Tanaman akan menunjukkan pertumbuhan yang baik apabila tanaman tersebut mampu beradaptasi dengan sempurna di tempat tumbuhnya. Fluktuasi
pertumbuhan diameter dan tinggi yang terjadi diduga akibat kondisi lingkungan yang kurang mendukung, salah satunya tingkat kesuburan tanah yang kurang.
Selain itu disebabkan oleh keterbukaan tajuk akibat adanya perlakuan pemeliharaan lanjutan, yaitu pembebasan tajuk dalam jalur tanam hingga lebar
jalur tanam menjadi lebih lebar dari sebelumnya sampai batas maksimal 10 m Pamoengkas 2006.
5.8. Analisis Tanah
5.8.1. Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah merupakan sifat yang bertanggung jawab atas peredaran udara serta ketersediaan air dan zat terlarut melalui tanah. Kondisi fisik tanah
menentukan penetrasi akar, retensi air, drainase, aerasi, dan nutrisi tanaman sehingga pengaruhnya sangat besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
hutan. Hasil analisis sifat fisik tanah yang dilakukan di plot penelitian dapat dilihat pada tabel 20 berikut.
Tabel 20 Hasil pengukuran sifat fisik tanah pada hutan primer dan LOA TPTII 2 dua tahun
Kondisi Hutan
Lokasi Kedalaman
Tanah Kelerengan
Bobot isi gcm
3
Air Tersedia
Permeabilitas cmjam
Primer - 0-20 cm
- 0,93
10,41 2,74
LOA TPTII 2
Tahun Jalur
Tanam 0-10 cm
Datar 0-15 1,28
12,34 1,78
Sedang 15-25 1,11
13,17 2,14
Curam 25 1,21
6,13 1,35
10-20 cm Datar 0-15
0,89 15,52
5,81 Sedang 15-25
0,89 15,65
7,16 Curam 25
1,02 12,05
6,27
Bawah Tegakan
0-10 cm Datar 0-15
1,27 9,56
1,89 Sedang 15-25
1,28 7,50
1,89 Curam 25
1,08 11,82
4,43 10-20 cm
Datar 0-15 0,84
14,49 10,40
Sedang 15-25 1,01
14,98 3,11
Curam 25 0,98
14,68 9,21
Keterangan: TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif
Dari tabel 20 tersebut dapat diketahui sifat fisik tanah yang terdapat pada hutan primer dan LOA TPTII 2 dua tahun. Lebih spesifik lagi, pada LOA TPTII
2 dua tahun pengamatan sifat fisik tanah dilakukan di jalur tanam dan di bawah tegakan pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm. Jika mengacu pada hasil analisis
sifat fisik tanah dalam tabel 20 dapat dilihat bahwa nilai yang terdapat di hutan primer tidak jauh berbeda dengan nilai yang terdapat di LOA TPTII 2 dua tahun
untuk masing-masing parameter. Bobot isi bulkdensity dapat menjadi suatu petunjuk tidak langsung
kepadatan tanah, udara, air, dan penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman
karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik Baver et al. 1987 dalam Poerwowidodo 2004. Pengukuran nilai bobot isi yang terdapat pada hutan primer
adalah 0,93 gcm
3
. Sedangkan nilai bobot isi yang terdapat di LOA TPTII 2 dua tahun berkisar antara 0,84-1,28 gcm
3
. Nilai bobot isi yang terdapat di LOA TPTII 2 dua tahun pada kedalaman 10-20 cm cenderung lebih kecil jika dibandingkan
dengan kedalaman 0-10 cm, baik itu pada jalur tanam maupun dibawah tegakan. Hal ini diduga akibat adanya aktivitas alat berat pada saat kegiatan penebangan
dua tahun sebelumnya. Masuknya alat berat ke dalam plot penelitian dapat menyebabkan pemadatan tanah, sehingga menyebabkan kenaikan nilai bobot isi
pada tanah lapisan atas 0-10 cm. Menurut Hardjowigeno 2003 bobot isi merupakan petunjuk kepadatan
tanah. Pada umumnya bobot isi tanah di daerah tropis berkisar dari 1,1-1,6 gcm
3
. Dari hasil penelitian ini, bobot isi tanah pada plot penelitian bisa dikatakan cukup
rendah dan masih berada dalam selang kategori normal karena nilai yang diperoleh berada diantara kriteria tersebut. Meskipun terjadi kenaikan nilai bobot
isi dari kondisi hutan primer ke LOA TPTII 2 dua tahun, namun kenaikan nilai bobot isi pada LOA TPTII 2 dua tahun tidak terlalu besar. Makin padat suatu
tanah makin tinggi bobot isi tanah yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Begitu pula sebaliknya, tanah dengan bobot isi rendah
akan menyebabkan akar tanaman lebih mudah berkembang. Selain bobot isi, sifat fisik tanah lainnya yang diamati adalah air tersedia
dan permeabilitas. Air tersedia merupakan air yang terdapat antara kapasitas
lapang dan koefisien layu Soepardi, 1983. Sedangkan permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk mentransfer air atau udara, serta biasanya diukur dengan
istilah jumlah air yang mengalir melalui tanah dalam waktu yang tertentu dan ditetapkan sebagai inchijam Hakim 1986.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa air tersedia yang terdapat di plot penelitian pada kondisi hutan primer adalah 10,41. Sedangkan pada LOA TPTII
2 dua tahun air tersedia pada kedalaman 0-10 cm berkisar antara 6,13-13,17 dan pada kedalaman 10-20 cm berkisar antara 12,05-15,65. Jika mengacu
pada tabel 20, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan nilai kadar air tersedia di LOA TPTII 2 dua tahun. Nilai air tersedia terbesar terdapat di jalur tanam pada
kedalaman 10-20 cm. Hal ini diduga karena akar tanaman yang terdapat di jalur tanam dianggap sudah mampu menyimpan air secara optimal sehingga
menyebabkan nilai air tersedia pada jalur tanam lebih tinggi. Begitu juga dengan nilai permeabilitas tanah. Jika diamati, nilai
permeabilitas yang terdapat pada tabel 20 sangat bervariasi. Nilai permeabilitas tanah pada hutan primer adalah 2,74 cmjam. Sedangkan nilai permeabilitas tanah
di LOA TPTII 2 dua tahun pada kedalaman 10-20 cm cenderung lebih besar dibandingkan pada kedalaman 0-10 cm, baik yang terdapat di jalur tanam maupun
dibawah tegakan. Pada kedalaman 0-10 cm nilai permeabilitasnya berkisar antara 1,35-4,43 cmjam. Sedangkan pada kedalaman 10-20 cm nilai permeabilitasnya
berkisar antara 3,11-10,40 cmjam. Menurut Hardjowigeno 2003 permeabilitas tanah dikatakan sangat cepat
apabila nilainya 25,0 cmjam, cepat apabila nilainya 12,5-25,0 cmjam, agak cepat apabila nilainya 6,5-12,5 cmjam, sedang apabila nilainya 2,0-6,5 cmjam,
agak lambat apabila nilainya 0,5-2,0 cmjam, lambat apabila nilainya 0,1-0,5 cmjam, dan dikatakan sangat lambat jika nilainya 0,1 cmjam. Berdasarkan
pernyataan tersebut, nilai permeabilitas yang terdapat di plot pengamatan pada hutan primer cenderung sedang. Di LOA TPTII 2 dua tahun pada kedalaman 0-
10 cm, baik di jalur tanam maupun di bawah tegakan, permeabilitas tanahnya dapat dikatakan agak lambat-sedang. Sedangkan pada kedalaman 10-20 cm nilai
permeabilitasnya cenderung sedang-agak cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan tanah pada kedalaman 0-10 cm di lokasi penelitian untuk meloloskan
air ke lapisan dibawah cenderung lambat. Namun apabila air tersebut sudah berada di lapisan pada kedalaman 10-20 cm, maka air tersebut cenderung dengan
mudah diloloskan oleh tanah. Syarief 1985 diacu dalam Musthofa 2007 menyatakan bahwa
permeabilitas dapat menghilangkan daya air untuk mengerosi tanah, sedangkan drainase mempengaruhi baik buruknya pertukaran udara. Selanjutnya faktor
tersebut mempengaruhi kegiatan mikroorganisme dan perakaran dalam tanah.
5.8.2. Sifat Kimia Tanah