Indeks Keanekaragaman Jenis HASIL DAN PEMBAHASAN

dominansi pada hutan primer, maka nilai dominansi jenis relatif tersebar pada beberapa jenis. Dari tabel 13 dapat terlihat kecenderungan peningkatan nilai dominasi pada LOA TPTII 2 dua tahun jika dibandingkan dengan nilai dominasi pada hutan primer. Peningkatan nilai ini terjadi hampir di tiap tingkatan permudaan pada berbagai kelas kelerengan. Pada tingkat semai kenaikan nilai dominasi terjadi berkisar antara 0,04-0,08. Kemudian di tingkat pancang kenaikan indeks dominansinya berkisar antara 0,05-0,16. Pada tingkat tiang terjadi juga kenaikan nilai dominasi yang berkisar antara 0,01-0,03. Sedangkan pada tingkat pohon kenaikan yang terjadi tidak terlalu besar hanya sekitar 0,01. Hasil penelitian yang terdapat pada tabel 13 juga menunjukkan bahwa indeks dominansi tertinggi pada hutan primer dapat ditemukan pada tingkat semai di kelerengan sedang dengan nilai indeks sebesar 0,12. Sedangkan nilai indeks dominansi pada LOA TPTII 2 dua tahun mengalami peningkatan dengan nilai indeks tertinggi sebesar 0,24 yang ditemukan pada tingkat pancang di kelerengan datar. Berdasarkan uraian tersebut, dari ketiga kondisi hutan yang diteliti nilai indeks dominansi yang ditemukan hampir semuanya rendah. Nilai indeks dominansi yang ditemukan hanya berkisar antara 0,05-0,24 dan tidak ada yang mendekati nilai 1 satu. Hal ini menunjukkan bahwa jenis yang mendominasi baik pada hutan primer maupun LOA TPTII 2 dua tahun tidak terpusat pada satu jenis melainkan pada beberapa jenis.

5.3. Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis merupakan parameter vegetasi yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas dan untuk mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas komunitas Fachrul, 2008. Keanekaragaman jenis tersusun atas dua buah komponen. Komponen pertama adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas, yang mana para ekologis menyebutnya species richness kekayaan jenis dan komponen yang kedua adalah species evenness kemerataan jenis. Penentuan besarnya tingkat keanekaragaman jenis dilakukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Indeks tersebut membandingkan antar kondisi hutan yang diamati, sehingga nantinya dapat dijadikan salah satu variabel yang diperhitungkan dalam menentukan status perkembangan suksesi yang sedang berlangsung Kent Cooker, 1992 Dalam menentukan tingkat keanekaragaman yang terdapat di areal pengamatan digunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H’. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H’ merupakan parameter untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mengetahui keberlangsungan suksesi atau kestabilan dalam suatu komunitas hutan. Besarnya nilai indeks keanekaragaman jenis H’ yang terdapat di plot pengamatan dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Indeks Keanekaragaman Jenis H’ pada hutan primer dan LOA TPTII 2 dua tahun berdasarkan tingkat permudaannya Kondisi Hutan Kelerengan Indeks Keanekaragaman Jenis H Semai Pancang Tiang Pohon Primer Datar 0-15 2,78 2,94 3,10 3,17 Sedang 15-25 2,61 3,06 3,27 3,37 Curam 25 2,85 2,97 3,23 3,35 LOA 2 tahun Datar 0-15 2,11 2,24 3,03 3,21 Sedang 15-25 2,45 2,41 3,12 3,25 Curam 25 2,46 2,59 3,13 3,35 Keterangan: LOA Logged Over Areahutan bekas tebangan; TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif Berdasarkan tabel 14, nilai indeks keanekaragaman jenis H’ yang terdapat pada hutan primer berkisar antara 2,61-3,37. Indeks keanekaragaman terkecil terdapat pada tingkat semai sedangkan indeks tertinggi terdapat pada tingkat pohon. Sedangkan pada LOA TPTII 2 dua tahun indeks keanekaragaman jenisnya mengalami penurunan dengan nilai berkisar antara 2,11-3,35. Menurut Magurran 1988 besaran H’ dengan nilai 1,5 menunjukkan tingkat keanekaragaman tergolong rendah. Sedangkan jika nilai H’ = 1,5-3,5 maka tingkat keanekaragamannya tergolong sedang. Apabila besaran H’ memiliki nilai 3,5, maka tingkat keanekaragamannya dianggap tinggi. Berdasarkan kriteria tersebut, keanekaragaman jenis yang terdapat pada hutan primer dan LOA TPTII 2 dua tahun tergolong sedang. Kegiatan pemanenan yang dilaksanakan dua tahun sebelumnya ternyata mempengaruhi tingkat keanekaragaman jenis yang terdapat di LOA TPTII 2 dua tahun. Namun, penurunan tingkat keanekaragaman jenis yang terjadi tidak terlalu besar. Karena setelah dua tahun, tingkat keanekaragaman yang terdapat di LOA TPTII 2 dua tahun tidak berbeda jauh nilainya dengan hutan primer dan indeks keanekaragaman jenis H’ tersebut menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman di LOA TPTII 2 dua tahun masih tergolong sedang. Keanekaragaman jenis yang tinggi memang menjadi karakteristik umum sekaligus keunggulan yang dimiliki oleh hutan hujan tropika selain lingkungan yang konstan atau sedikitnya perubahan musim dan siklus hara tertutup Mulyana et al. 2005. Soerianegara 1996 mengemukakan bahwa sering dinyatakan tentang menurunnya indeks keanekaragaman jenis, namun sampai saat ini belum ada ukuran mengenai tinggi rendahnya indeks keanekaragaman jenis di suatu daerah. Untuk Indonesia, dari perhitungan untuk berbagai tipe hutan, dapat dikatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis 3,5 ke atas dapat dikatakan tinggi.

5.4. Indeks Kekayaan Jenis

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30