Hubungan Antara Kondisi Tanah dengan Perkembangan Tegakan di

Derajat kemasaman tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H + di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H + didalam tanah, semakin masam tanah tersebut Hardjowigeno, 2003. Reaksi tanah pH menjadi asam disebabkan karena tingginya curah hujan yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci dan adanya dekomposisi mineral alumunium silikat akan membebaskan ion aluminium Al 3+ , Ion tersebut akan dijerap kuat oleh koloid tanah dan bila di hidrolisis akan menyumbangkan ion H + , akibatnya tanah menjadi masam Nyakpa et al. 1988. Kapasitas Tukar Kation KTK merupakan banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah biasanya per 100 g. Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. KTK merupakan sifat kimia tanah yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah Hardjowigeno, 2003. Berdasarkan hasil analisis kimia tanah, maka diperoleh nilai KTK di hutan primer sebesar 8,58 me100 g. Sedangkan pada LOA TPTII 2 dua tahun nilai KTK-nya berkisar antara 5,63-10,50 me100 g. Menurut Pusat Penelitian Tanah 1983 dalam Perdana 2009, nilai KTK yang terdapat pada kedua kondisi hutan tersebut tergolong rendah karena berkisar diantara 5,0-16,00 me100 g. KTK merupakan sifat kimia tanah yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan cirri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan pengapuran, serta pemupukan. Tanah dengan KTK tinggi dapat menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah Hardjowigeno, 2003.

5.9. Hubungan Antara Kondisi Tanah dengan Perkembangan Tegakan di

Jalur antara dan Tanaman Shorea leprosula Miq. pada Jalur Tanam Tanah merupakan suatu tubuh alam, disintesakan dalam bentuk penampang dari berbagai campuran hancuran mineral dan bahan organic. Bila mengandung cukup air dan udara akan menjadi tunjangan mekanik dan makanan bagi tumbuhan Buckman dan Brady 1974. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh beberapa hal, antara lain kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, terkumpulnya garam di daerah perakaran salinasi, terkumpulnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, penjenuhan tanah oleh air, dan erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman Riquier 1977 dalam Arsyad 1989 Kegiatan penebangan yang dilaksanakan tentu saja menimbulkan dampak yang nyata pada kondisi tanah yang terdapat di suatu areal bekas tebangan. Pemadatan tanah secara otomatis akan terjadi akibat masuknya alat berat ke dalam hutan yang pada akhirnya akan mengganggu sistem perakaran tanaman, dalam hal ini tingkat semai dan tiang, dimana kedalaman efektif untuk pertumbuhan akar pada tingkat tersebut adalah 0-20 cm. Dan dampak nyata dari pemadatan tanah akibat masuknya alat berat tersbut terjadi setidaknya pada tanah lapisan atas 0-20 cm. Terbentuknya celah gap di areal bekas tebangan akibat terbukanya tajuk setelah kegiatan penebangan tentunya juga mempengaruhi sifat kimia tanah yang terdapat di areal tersebut. Mengingat bahwa pada kondisi hutan sebelum adanya kegiatan penebangan merupakan hutan primer dimana siklus hara yang terjadi adalah siklus hara tertutup, maka dengan adanya celah tersebut akan memungkinkan terjadinya pencucian hara yang lebih cepat. Sehingga dapat menurunkan kualitas kimia tanah tersebut. Kegiatan penebangan yang dilaksanakan dua tahun sebelumnya pada areal pengamatan tentu saja juga menimbulkan efek terhadap sifat fisik dan sifat kimia pada areal pengamatan. Efek yang ditimbulkan pada tanah tersebut secara tidak langsung juga berdampak terhadap pertumbuhan tegakan baik yang berada di jalur antara maupun tanaman Shorea leprosula Miq. yang terdapat di jalur tanam. Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang komposisi jenis dan kerapatan, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan nilai komposisi jenis dan kerapatan yang tinggi untuk tingkat semai dan pancang di LOA TPTII 2 dua tahun jika dibandingkan dengan keadaan pada hutan primer. Sementara itu, nilai komposisi jenis maupun kerapatan untuk tingkat tiang dan pohon cenderung stabil atau tidak berkurang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan adaptasi semai dan pancang terhadap sifat fisik dan sifat kimia tanah yang berubah setelah kegiatan penebangan masih kurang. Sementara kemampuan adaptasi untuk tingkat tiang dan pohon sudah lebih baik sehingga perubahan sifat fisik dan sifat kimia tanah tidak terlalu berpengaruh. Oliver dan Larson 1983 menyatakan bahwa tempat tumbuh dapat berubah seperti juga halnya dengan perkembangan hutan. Perkembangan tegakan akan meningkatkan kelembaban yang memungkinkan akar untuk melakukan penetrasi dalam menyerap mineral tanah dan akan meningkatkan ruang pori untuk menyimpan kelembaban. Oksigen tanah dan nutrisi akan meningkat seperti juga dengan peningkatan ruang pori. Sehingga akar dan mikroorganisme dapat mengambilnya dari bahan induk tanah dan mengedarkannya ke tanah dan akhirnya ke pohon. Sementara itu, untuk tanaman yang berada dalam jalur tanam dapat dikatakan memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai diameter rata-rata dan tinggi rata-rata pada pengukuran di tahun kedua. Selain dari perlakuan awal dalam penanaman tanaman S. leprosula, keadaan ini juga tidak terlepas dari kondisi tanah tempat tanaman tersebut tumbuh yang secara tidak langsung juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman S. leprosula tersebut. Jika dilihat dari sifat kimia yang diamati, tanah pada jalur tanam dapat dikatakan kurang subur menurut kriteria lahan pertanian secara umum. Hal ini dapat dilihat dari nilai pH yang cenderung kecil dan KTK yang tergolong rendah. Keterbukaan tanah dengan lebar 3 tiga meter untuk jalur tanam menyebabkan pencucian hara oleh air hujan lebih cepat terjadi. Hal ini dikarenakan tutupan vegetasi yang hilang akibat kegiatan pembersihan jalur tanam untuk kegiatan penanaman. Akibatnya, tanah pada lapisan atas yang merupakan top soil akan dengan mudah hilang sehingga menyebabkan tingkat kesesuaian untuk pertumbuhan tanaman berkurang. Oleh karena itu, pada awal kegiatan penanaman tanaman S.leprosula dilakukan tindakan pemberian top soil pada lubang tanam untuk mengantisipasi kondisi tanah yang telah mengalami pencucian akibat keterbukaan tajuk. Keberhasilan pertumbuhan suatu tanaman hutan di lapangan dikendalikan oleh faktor-faktor pertumbuhan yang terdiri dari faktor genetis dan faktor lingkungan. Pengendalian faktor genetis dimunculkan oleh gen-gen kromosom yang mempengaruhi proses-proses fisiologis melalui pengendalian pada sintesis enzim-enzim yang berperan ganda pada aneka reaksi fisiologis. Sedangkan pengendalian faktor lingkungan dimunculkan oleh peran aneka keadaan di luar tubuh suatu tanaman yang mempengaruhi proses-proses fisiologis Poerwowidodo, 2000.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Kegiatan pemanenan yang dilaksanakan dua tahun sebelumnya ternyata menyebabkan perubahan komposisi dan struktur tegakan pada LOA TPTII 2 dua tahun. Penurunan jumlah jenis tertinggi yang terjadi pada tingkat semai dan pancang masing-masing adalah sebesar 14 jenis dan 17 jenis, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon komposisi jenisnya cenderung stabil. 2. Dominansi jenis dari kelompok kayu komersial ditebang KD masih cukup mendominasi di LOA TPTII 2 dua tahun pada setiap tingkatan vegetasinya. Untuk tingkat semai dan pancang rata-rata nilai Indeks Nilai Penting INP dari kelompok kayu KD dari semua kelerengan masing-masing adalah 175,35 dan 130,90. Sedangkan rata-rata INP untuk tingkat tiang dan pohon dari kelompok kayu KD masing-masing adalah 249,63 dan 230,82. 3. Struktur tegakan pada LOA TPTII 2 dua tahun masih menunjukkkan karakteristik struktur tegakan hutan alam normal dengan membentuk kurva J terbalik. Meskipun jumlah pohonha menurun pada masing-masing kelas diameter, namun ketersediaan pohon tersebut masih tergolong cukup. 4. Keanekaragaman jenis Shannon-Wiener H’ pada LOA TPTII 2 dua tahun berkisar antara 2,11-3,35 dengan tingkat keanekaragaman sedang. Untuk kekayaan jenis R 1 nilainya berkisar antara 2,75-9,11 dengan tingkat kekayaan cukup tinggi. Sedangkan untuk kemerataan jenis E nilainya berkisar antara 0,73-0,91 dengan tingkat kemerataan yang cukup tinggi. 5. Indeks Kesamaan Komunitas IS antara hutan primer dengan LOA TPTII 2 dua untuk vegetasi pohon hanya 62,75 pada kelerengan datar, 62,58 pada kelerengan sedang, dan 59,69 pada kelerengan curam. Sehingga dapat dikatakan proses suksesi sekunder masih berlangsung pada LOA TPTII 2dua tahun dan belum mencapai tahap klimaks. 6. Persentase hidup tanaman Shorea leprosula Miq di jalur tanam TPTII pada pengukuran tahun kedua cukup besar, yaitu 80,08. Rata-rata diameter dan

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30