Dominansi Jenis Komposisi dan Struktur Tegakan

nilai penyebarannya 40 untuk tingkat semai, 240 batangha dengan penyebaran 60 untuk tingkat pancang, 75 batangha dengan penyebaran 75 untuk tingkat tiang, dan 25 batangha dengan penyebaran 25 untuk tingkat pohon. Berdasarkan uraian tersebut, nilai kerapatan dan frekuensi pada hutan primer maupun LOA TPTII 2 dua tahun masih dianggap memenuhi kriteria yang dikemukakan oleh Wyatt-Smith. Hal ini berarti pada areal pengamatan baik pada hutan primer maupun LOA TPTII 2 dua tahun masih memiliki permudaan yang cukup dan tersebar merata. Soerianegara dan Indrawan 1998 juga menegaskan bahwa jenis-jenis yang dominan adalah jenis yang memiliki jumlah dan penyebaran yang luas. Tumbuhan mempunyai korelasi yang sangat nyata dengan tempat tumbuh habitat dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominansinya. Jenis-jenis yang dominan tersebut memiliki nilai kerapatan dan frekuensi yang tinggi. Kerapatan jenis yang tinggi menunjukkan bahwa jenis ini memiliki jumlah jenis yang paling banyak ditemukan di lapangan dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan tingginya frekuensi relatif suatu jenis menunjukkan bahwa jenis tersebut tersebar merata hampir di seluruh petak pengamatan.

5.1.3. Dominansi Jenis

Dominansi suatu jenis dapat digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan suatu jenis dalam suatu komunitas atau tegakan. Dominansi dari jenis-jenis yang ada pada suatu tegakan dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting INP yang dimiliki jenis-jenis tersebut. Dapat dikatakan bahwa jenis yang memiliki INP tertinggi merupakan jenis paling dominan dalam tegakan tersebut. Di dalam masyarakat hutan, sebagai akibat adanya persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa dominan daripada jenis lainnya. Pohon-pohon tinggi dari stratum lapisan teratas mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenis-jenis pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan Soerianegara Indrawan, 1998. Pada tabel 10 dan 11 berikut disajikan daftar 5 jenis dominan yang ditemukan pada plot pengamatan yang memiliki INP tertinggi. 34 Tabel 10 Daftar lima jenis dengan Indeks Nilai Penting INP terbesar tiap tingkat permudaan pada hutan primer Kondisi hutan Kelerengan Jenis-Jenis Dominan Semai INP Pancang INP Tiang INP Pohon INP Primer Datar Sterculia gilva 24,14 Eugenia sp. 33,15 Eugenia sp. 48,23 Shorea leprosula 40,52 0-15 Shorea beccariana 20,36 Litsea firma 24,41 Dialium sp. 34,12 Eugenia sp. 30,59 Shorea quadrinervis 19,20 Myristica iners 17,18 Litsea firma 19,90 Litsea firma 29,64 Eugenia sp. 19,05 Sterculia gilva 16,36 Myristica iners 17,88 Dialium sp. 22,31 Litsea firma 14,65 Vatica rassak 12,68 Sterculia gilva 17,40 Shorea beccariana 19,66 Sedang Shorea dasyphylla 29,94 Sterculia gilva 20,24 Eugenia sp. 35,64 Shorea leprosula 34,87 15-25 Canarium denticulatum 23,87 Myristica iners 19,59 Dialium sp. 23,02 Shorea beccariana 30,23 Shorea beccariana 21,70 Vatica rassak 18,41 Sterculia gilva 21,02 Eugenia sp. 25,75 Sterculia gilva 17,85 Diospyros malam 15,45 Litsea firma 20,50 Dialium sp. 15,85 Litsea firma 13,64 Litsea firma 13,01 Pithecellobium sp. 16,14 Pithecellobium sp. 15,24 Curam Shorea beccariana 24,47 Litsea firma 25,20 Litsea firma 29,43 Shorea leprosula 24,52 25 Shorea leprosula 23,38 Eugenia sp. 20,14 Eugenia sp. 24,95 Eugenia sp. 22,44 Eugenia sp. 17,38 Myristica iners 15,34 Pithecellobium sp. 20,42 Dialium sp. 20,41 Litsea firma 15,58 Sterculia gilva 14,91 Dialium sp. 18,57 Shorea beccariana 18,80 Shorea dasyphylla 15,45 Shorea beccariana 13,50 Nephelium sp. 18,40 Pithecellobium sp. 16,88 35 Tabel 11 Daftar lima jenis dengan Indeks Nilai Penting INP terbesar tiap tingkat permudaan pada LOA TPTII 2 tahun Kondisi hutan Kelerengan Jenis-Jenis Dominan Semai INP Pancang INP Tiang INP Pohon INP LOA TPTII Datar Litsea firma 47,03 Macaranga conifera 63,43 Litsea firma 63,19 Eugenia sp. 50,77 2 Tahun 0-15 Eugenia sp. 44,86 Litsea firma 45,44 Eugenia sp. 39,47 Litsea firma 39,34 Shorea leprosula 35,33 Shorea leprosula 18,42 Vatica rassak 26,26 Shorea beccariana 16,67 Dipterocarpus sp. 21,07 Eugenia sp. 10,96 Pithecellobium sp. 14,33 Shorea leprosula 16,58 Shorea beccariana 17,60 Shorea beccariana 10,29 Nephelium sp. 11,36 Vatica rassak 16,16 Sedang Eugenia sp. 34,91 Macaranga conifera 54,58 Litsea firma 49,40 Shorea beccariana 40,37 15-25 Shorea dasyphylla 32,09 Litsea firma 43,04 Eugenia sp. 40,37 Eugenia sp. 36,76 Litsea firma 30,44 Shorea leprosula 22,53 Myristica iners 22,26 Litsea firma 24,44 Dipterocarpus sp. 21,06 Shorea beccariana 19,68 Sterculia gilva 20,27 Shorea leprosula 19,77 Shorea quadrinervis 15,86 Sterculia gilva 4,93 Pithecellobium sp. 17,43 Pithecellobium sp. 15,25 Curam Litsea firma 51,98 Litsea firma 42,04 Litsea firma 39,89 Eugenia sp. 40,28 25 Eugenia sp. 34,52 Eugenia sp. 28,44 Eugenia sp. 35,59 Litsea firma 35,93 Shorea quadrinervis 22,84 Shorea leprosula 26,22 Vatica rassak 27,72 Eusideroxylon zwageri. 22,85 Shorea beccariana 13,43 Macaranga conifera 24,75 Shorea leprosula 26,09 Pithecellobium sp. 15,98 Myristica iners 11,43 Myristica iners 14,14 Myristica iners 1793 Durio sp. 14,90 Dari tabel 10 dan 11 dapat dilihat bahwa jenis-jenis yang mendominasi baik pada hutan primer maupun LOA TPTII 2 dua tahun adalah jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae. Sedangkan jenis lainnya yang termasuk ke dalam famili non Dipterocarpaceae yang banyak mendominasi adalah jenis jambu-jambu Eugenia sp., banitan Sterculia gilva, medang Litsea firma, kayu arang Diospyros malam, girik Pithecellobium sp., dan lampunggarung Macaranga conifera. Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 10 dan 11 dapat dilihat lima jenis yang mendominasi pada tiap tingkatan permudaan untuk masing-masing kondisi hutan dan kelerengan sangat bervariasi dilihat berdasarkan INP. Pada hutan primer, jenis yang memiliki INP terbesar untuk tingkat semai pada kelerengan datar adalah banitan Sterculia gilva yaitu sebesar 24,14. Untuk tingkat pancang dan tiang adalah jambu-jambu Eugenia sp. sebesar 33,15 dan 48,23. Sedangkan untuk tingkat pohon adalah jenis lempung Shorea leprosula sebesar 40,52. Pada kelerengan sedang, jenis yang memiliki INP terbesar untuk tingkat semai adalah meranti bukit Shorea dasyphylla sebesar 29,94. Tingkat pancang didominasi oleh banitan Sterculia gilva dengan INP sebesar 20,24. Untuk tingkat tiang dan pohon jenis yang mendominasi adalah jambu-jambu Eugenia sp. dan lempung Shorea leprosula dengan INP masing-masing sebesar 35,64 dan 34,87. Sedangkan pada kelerengan curam, jenis-jenis yang mendominasi untuk tingkat semai, pancang, tiang dan pohon adalah tengkawang rambut Shorea beccariana sebesar 24,47, medang Litsea firma sebesar 25,20 dan 29,43, serta Shorea leprosula sebesar 24,52. Adanya kegiatan penebangan dan penjaluran sebelumnya ternyata menyebabkan terjadinya perubahan jenis-jenis dominan pada areal penelitian. Berdasarkan tabel 10 dan 11 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan yang nyata terhadap jenis-jenis yang mendominasi pada LOA TPTII 2 dua tahun. Jenis yang banyak mendominasi pada LOA TPTII 2 dua tahun baik di kelerengan datar, sedang maupun curam adalah medang Litsea firma. Berbeda dengan jenis yang banyak ditemukan pada hutan primer, yaitu jenis lempung Shorea leprosula. Pada kelerengan datar di LOA TPTII 2 dua tahun, jenis medang Litsea firma banyak mendominasi untuk vegetasi tingkat semai dan tiang dengan INP masing-masing sebesar 47,03 dan 63,19. Sedangkan tingkat pancang banyak didominasi oleh jenis lampunggarung Macaranga conifera dengan INP sebesar 63,43. Pada tingkat pohon, jenis yang memiliki nilai INP tertinggi adalah jambu-jambu Eugenia sp. dengan INP sebsesar 50,77. Pada kelerengan sedang, jenis yang mendominasi adalah jambu-jambu Eugenia sp . untuk tingkat semai dengan INP sebesar 34,91. Untuk tingkat pancang didominasi oleh lampunggarung Macaranga conifera dengan INP sebesar 54,58. Tingkat tiang dan pohon didominasi oleh jenis medang Litsea firma sebesar 49,40 dan tengkawang rambut Shorea beccariana sebesar 40,37. Sedangkan pada kelerengan curam hanya jenis medang Litsea firma yang mendominasi pada tingkat semai, pancang, dan tiang dengan INP masing- masing 51,98, 42,04, dan 39,89, serta jambu-jambu Eugenia sp. pada tingkat pohon dengan INP sebesar 40,28. Berdasarkan tabel 10 dan 11 juga dapat dilihat bahwa terdapat beberapa jenis yang terdapat di hutan primer masih ditemukan juga di LOA TPTII 2 dua tahun meskipun telah terjadi kegiatan penebangan dan penjaluran pada dua tahun sebelumnya. Jenis-jenis tersebut tetap ada dalam plot pengamatan meskipun tingkat dominasi dari jenis tersebut mengalami penurunan. Seperti yang terjadi pada jenis lempung Shorea leprosula pada tingkat pohon di kelerengan datar dan sedang. Jenis ini mengalami penurunan nilai INP karena jenis ini termasuk ke dalam jenis komersial ditebang KD. Sehingga kemungkinan besar ketika kegiatan penebangan berlangsung banyak dari jenis ini yang ditebang. Namun terdapat juga beberapa jenis yang ternyata lebih mendominasi di LOA TPTII 2 dua tahun setelah kegiatan penebangan dan penjaluran berlangsung, jika dibandingkan dengan hutan primer. Jenis-jenis tersebut diantaranya adalah jambu- jambu Euginia sp. dan medang Litsea firma. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa untuk kondisi hutan setelah kegiatan penebangan, jenis yang mendominasi pada setiap kelerengan untuk semua tingkatan permudaan mengalami perubahan. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kegiatan penebangan yang mengakibatkan adanya jenis-jenis tertentu yang rusak, hilang, bahkan mati. Namun pada beberapa jenis justru terlihat lebih banyak mendominasi setelah kegiatan penebangan dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki kesesuaian terhadap tempat tumbuh yang lebih baik dibandingkan jenis lainnya. Tabel 12 berikut ini juga menunjukkan dominansi jenis yang terdapat di plot penelitian berdasarkan INP yang dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar yaitu jenis Komersial Ditebang, jenis Komersial Tidak Ditebang, dan Jenis Lain. Tabel 12 Indeks Nilai Penting INP berdasarkan kelompok jenis pada plot pengamatan Kondisi Hutan Kelerengan Kelompok Jenis Tingkatan Vegetasi Semai Pancang Tiang Pohon Primer Datar 0-15 KD 156,55 146,29 232,25 214,59 KTD 16,94 50,24 56,99 53,67 JL 26,51 3,47 10,76 31,74 Sedang 15-25 KD 167,59 167,33 239,48 216,87 KTD 6,27 18,71 49,50 40,72 JL 26,13 13,97 11,02 42,41 Curam 25 KD 154,90 163,37 235,72 185,44 KTD 13,96 17,43 47,04 56,75 JL 31,13 19,20 17,23 57,80 LOA TPTII 2 Tahun Datar 0-15 KD 179,81 118,58 246,09 239.28 KTD 1,30 70,17 37,25 26.03 JL 18,89 11,25 16,65 34.70 Sedang 15-25 KD 172,18 118,47 253,30 224.15 KTD 11,23 61,84 43,12 22.12 JL 16,59 19,68 3,57 53.73 Curam 25 KD 174,06 155,65 249,49 229.02 KTD 10,35 38,59 38,86 32.19 JL 15,58 5,77 11,66 38.79 Keterangan: LOA Logged Over Areahutan bekas tebangan; TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif; KD Komersial Ditebang; KTD Komersial Tidak ditebang; JL Jenis Lain. Berdasarkan tabel 12 dapat diketahui bahwa jenis-jenis dari kelompok komersial ditebang paling mendominasi hampir di setiap kelerengan dan tingkatan permudaan. Hal ini ditunjukkan dengan INP untuk vegetasi tingkat semai dan pancang yang nilainya 150. Hal yang sama juga dapat dilihat pada vegetasi tingkat tiang dan pohon dimana INP yang dimiliki kelompok jenis ini memiliki nilai 200 di semua kelas kelerengan. Menurut Budiansyah 2006, peranan suatu jenis dalam komunitas dapat dilihat dari dari besarnya Indeks Nilai Penting INP, dimana jenis yang m m l 5 b b b p m a p G mempunyai menunjukka lingkungan y

5.1.4. Stru

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30