Rancangan Percobaan METODE ANALISIS 1. Pengukuran Bobot Badan dan Nilai PER Muchtadi, 1993
23
Feses masing-masing kelompok perlakuan diukur kadar airnya basis basah pada hari ke- 14 dan ke-21 Lampiran 4. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan
kepada tikus percobaan berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar air feses bb tikus pada hari ke-14 dan ke-21 Lampiran 5 dan 6. Rata-rata kadar air feses pada hari ke-14 dan ke-21
dapat dilihat pada Tabel 8. Uji lanjut Duncan pada hari ke-14 Lampiran 5 menunjukkan bahwa kadar air feses kelompok kontrol positif diberi EPEC saja berbeda nyata dengan kadar air feses
kelompok lainnya dan nilainya paling besar 64.49±2.70 bb. Kadar air feses kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC tidak berbeda nyata dengan kadar
air feses kelompok L. fermentum 2B4 + EPEC, dan keduanya juga tidak berbeda nyata dengan kadar air feses kelompok kontrol negatif, L. plantarum 2C12, dan L. fermentum 2B4. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 sampai pada hari ke- 14 dapat menekan kejadian diare pada kelompok yang juga diberi EPEC kelompok L. plantarum
2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC. Feses tikus kelompok kontrol positif tampak berlendir sebagai tanda telah terjadi infeksi pada saluran pencernaannya, sedangkan feses pada
kelompok tikus yang lain tidak berlendir Gambar 9.
Gambar 9. Feses Tikus Percobaan pada Hari ke-14 Pada hari ke-21 ditemukan beberapa pola yang sama. Uji lanjut Duncan pada hari ke-21
Lampiran 6 juga menunjukkan bahwa kadar air feses kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan kadar air feses kelompok lainnya dan nilainya meningkat menjadi 68.92±2.40 bb. Kadar
air feses ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kadar air feses kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC juga mengalami peningkatan namun
tidak berbeda nyata satu sama lain dan juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif. Pada tikus yang sehat kelompok kontrol negatif, L. plantarum 2C12, dan L. fermentum 2B4
kadar air feses berkisar pada 46.02±1.63 bb sampai 53.22±0.87 bb. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian EPEC mengakibatkan terjadinya
diare, ditandai oleh tingginya kadar air feses tikus kelompok kontrol positif diberi EPEC saja dibandingkan kelompok tikus lainnya. Selain itu, pemberian L. fermentum 2B4 dan L. plantarum
dapat menekan terjadinya diare pada tikus yang diberi EPEC. Kegagalan sistem pertahanan mukosa intestinal melalui produksi musin sebagai
penghalang fisik, pelumas, menghasilkan senyawa bakteriostatik maupun bakteriosidal sel oleh sel goblet dan sel MALT, Mucosal-Associated Lymphoid Tissue yang memproduksi secretory
Kontrol - L. plantarum 2C12
L. fermentum 2B4
L. plantarum 2C12 + EPEC
L. fermentum 2B4 + EPEC
Kontrol +
24
IgA, serta mikrovili yang mendorong musin dan bakteri keluar dari membran mukosa dalam mencegah adesi EPEC akan mengawali infeksi EPEC Salyer dan Whitt, 1994. Kegagalan
mekanisme pertahanan tubuh tersebut menyebabkan terjadinya perlekatan bakteri pada permukaan sel intestinal inang, berupa lesi attaching dan effacing yang bersifat localized
adherence. Perlekatan kuat antara sel bakteri dan sel epitel inang akan merusak aktin dan mikrovili sel-sel mukosa inang yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mukosa untuk
mengabsorbsi air sehingga terjadi diare akut berair yang persisten, selain kadang-kadang disertai demam ringan dan muntah Knutton et al., 1989.
Kompetisi BAL probiotik terhadap bakteri patogen dilakukan dengan cara persaingan dalam mendapatkan nutrisi dan membentuk biosurfaktan dan molekul koagregasi yang mencegah
pelekatan dan penyebaran patogen pada sel epithelial, menghasilkan senyawa antibakteri seperti bakteriosin, menurunkan pH dengan dihasilkannya asam laktat yang menghambat pertumbuhan
bakteri patogen, dan menekan aktivitas enzim penghasil amin yang toksik dan karsinogenik dari bakteri usus lainnya Surono, 2004. Menurut Kaur et. al. 2002 efek antagonisme atau
antibakteri BAL terdiri atas dua mekanisme, yaitu dengan menghasilkan senyawa metabolit primer seperti asam laktat, CO
2
, diasetil, asetaldehida, dan hidrogen peroksida H
2
O
2
; dan dengan menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa protein yang menunjukkan aktivitas
antibakteri.