Komposisi Jenis Komposisi dan Struktur Tegakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Komposisi dan Struktur Tegakan

5.1.1. Komposisi Jenis

Komposisi jenis merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mengetahui proses suksesi yang sedang berlangsung pada suatu komunitas atau tegakan yang telah terganggu. Dengan mengetahui komposisi jenis tersebut, maka dapat diketahui juga perkembangan tegakan yang telah berlangsung pada komunitas yang terganggu tersebut. Apabila komposisi jenis pada tegakan tersebut sudah mendekati kondisi awal, dalam hal ini mendekati kondisi pada hutan primer, maka dapat dikatakan bahwa kondisi tegakan tersebut telah pulih. Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan di petak GG-39 pada areal IUPHHK-HA PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah, pada kondisi hutan primer dan bekas tebanganlogged over area LOA setelah 2 dua tahun dengan teknik silvikultur TPTII yang diukur pada 3 tiga kelas kelerengan yang berbeda, maka diperoleh komposisi jenis yang berbeda-beda untuk tiap tingkatan permudaannya. Hasil dari analisis vegetasi untuk komposisi jenis yang terdapat di petak GG-39 dapat dilihat di tabel 8. Tabel 8 Jumlah jenis yang ditemukan pada kondisi hutan primer dan LOA TPTII 2 dua tahun berdasarkan tingkat pohon dan permudaan Kondisi Hutan Kelerengan Jumlah Jenis Semai Pancang Tiang Pohon Primer Datar 0-15 25 38 36 47 Sedang 15-25 36 38 43 51 Curam 25 38 36 35 47 Rata-rata 33 37 38 48 LOA TPTII 2 Tahun Datar 0-15 16 21 39 48 Sedang 15-25 22 27 41 44 Curam 25 24 27 37 52 Rata-rata 21 25 39 48 Keterangan: LOA Logged Over Areahutan bekas tebangan; TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif. Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa komposisi jenis untuk tiap tingkatan permudaan berbeda. Jumlah jenis terbesar terdapat pada tingkat pohon, baik itu di hutan primer maupun di LOA TPTII 2 dua tahun. Pada hutan primer, jumlah jenis terbesar untuk tingkat semai ditemukan pada kelerengan curam yaitu sekitar 38 jenis per hektar, kemudian kelas kelerengan sedang yaitu sekitar 36 jenis per hektar dan kelas kelerengan datar yaitu sekitar 25 jenis per hektar. Berbeda dengan jumlah jenis yang ditemukan pada tingkat pohon. Untuk tingkat pohon, jumlah jenis terbesar dapat ditemukan pada kelerengan sedang yaitu sekitar 51 jenis per hektar, kemudian pada kelerengan datar dan curam terdapat jumlah jenis yang sama yaitu sekitar 47 jenis per hektar. Pada tingkat pohon, jumlah jenis yang ditemukan jauh lebih besar dibandingkan pada tingkat permudaan lainnya. Pelaksanaan teknik silvikultur TPTII ternyata menyebabkan terjadinya perubahan dalam komposisi jenis. Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa pada LOA TPTII 2 tahun terjadi penurunan jumlah jenis untuk tingkat semai dan pancang pada semua kelas kelerengan. Penurunan jumlah jenis terbesar terjadi pada tingkat pancang di kelerengan datar, yaitu sekitar 17 jenis. Hal ini dapat terjadi karena ketika proses suksesi berlangsung, terjadi persaingan tumbuh diantara jenis-jenis yang toleran dan intoleran. Sehingga jenis yang lambat tumbuh akan ternaungi dan tertekan. Kondisi berbeda ditemukan pada tingkatan tiang dan pohon. Pada LOA TPTII 2 dua tahun terjadi peningkatan jumlah jenis pada kelerengan datar dan curam. Jika diperhatikan jumlah jenis yang terdapat di LOA TPTII 2 dua tahun hampir mendekati pada kondisi hutan primer. Namun kondisi LOA TPTII 2 dua tahun belum dapat dikatakan sudah kembali seperti pada kondisi hutan primer, karena proses suksesi masih terus berlangsung sehingga. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai jumlah jenis yang masih fluktuatif pada tiap tingkatan permudaannya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan baik di hutan primer maupun LOA TPTII setelah 2 dua tahun, menunjukkan bahwa komposisi jenis yang ditemukan di areal penelitian sangat bervariasi pada semua tingkat pertumbuhan. Komposisi jenis yang ditemukan di hutan primer cenderung lebih banyak karena dianggap pada hutan primer tersebut telah terjadi kestabilan sehingga jenis-jenis yang ada merupakan jenis-jenis yang telah beradaptasi dan merupakan jenis puncak dalam proses suksesi. Terjadinya perbedaan komposisi jenis antara hutan primer dengan LOA TPTII disebabkan karena terjadinya pemungutan hasil hutan melalui kegiatan pemanenan. Kegiatan pemanenan dapat menyebabkan kerusakan pada tegakan tinggal, sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi jenis pada LOA TPTII tersebut. Perubahan komposisi jenis yang sedang terjadi di LOA TPTII 2 dua tahun dapat disebabkan karena proses suksesi yang sedang berlangsung. Kecenderungan jumlah jenis yang menurun pada LOA TPTII 2 dua tahun dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang cocok untuk mendukung kelangsungan hidup permudaan jenis-jenis tertentu.

5.1.2. Kerapatan dan Frekuensi Kelompok Jenis

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30