Indeks Dominansi HASIL DAN PEMBAHASAN

yang demikian, sehingga dapat dikatakan kondisi kedua hutan tersebut masih normal meskipun terjadi penurunan jumlah pohon antara hutan primer dengan LOA TPTII 2 dua tahun akibat kegiatan penebangan.

5.2. Indeks Dominansi

Nilai indeks dominansi dapat digunakan untuk menentukan dominansi jenis dalam suatu komunitas. Nilai indeks dominansi yang rendah menunjukkan pola dominansi jenisnya dipusatkan pada banyak jenis, sedangkan nilai indeks dominansi yang tinggi menunjukkan pola dominansi jenisnya dipusatkan pada sedikit jenis. Nilai indeks dominansi tertinggi adalah 1 satu, yang menunjukkan bahwa komunitas tersebut dikuasai oleh satu jenis atau terpusat pada satu jenis Indrawan, 2000. Berdasarkan analisis vegetasi yang telah dilakukan, diperoleh nilai indeks dominansi yang dapat dilihat pada tabel 14 berikut. Tabel 13 Nilai Indeks Dominansi C pada kondisi hutan primer, LOA TPTII 1 satu tahun, dan LOA TPTII 2 dua tahun berdasarkan tingkatan pertumbuhan Kondisi Hutan Kelerengan Tingkatan Vegetasi Semai Pancang Tiang Pohon Primer Datar 0-15 0,08 0,08 0,06 0,06 Sedang 15-25 0,12 0,06 0,05 0,05 Curam 25 0,09 0,07 0,05 0,05 LOA TPTII 2 Tahun Datar 0-15 0,16 0,24 0,09 0,07 Sedang 15-25 0,16 0,19 0,07 0,05 Curam 25 0,13 0,12 0,06 0,06 Keterangan: LOA Logged Over Areahutan bekas tebangan; TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif Menurut Kasraji 1996 nilai indeks dominansi semakin mendekati nilai 1 satu berarti dominansi pada komunitas tersebut relatif dipusatkan pada sedikit atau satu jenis saja, sementara jika nilai dominansi semakin mendekati nol, maka dominansi pada komunitas tersebut tersebar merata pada semua jenis. Jika nilai dominansi suatu komunitas lebih tinggi terhadap nilai dominansi pada kondisi hutan primer, maka dominansi cenderung dipusatkan pada sedikit jenis. Sedangkan jika nilai dominansi suatu komunitas lebih rendah terhadap nilai dominansi pada hutan primer, maka nilai dominansi jenis relatif tersebar pada beberapa jenis. Dari tabel 13 dapat terlihat kecenderungan peningkatan nilai dominasi pada LOA TPTII 2 dua tahun jika dibandingkan dengan nilai dominasi pada hutan primer. Peningkatan nilai ini terjadi hampir di tiap tingkatan permudaan pada berbagai kelas kelerengan. Pada tingkat semai kenaikan nilai dominasi terjadi berkisar antara 0,04-0,08. Kemudian di tingkat pancang kenaikan indeks dominansinya berkisar antara 0,05-0,16. Pada tingkat tiang terjadi juga kenaikan nilai dominasi yang berkisar antara 0,01-0,03. Sedangkan pada tingkat pohon kenaikan yang terjadi tidak terlalu besar hanya sekitar 0,01. Hasil penelitian yang terdapat pada tabel 13 juga menunjukkan bahwa indeks dominansi tertinggi pada hutan primer dapat ditemukan pada tingkat semai di kelerengan sedang dengan nilai indeks sebesar 0,12. Sedangkan nilai indeks dominansi pada LOA TPTII 2 dua tahun mengalami peningkatan dengan nilai indeks tertinggi sebesar 0,24 yang ditemukan pada tingkat pancang di kelerengan datar. Berdasarkan uraian tersebut, dari ketiga kondisi hutan yang diteliti nilai indeks dominansi yang ditemukan hampir semuanya rendah. Nilai indeks dominansi yang ditemukan hanya berkisar antara 0,05-0,24 dan tidak ada yang mendekati nilai 1 satu. Hal ini menunjukkan bahwa jenis yang mendominasi baik pada hutan primer maupun LOA TPTII 2 dua tahun tidak terpusat pada satu jenis melainkan pada beberapa jenis.

5.3. Indeks Keanekaragaman Jenis

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Komposisi dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat)

3 21 271

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Petubahan KOihposisi Dan Struktut Tegakan Hutan Produksi Alam Dengan Menggunakan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Ema Djuliawati, Kalimantan Tengah)

0 15 229

Model Struktur Tegakan Pasca Penebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 19 70

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII): studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah

2 16 96

Struktur, Komposisi Tegakan dan Riap Tanaman Shorea parvifolia Dyer. pada Areal Bekas Tebangan dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif

0 2 160

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30