BOBOT BADAN TIKUS DAN NILAI PER

24 IgA, serta mikrovili yang mendorong musin dan bakteri keluar dari membran mukosa dalam mencegah adesi EPEC akan mengawali infeksi EPEC Salyer dan Whitt, 1994. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh tersebut menyebabkan terjadinya perlekatan bakteri pada permukaan sel intestinal inang, berupa lesi attaching dan effacing yang bersifat localized adherence. Perlekatan kuat antara sel bakteri dan sel epitel inang akan merusak aktin dan mikrovili sel-sel mukosa inang yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mukosa untuk mengabsorbsi air sehingga terjadi diare akut berair yang persisten, selain kadang-kadang disertai demam ringan dan muntah Knutton et al., 1989. Kompetisi BAL probiotik terhadap bakteri patogen dilakukan dengan cara persaingan dalam mendapatkan nutrisi dan membentuk biosurfaktan dan molekul koagregasi yang mencegah pelekatan dan penyebaran patogen pada sel epithelial, menghasilkan senyawa antibakteri seperti bakteriosin, menurunkan pH dengan dihasilkannya asam laktat yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen, dan menekan aktivitas enzim penghasil amin yang toksik dan karsinogenik dari bakteri usus lainnya Surono, 2004. Menurut Kaur et. al. 2002 efek antagonisme atau antibakteri BAL terdiri atas dua mekanisme, yaitu dengan menghasilkan senyawa metabolit primer seperti asam laktat, CO 2 , diasetil, asetaldehida, dan hidrogen peroksida H 2 O 2 ; dan dengan menghasilkan bakteriosin yang merupakan senyawa protein yang menunjukkan aktivitas antibakteri.

C. JUMLAH SEL LIMFOSIT

Limfosit adalah sel darah putih leukosit yang berukuran kecil, berbentuk bulat dengan diameter 7-15 µ m. Limfosit merupakan sel kunci dalam proses respon imun spesifik, untuk mengenali antigen yang beragam. Setiap limfosit hanya dapat mengenal satu antigen sehingga dalam proses respon imun, limfosit saling bekerja sama untuk mengeliminasi beragam antigen yang masuk ke dalam tubuh Roitt, 1991. Sel limfosit terdiri atas sel T dan sel B yang keduanya bertanggung jawab dalam respon imun spesifik untuk mengenali antigen melalui reseptor antigen. Sel limfosit juga mampu membedakan antigen dengan komponen tubuh sendiri atau berfungsi sebagai pengontrol sistem imun Bellanti, 1993. Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar limfosit, yaitu proses diferensiasi dan pembelahan mitosis sel. Limfosit merupakan sel tunggal yang bertahan baik pada saat dikultur dalam media sederhana. Respon proliferasi kultur limfosit digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu Tejasari, 2000. Jumlah rataan sel limfosit tikus percobaan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 7. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tikus percobaan berpengaruh nyata p0.05 terhadap jumlah sel limfosit limpa tikus pada hari ke-7, ke-14, dan ke-21 Lampiran 8, 9, dan 10. Selama masa pemeliharaan, pada hari ke-1 hingga ke-7 dilakukan pemberian BAL hanya pada kelompok L. plantarum 2C12, L. fermentum 2B4, L. plantarum 2C12 + EPEC, dan L. fermentum 2B4 + EPEC. Uji lanjut Duncan pada hari ke-7 Lampiran 8 menunjukkan bahwa jumah sel limfosit kelompok yang tidak diberi BAL kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak berbeda nyata satu sama lain. Namun, jumlah sel limfosit kelompok ini berbeda nyata dengan jumlah sel limfosit kelompok yang diberi BAL. Jumlah sel limfosit kelompok yang diberi BAL berkisar antara 12.32±0.47x10 6 ml hingga 27.76±10.34x10 6 ml, sedangkan kelompok yang tidak diberi BAL berkisar antara 1.43±0.57 x10 6 ml hingga 3.11±1.30x10 6 ml. 25 Tabel 9. Rataan Jumlah Sel Limfosit Tikus Percobaan x10 6 ml pada Hari ke-7, 14, dan 21 Kelompok Tikus Hari ke-7 n=3 Hari ke-14 n=3 Hari ke-21 n=3 Kontrol negatif 1.43±0.57 a 45.84±4.73 a 108.04±7.48 bc L. plantarum 2C12 12.32±0.47 b 38.54±6.72 a 162.83±50.35 c L. fermentum 2B4 12.96±0.13 b 48.33±5.02 a 162.55±14.93 c L. plantarum 2C12 + EPEC 12.38±0.70 b 94.66±3.29 b 89.09±6.01 ab L. fermentum 2B4 + EPEC 27.76±10.34 c 150.76±27.88 c 113.17±26.56 bc Kontrol positif 3.11±1.30 a 23.91±5.26 a 38.32±11.66 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05 Hal di atas menunjukkan bahwa dalam keadaan sehat kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC belum diberi EPEC, pemberian L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 dapat memicu proliferasi sel limfosit atau meningkatkan jumlah sel limfosit limpa hingga sembilan kali lipat jumlah sel limfosit kelompok yang tidak diberi BAL. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa BAL yang digunakan pada penelitian ini, yaitu L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4, mempunyai sifat sebagai imunomodulator. Pemberian EPEC pada kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC, L. fermentum 2B4 + EPEC dan kontrol positif mulai dilakukan dari hari ke-8 hingga ke-14. Uji lanjut Duncan pada hari ke- 14 Lampiran 9 menunjukkan bahwa jumlah sel limfosit kelompok kontrol positif berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan jumlah sel limfosit kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC dan L. fermentum 2B4 + EPEC. Jumlah sel limfosit kelompok L. fermentum 2B4 + EPEC berbeda nyata dan lebih besar dibandingkan dengan jumlah sel limfosit kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 selama pemberian EPEC dapat memicu terjadinya proliferasi sel limfosit yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel limfosit pada limpa tikus. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 dapat meningkatkan status imun atau bersifat sebagai imunomodulator, namun L. fermentum 2B4 memiliki sifat imunomodulator yang lebih baik dibandingkan L. plantarum 2C12. Pada hari ke-15 hingga ke-21, pemberian EPEC pada kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC, L. fermentum 2B4 + EPEC, dan kontrol positif dihentikan. Pada hari ke-21 kelompok tikus kontrol positif memiliki jumlah sel limfosit paling rendah. Uji lanjut Duncan pada hari ke-21 Lampiran 10 menunjukkan bahwa jumlah sel limfosit tikus kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif, L. plantarum 2C12, L. fermentum 2B4, dan L. fermentum 2B4 + EPEC, namun tidak berbeda nyata dengan kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC. Jumlah sel limfosit tikus kelompok L. plantarum 2C12 + EPEC berbeda nyata dengan kelompok L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4, namun jumlah sel limfosit kelompok L. fermentum 2B4 + EPEC tidak berbeda nyata dengan jumlah sel limfosit kelompok L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel limfosit kelompok yang diberi L. fermentum 2B4 dan EPEC tidak berbeda dengan jumlah sel limfosit kelompok yang hanya diberi BAL. Penghitungan jumlah proliferasi sel limfosit dilakukan secara in vivo, di mana sel limfosit dihitung melalui organ limpa. Organ limpa merupakan organ limfoid sekunder sehingga sel-sel sistem imun ditemukan dalam jaringan dan organ yang disebut sistem limfoid tersebut. Organ limfoid terdiri atas organ limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer