19
3. Analisis Kadar Malonaldehida MDA Conti et al., 1991
Kadar MDA organ hati dan ginjal tikus percobaan diukur secara kuantitatif dengan metode Thiobarbituric Acid Reactivity Test. Metode ini didasarkan pada reaksi antara MDA
dan TBA Thiobarbituric acid dalam suasana asam. Kompleks MDA-TBA yang terbentuk memiliki warna merah jambu dan absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532
nm Conti et al., 1991. Organ hati atau ginjal yang telah ditimbang, ditambahkan larutan PBS dingin
sebanyak 2.5 ml, kemudian digerus, dan divorteks selama 10 detik. Campuran organ dan larutan PBS kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Apabila
campuran masih terlihat keruh belum terpisah dengan baik, maka disentrifus ulang. Setelah disentrifus, campuran akan terpisah menjadi supernatan dan padatan. 1 ml supernatan
ditambahkan 4 ml reagen larutan TCA 15, TBA 0.38, dan BHT 0.5 dalam HCl 0.25 N. Larutan kemudian divorteks selama 10 detik, dan diinkubasi dalam water bath bersuhu
80
o
C selama 60 menit. Setelah 60 menit inkubasi, larutan didinginkan sampai suhu ruang. Larutan yang telah dingin disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang dihasilkan kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm.
Sebagai standar MDA digunakan 1,1,3,3-tetraetoksipropana TEP. pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk
kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida. Penentuan kurva standar dilakukan sama dengan penentuan sampel. Perhitungan kadar MDA sampel berdasarkan
hasil ploting nilai absorbansi pada kurva standar.
4. Analisis Proliferasi Sel Limfosit Tejasari, 2000
Dalam penelitian ini, sel limfosit diekstrak dari organ limpa tikus. Pengujian proliferasi sel limfosit yang diperoleh dari organ limpa, dilakukan dengan metode pewarnaan
tryphan blue. Organ limpa yang telah diambil langsung dicuci dalam larutan PBS, kemudian
dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi 5 ml RPMI-1640 steril. Setelah digerus, ekstrak limpa disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
dihasilkan dibuang, sedangkan pelet ditambahkan 2 ml NH
4
Cl 0.85 steril, didiamkan selama tepat 2 menit. Selanjutnya, segera ditambahkan dengan 3 ml RPMI-1640 steril,
kemudian disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Pelet yang dihasilkan segera ditambahkan dengan 5 ml RPMI-1640 steril, dan disentrifus kembali dengan
kecepatan 1750 rpm selama 10 menit. Pelet yang dihasilkan segera ditambahkan dengan 3 ml RPMI-1640 steril dan dihomogenkan divorteks.
50 µl suspensi yang mengandung sel limfosit kemudian dipindahkan ke dalam microplate, kemudian ditambahkan tryphan blue dengan perbandingan 1:1. Penghitungan
dilakukan pada perbesaran mikroskop 400 x. Sel limfosit hidup akan terlihat transparan atau bening atau tidak berwarna dan secara visual dinding sel tampak kompak, sedangkan sel
limfosit mati akan terlihat berwarna biru karena membrane sel telah rusak sehingga dinding sel terlihat keriput.
Jumlah sel limfosit hidup dihitung pada area dua kotak besar yang berseberangan maisng-masing kotak besar terdiri atas 16 kotak kecil, lalu dihitung per ml suspensi dengan
persamaan:
20
Jumlah selml = jumlah sel x fp x 10
4
, di mana fp = 2 2
5. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan model matematika sebagai berikut:
Yij =
μ + αi +βj + ε ij
Yij : pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ : nilai tengah perlakuan
αi : pengaruh perlakuan ke-i
βj : pengaruh ulangan ke-j
ε ij : galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Jika terdapat perbedaan nyata akan diuji lanjut dengan uji Duncan Steel dan Torrie, 1995.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. BOBOT BADAN TIKUS DAN NILAI PER
Selama pemeliharaan, bobot badan tikus ditimbang tiga hari sekali Lampiran 1. Pertumbuhan bobot badan tikus selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 7. Pada umumnya
bobot badan tikus mengalami kenaikan selama pemeliharaan. Akan tetapi, pada tikus yang diberi EPEC, yaitu tikus kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC, L. fermentum 2B4 + EPEC, dan kontrol
positif diberi EPEC saja, mengalami penurunan bobot badan sejak hari ke-12 hingga ke-21. Hal ini disebabkan tikus tersebut mengalami infeksi saluran pencernaan oleh EPEC, sehingga proses
penyerapan zat-zat gizi di dalam usus menjadi terganggu dan menurunkan bobot badan.
Gambar 7. Pertumbuhan Bobot Badan Tikus selama 21 Hari Percobaan Adesi atau pelekatan bakteri patogen pada permukaan mukosa menjadi tahap awal infeksi
saluran usus. Pelekatannya pada sel epithelial usus akan mengakibatkan kolonisasi, kerusakan sel, gangguan mekanisme pengaturan sel, serta pertumbuhan dan perkembangbiakan intraselular
Coconnier et al., 1993. Penurunan bobot badan kelompok tikus yang diberi EPEC, diperkuat dengan nilai PER
tikus percobaan Gambar 8 dan Lampiran 2. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata p0.05 terhadap nilai PER tikus percobaan Lampiran 3. Tikus kelompok L.
fermentum 2B4 memiliki nilai PER yang paling tinggi, sedangkan tikus kelompok kontrol positif memiliki nilai PER yang paling rendah. Uji lanjut Duncan Lampiran 3 menunjukkan bahwa
nilai PER tikus kelompok L. fermentum 2B4 + EPEC tidak berbeda nyata dengan nilai PER tikus kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan dengan kontrol positif, namun berbeda nyata dan lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok tikus lainnya. 50
100 150
200 250
H0 H1
H3 H6
H9 H12 H15 H18 H21
B o
bo t
B a
da n
g
Periode Pemeliharaan hari ke-
Kontrol - L. plantarum 2C12
L. fermentum 2B4 L. plantarum 2C12 +
EPEC L. fermentum 2B4 +
EPEC Kontrol +