Proliferasi Limfosit TINJAUAN PUSTAKA

13 Tabel 4. Hasil Zona Hambat Isolat BAL terhadap EPEC No. Isolat BAL Zona Hambat terhadap EPEC mm 1. 2B1 5,62 2. 1A5 6,37 3. 2B2 6,59 4. 2B4 6,59 5. 1B1 7,01 6. 2D1 6,83 7. 1C4 8,73 8. 2C12 13,87 9. 2C2 7,91 10. 1A32 7,31 Sumber: Arief 2009 Isolasi 10 BAL golongan Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi peranakan Ongol di pasar tradisional Bogor telah dilakukan oleh Arief et. al 2008. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kesepuluh BAL isolat indigenus mampu bertahan pada pH 2 pH lambung dan pH 7.2 pH usus, serta mampu bertahan pada kondisi garam empedu 0.5 sesuai dengan kondisi saluran pencernaan. BAL tersebut juga mempunyai aktivitas penghambatan yang baik terhadap bakteri enteropatogenik Salmonella typimurium ATCC 14028, Escherichia coli ATCC 25922 ETEC, serta Staphylococcus ATCC 25923. Kemampuan bakterisidal terhadap bakteri patogen tersebut karena BAL mampu menghasilkan senyawa bioaktif asam laktat, asam asetat, serta senyawa bakteriosin. Sifat dasar kesepuluh BAL dan kemampuannya sebagai probiotik ditunjukkan pada Tabel 1, 2, dan 3. Kemudian, kesepuluh BAL tersebut diuji aktivitas antimikrobanya terhadap EPEC Tabel 4 oleh Arief 2008 disertai dengan uji konfirmasi identifikasi genus dari BAL tersebut yang dilakukan secara biokimiawi melalui uji API test Tabel 5. Tabel 5. Hasil Identifikasi BAL dengan Uji API Test No Isolat BAL Genus dan Spesies Penamaan 1. 2B1 Lactococcus sp Lactococcus sp 2B1 2. 1A5 Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum 1A5 3. 2B2 Lactobacillus fermentum Lactobacillus fermentum 2B2 4. 2B4 Lactobacillus fermentum Lactobacillus fermentum 2B4 5. 1B1 Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum 1B1 6. 2D1 Lactococcus sp Lactococcus sp 2D1 7. 1C4 Lactococcus sp Lactococcus sp 1C4 8. 2C12 Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum 2C12 9. 2C2 Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum 2C2 10. 1A32 Lacatobacillus plantarum Lactobacillus plantarum 1A32 Sumber: Arief 2009 14 Berdasarkan hasil identifikasi dapat diketahui bahwa isolat yang dapat diidentifikasi sampai tingkat spesies melalui uji API test adalah L. fermentum dan L. plantarum. Dipilihnya L. plantarum 2C12 karena memiliki penghambatan terbaik terhadap EPEC, sedangkan untuk L. fermentum, keduanya memiliki daya hambat yang sama antara 2B2 dan 2B4, namun berdasarakan karakterisasinya terhadap ketahanan garam empedu di saluran pencernaan maka dipilih L. fermentum 2B4.

J. Uji in vivo dengan Pemanfaatan Hewan Percobaan

Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas, mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak. Beberapa hewan mamalia yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan, misalnya, tikus putih, mencit, marmot, kelinci, babi, hamster, monyet, dan anjing. Hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah tikus dan kelinci. Tikus banyak digunakan karena sifat- sifatnya telah diketahui dengan baik, yaitu bersifat nocturnal aktif pada malam hari, tidur di siang hari, tidak mempunyai kantung empedu, tidak muntah, dan tidak berhenti tumbuh setelah 100 hari pertumbuhan berkurang, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang relatif sehat Malole dan Pramono, 1989, serta peka terhadap perlakuan dalam komponen dietnya Kesenja, 2005 Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian Kesenja, 2005. Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari badannya Malole dan Pramono, 1989. Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu: karbohidrat, minyaklemak, asam lemak esensial terutama linoleat dan linolenat, protein, mineral, dan vitamin Muchtadi, 1993. Pemberian makanan dan minuman dilakukan secara berlebih ad libitum. Kekurangan nilai gizi dapat menyebabkan tubuh bersisik, pertumbuhan terhambat, dan kematian. Beberapa kondisi optimum yang harus diperhatikan untuk pemeliharaan tikus adalah: 1 temperatur kandang 18-27 o C, 2 kelembaban relatif 40-70, dengan ventilasi yang cukup jangan ada jendela terbuka, dan 3 pencahayaan yang cukup dengan keadaan 12 jam terang dan 12 jam gelap di daerah tropis seperti di Indonesia, hal ini tidak menjadi masalah Malole dan Pramono, 1989. Memperlakukan hewan percobaan harus berhati-hati, tikus dipegang dengan tangan tanpa kaos tangan dan tidak boleh dipegang bagian ekornya. Hewan percobaan membutuhkan masa adaptasi terhadap lingkungan percobaan selama 3-5 hari.