membelah menjadi limfosit T dan limfosit B. Limfosit T akan melepaskan interferon, kembali mengaktifkan makrofag dan limfosit B dalam memproduksi antibodi. Selain itu, glukan juga akan merangsang makrofag lebih banyak memproduksi lisozim. Antibodi yang dihasilkan ini merupakan respon mekanisme humoral dalam mekanisme kekebalan spesifik.

D. KADAR MALONALDEHIDA HATI DAN GINJAL

Menurut Koltas et al. 2006 MDA yang merupakan hasil peroksidasi lipid merupakan indikator terjadinya stres oksidatif pada jaringan dan sel. Stres oksidatif menggambarkan kondisi kerusakan oksidatif yang terjadi ketika keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan tidak bertahan dengan baik Lampe dan Cheryl, 2008. Biomarker stres oksidatif merupakan produk akhir reaksi antara radikal bebas dan komponen lipid, protein, karbohidrat, DNA, dan molekul lainnya yang potensial Mayne, 2003. Tikus yang dipapar oleh EPEC akan mengalami diare. Keadaan ini akan mengganggu sistem imun tikus dan juga menyebabkan tikus mengalami stres. Keadaan stres memungkinkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh. Secara tidak langsung, jumlah radikal bebas ditunjukkan oleh kadar malonaldehida MDA, C 3 H 4 O 2 dan keduanya berbanding lurus. Rataan kadar MDA hati tikus percobaan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 10 dan Lampiran 12. Dari kurva standar TEP Lampiran 11, diperoleh persamaan garis y = 0.0002x + 0.0144 dengan nilai R 2 = 0.985. Persamaan garis ini digunakan untuk menentukan kadar MDA hati dan ginjal tikus percobaan Lampiran 11. Tabel 10. Rataan Kadar MDA Hati Tikus Percobaan μ molg hati pada Hari ke-7, 14, dan 21 Kelompok Tikus Hari ke-7 n=2 Hari ke-14 n=2 Hari ke-21 n=2 Kontrol negatif 0.0838±0.02 c 0.0473±0.01 a 0.0870±0.00 a L. plantarum 2C12 0.0692±0.00 bc 0.0688±0.00 a 0.0991±0.00 a L. fermentum 2B4 0.0519±0.00 a 0.0614±0.00 a 0.0971±0.01 a L. plantarum 2C12 + EPEC 0.0572±0.00 ab 0.1181±0.03 b 0.1307±0.03 b L. fermentum 2B4 + EPEC 0.0442±0.00 a 0.1058±0.01 b 0.0886±0.01 a Kontrol positif 0.0489±0.00 a 0.0981±0.00 b 0.1035±0.03 ab Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05 Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tikus percobaan berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar MDA hati tikus pada hari ke-7, ke-14, dan ke-21 Lampiran 13, 14, dan 15. Uji lanjut Duncan pada hari ke-7 Lampiran 13 menunjukkan bahwa kadar MDA hati kelompok L. plantarum 2C12 berbeda nyata dan lebih besar dibandingkan dengan kadar MDA hati kelompok yang diberi L. fermentum 2B4 kelompok L. fermentum 2B4 dan L. fermentum 2B4 + EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. fermentum 2B4 pada tikus sehat lebih mampu menekan pembentukan MDA hati dibandingkan dengan pemberian L. plantarum 2C12. Uji lanjut Duncan pada hari ke-14 Lampiran 14 menunjukkan bahwa kadar MDA hati kelompok yang diberi EPEC kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC, L. fermentum 2B4 + EPEC, 28 dan kontrol positif berbeda nyata dan lebih besar dibandingkan dengan kadar MDA hati kelompok kontrol negatif, L. plantarum 2C12, dan L. fermentum 2B4. Pada kelompok kontrol positif tikus yang dibuat sakit, tingginya kadar MDA hati diduga disebabkan oleh inflamasi sel epitel usus akibat infeksi EPEC. Menurut Knutton et al. 1989 perlekatan kuat antara sel bakteri dan sel epitel inang akan merusak aktin dan mikrovili sel-sel mukosa inang yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mukosa untuk mengabsorbsi air sehingga terjadi diare akut berair yang persisten, selain kadang-kadang disertai demam ringan dan muntah. Menurut Lewis 1986 terjadinya inflamasi diinduksi oleh mediator inflamasi, salah satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin tidak disimpan dalam tubuh namun dihasilkan bila dirangsang oleh kerusakan sel atau selama aktivasi sel. Prostaglandin jenis PGE 2 dan PGI 2 merupakan vasodilatator kuat yang dapat memodulasi pengaruh mediator lain seperti histamin dan kinin dalam meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menghasilkan rasa nyeri. Prostaglandin dihasilkan dari proses oksidasi asam arachidonat dalam tubuh secara enzimatis. MDA merupakan produk samping biosintesis prostaglandin, dan penanda terjadinya aktivasi platelet dan inflamasi Prangdimurti et al., 2007. Pada kelompok yang diberi BAL dan EPEC kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC, tingginya kadar MDA hati diduga bukan hanya disebabkan oleh infeksi EPEC, namun juga disebabkan oleh aktivitas kompetitif BAL terhadap EPEC dan aktivitas sel fagosit terhadap antigen dalam hal ini EPEC. Menurut Kaur et. al. 2002 efek antagonisme atau antibakteri BAL salah satunya adalah dengan menghasilkan senyawa metabolit primer seperti hidrogen peroksida H 2 O 2 yang bersifat antibakteri. Menurut Lunec 1988 aktivitas fagisitosis oleh sel-sel fagosit neutrofil, monosi, makrofag dapat menimbulkan ledakan respirasi yang menghasilkan senyawa anion superoksida ·O 2 - , singlet oksigen 1 O 2 , radikal hidroksil ·OH - , dan hidrogen peroksida H 2 O 2 . Senyawa-senyawa tersebut jika jumlahnya berlebihan maka akan menimbulkan efek negatif. Menurut Prangdimurti et al. 2007 H 2 O 2 dan 1 O 2 merupakan senyawa oksigen reaktif non- radikal, sedangkan ·OH - dan ·O 2 - merupakan senyawa oksigen reaktif radikal. H 2 O 2 dapat membentuk radikal ·OH - bila bereaksi dengan logam Fe ++ dan Cu + . Keberadaan radikal bebas dalam tubuh diredam oleh enzim antioksidan alami dalam tubuh, yaitu superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Namun, jika jumlah radikal bebas berlebihan, maka radikal bebas tersebut dapat menyerang molekul protein, DNA, dan lipid terutama asam lemak tak jenuh jamak. Oksidasi asam lemak tak jenuh jamak oleh radikal bebas akan menghasilkan peroksida lipid ROOH yang terdegradasi menjadi MDA Winarsi, 2007. Uji lanjut Duncan pada hari ke-21 Lampiran 15 menunjukkan bahwa kadar MDA hati kelompok L. fermentum 2B4 0.0971±0.01 μ molg hati tidak berbeda nyata dengan kelompok tikus lainnya, tetapi berbeda nyata dengan kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC 0.1307±0.03 μ molg hati. Hal yang sangat menarik dari penelitian ini adalah adanya perbedaan yang nyata antara kadar MDA hati tikus kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC 0.1307±0.03 μ molg hati dengan kelompok L. fermentum 2B4 + EPEC 0.0886±0.01μ molg hati. Selain itu, kadar MDA hati tikus kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC tidak berbeda nyata dengan kelompok control positif. Hal ini menunjukkan bahwa L. fermentum 2B4 lebih efektif dalam menekan terbentuknya MDA organ hati akibat pengaruh infeksi EPEC dibandingkan L. plantarum 2C12. Rataan kadar MDA ginjal tikus percobaan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 16. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tikus percobaan tidak berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar MDA ginjal tikus pada hari ke-7 29 Lampiran 17, namun berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar MDA ginjal tikus pada hari ke-14 dan ke-21 Lampiran 18 dan 19. Tabel 11. Rataan Kadar MDA Ginjal Tikus Percobaan μ molg ginjal pada Hari ke-7, 14, dan 21 Kelompok Perlakuan Hari ke-7 n=2 Hari ke-14 n=2 Hari ke-21 n=2 Kontrol negatif 0.6994±0.59 a 0.2740±0.01 a 0.3538±0.04 bc L. plantarum 2C12 0.3007±0.03 a 0.3353±0.06 ab 0.2641±0.00 ab L. fermentum 2B4 0.3017±0.02 a 0.3338±0.00 ab 0.2233±0.01 a L. plantarum 2C12 + EPEC 0.3426±0.02 a 0.2802±0.04 a 0.3675±0.08 bc L. fermentum 2B4 + EPEC 0.3621±0.00 a 0.2897±0.09 a 0.3514±0.02 bc Kontrol positif 0.3514±0.02 a 0.3959±0.08 b 0.4137±0.03 c Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05 Uji lanjut Duncan kadar MDA ginjal hari ke-14 Lampiran 18 menunjukkan bahwa kadar MDA ginjal kelompok yang diberi BAL dan EPEC kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC tidak berbeda nyata satu sama lain dan juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif. Kadar MDA ginjal kelompok kontrol positif berbeda nyata dan lebih besar dibandingkan dengan kadar MDA kelompok lainnya, termasuk kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 dapat menekan terbentuknya MDA ginjal akibat infeksi EPEC. Uji lanjut Duncan kadar MDA ginjal hari ke-21 Lampiran 19 menunjukkan bahwa ginjal tikus kelompok L. fermentum 2B4 memiliki kadar MDA paling rendah 0.2233±0.01 μ molg ginjal dan berbeda nyata dengan kelompok lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok L. plantarum 2C12 0.2641±0.00 μ molg ginjal. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya bahwa tikus yang dipapar oleh EPEC akan mengalami diare. Keadaan ini akan mengganggu sistem imun tikus dan juga menyebabkan tikus mengalami stres. Keadaan stres memungkinkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh. Secara tidak langsung, jumlah radikal bebas ditunjukkan oleh kadar malonaldehida MDA, C 3 H 4 O 2 dan keduanya berbanding lurus. Wresdiyati dan Makita 1995 melaporkan bahwa kondisi stres dapat meningkatkan jumlah peroksisom pada jaringan ginjal kera jepang. Peningkatan jumlah radikal bebas tersebut dapat meningkatkan oksidasi yang terjadi di peroksisom. Sebagai akibatnya, produksi radikal bebas juga meningkat sebagai hasil samping oksidasi tersebut. Peningkatan kadar radikal bebas dalam kondisi stres telah dilaporkan oleh Wresdiyati et al. 2002 dan Wresdiyati et al. 2003, yang ditunjukkan dengan menurunnya kandungan antioksidan intrasel seperti copper, zinc-superoksida dismutase Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal tikus di bawah kondisi stres. Menurut Mikelsaar dan Zilmer 2009, reaksi oksidasi sangat diperlukan untuk memproduksi energi bagi makhluk hidup. Saat ini telah diketahui bahwa pembentukan radikal bebas yang abnormal yang terjadi secara in vivo dapat menimbulkan kerusakan lipid, protein, asam nukleat, dan karbohidrat pada sel dan jaringan. MDA merupakan produk akhir dari oksidasi lipid. Tingginya kadar MDA dipengaruhi oleh kadar peroksidasi lipid, yang secara tidak langsung juga menunjukkan tingginya jumlah radikal bebas. 30 Tingginya stres oksidatif merupakakan salah satu faktor yang berperan dalam patogenesis berbagai macam gangguan atau penyakit di saluran pencernaan. Dalam mengontrol stres oksidatif, tubuh manusia memiliki sistem pertahanan antioksidan. Sistem pertahanan antioksidan tersebut terdiri atas antioksidan non-enzimatis dan antioksidan enzimatis. Antioksidan non- enzimatis di antaranya adalah reduced glutathione GSH, vitamin E, vitamin C dan Q10, albumin darah, asam urat, serta bilirubin. Antioksidan enzimatis terdiri atas superoksida dismutase Cu,Zn-SOD, Mn-SOD, glutation peroksidase GSHPx, katalase, dan oksigenase Halliwell, 1999. Beberapa komponen antioksidan yang terintegrasi di dalam sistem pertahanan antioksidan manusia diperoleh dari bahan pangan dan atau disediakan oleh mikrobiota yang hidup di saluran pencernaan. Lebih jauh lagi, telah diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara sistem pertahanan antioksidan terintegrasi dengan mikrobiota saluran pencernaan pada tubuh manusia Mikelsaar, 2009. Berdasarkan data kadar MDA hati maupun ginjal yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa profil MDA tikus yang diberi L. fermentum 2B4 lebih rendah dibandingkan profil MDA tikus yang diberi L. plantarum 2C12. Hal ini menunjukkan bahwa L. fermentum 2B4 lebih mampu menekan terjadinya stres oksidatif akibat pemberian EPEC dibandingkan dengan L. plantarum 2C12. Pada tahun 1996, Marika Mikelsaar dan Mihkel Zilmer Departemen Mikrobiologi dan Departemen Biokimia Universitas Tartu, Estonia mulai meneliti karakteristik antioksidatif dari sejumlah bakteri strain Lactobacillus spp. Mereka menemukan bahwa dua strain L. fermentum memiliki pengaruh yang kuat sebagai probiotik baru dengan sifat fungsional antimikrobial dan antioksidatif. Berdasarkan eksperimen hewan percobaan maupun studi pada manusia, antimikrobial yang dimiliki di antaranya asam asetat, asam laktat, dan asam suksinat, putrescine, NO, CO 2 , dan H 2 O 2 , memproduksi peptida kationik, memiliki profil lektin yang sesuai untuk berkompetisi melakukan adeshi pada epithelium, dan memiliki beberapa sifat imunogenik Mikelsaar, 2009. Bakteri probiotik terbukti efektif dalam menangani berbagai penyakit seperti tukak lambung, diare, intoleransi terhadap laktosa, alergi makanan, dan juga kanker saluran pencernaan Zubillaga et al., 2001. L. plantarum dan L. fermentum merupakan BAL yang tergolong strain probiotik. Manfaat kesehatan BAL di antaranya adalah mengendalikan bakteri patogen dalam saluran pencernaan dan menstimulir sistem imun Surono, 2004. BAL yang tergolong strain probiotik membantu sistem imun dengan cara: 1 modulasi sistem imun, meningkatkan produksi antibiotik dan mengaktifkan makrofag, limfosit, dan sel-sel imun lainnya, 2 meningkatkan produksi musin dalam usus, sehingga meningkatkan respon imun alami, 3 menghambat patogen dalam saluran seni dan usus karena persaingan dalam mendapatkan nutrisi dan membentuk biosurfaktan dan molekul koagregasi yang mencegah pelekatan pada sel epithelial, 4 menghasilkan senyawa antibakteri, seperti bakteriosin, 5 menurunkan pH dengan dihasilkannya asam laktat, sehingga tidak nyaman bagi patogen untuk tumbuh, dan 6 menekan aktivitas enzim penghasil amin yang toksik dan karsinogenik. Efek antagonisme atau antibakteri BAL terdiri atas dua mekanisme, yaitu dengan menghasilkan senyawa metabolit primer seperti asam laktat, CO 2 , diasetil, asetaldehida, dan hidrogen peroksida H 2 O 2 ; dan dengan menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa protein yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri sejenis. Menurut Kaur et. al. 2002, bakteri asam laktat menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan dan meningkatkan respon imun dengan beberapa cara seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.