IS dikatakan berbeda sama sekali apabila nilainya 0 dan umumnya dua komunitas dianggap relatif sama apabila mempunyai IS
≥ 75. Namun menurut Soerianegara dan Indrawan 1998 dua komunitas dianggap sama apabila nilai IS-
nya mendekati 100. Berdasarkan uraian tersebut dan jika melihat data yang terdapat dalam tabel
17 dapat terlihat bahwa nilai IS yang ditunjukkan hampir semuanya jauh dari 100 bahkan kurang dari 75. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi pada
masing-masing komunitas yang dibandingkan tidak sama. Karena pada beberapa tingkatan vegetasi ditemukan perbedaan baik komposisi jenis maupun jumlah
individu antara ketiga komunitas tersebut. Selain itu, rendahnya nilai IS yang dihasilkan dapat disebabkan karena berubahnya komposisi dan struktur tegakan
akibat pemungutan hasil kayu dan kerusakan tegakan tinggal yang terjadi setelah kegiatan pemanenan. Oleh karena itu, daopat dikatakan bahwa kondisi di LOA
TPTII 2 dua tahun belum sepenuhnya kembali ke kondisi seperti pada hutan primer.
5.7. Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq. pada Jalur Tanam
5.7.1. Persentase Hidup Tanaman Shorea leprosula Miq. pada Jalur Tanam
Dalam teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif TPTII, pada Logged Over Area LOA hasil dari tebang persiapan dilakukan tebang jalur
bersih selebar 3 tiga meter dan jalur kotor yang ditinggalkan berupa vegetasi LOA hasil tebang persiapan dengan lebar 17 m. Pada poros jalur bersih dilakukan
penanaman pengayaan dengan jenis-jenis unggulan dengan jarak tanam 2,5 m sehingga jarak tanam menjadi 20 x 2,5 m
2
Indrawan, 2008. Dalam penelitian ini, dilakukan pengukuran terhadap jalur tanam yang
berukuran panjang 100 m, dimana dalam satu jalur tersebut terdapat 40 tanaman. Sehingga dalam 1 satu hektar plot pengamatan terdapat 5 lima jalur tanam
dengan total tanaman 200 buah. Pengambilan data persentase hidup tanaman pada jalur tanam dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan dalam tiap kelerengannya.
Jenis yang di tanam dalam jalur penelitian ini adalah Shorea leprosula Miq.
Data tanaman yang diambil dalam penelitian ini adalah data tanaman dengan umur tanam 2 dua tahun. Persentase hidup tanaman S. leprosula pada
jalur tanam ditunjukkan pada tabel 18 berikut. Tabel 18 Persentase hidup tanaman Shorea leprosula Miq. pada jalur tanam
TPTII dengan umur tanaman 2 dua tahun
Kelerengan Ulangan
Total Hidup Total Mati
Total Tanam Hidup
Datar 0-15 1
153 30
183 83,61
2 108 33 141 76,60
3 153 40 193 79,27
Rata-rata 138 34
172 80,08
Sedang 15-25 1
146 43
189 77,25
2 141 48 189 74,60
3 92 26 118
77,97
Rata-rata 126 39
165 76,41
Curam 25 1
138 32
170 81,18
2 113 41 154 73,38
3 163 30 193 84,46
Rata-rata 138 34
172 80,08
Keterangan: TPTII Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif.
Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah total tanaman yang ditanam pada jalur tanam TPTII berbeda-beda. Jumlah tanaman yang terdapat
dalam jalur plot pengamatan tersebut kurang dari jumlah seharusnya yaitu 200 tanaman tiap kelerengan. Jumlah total seluruh tanaman yang ditanam dalam jalur
pengamatan adalah 1.530 tanaman. Jumlah ini masih kurang dari jumlah tanaman yang seharusnya ditanam. Hal ini disebabkan karena kondisi umum yang terdapat
di plot pengamatan. Sehingga terdapat beberapa titik yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penanaman. Titik-titik tersebut adalah rawa dan tumpukan
ranting yang cukup dalam, mengingat areal penelitian ini merupakan areal bekas tebangan.
Persentase hidup dari tanaman S. leprosula dalam jalur tanam pada tahun kedua cukup baik. Hal ini ditunjukkan dari nilai persentase hidup yang terdapat
dalam tabel 18 dimana nilainya di atas 50. Persentase hidup tanaman S. leprosula
tertinggi terdapat pada jalur pengamatan di kelerengan datar dan curam, dimana nilai persentase hidup rata-ratanya masing-masing adalah 80,08.
Sedangkan pada kelerengan sedang persentase hidup rata-rata tanaman S. leprosula
hanya 76,41. Berdasarkan data yang tersaji dalam tabel 18 dapat diketahui bahwa tingkat
mortalitas pada tanaman S. leprosula yang terdapat pada jalur tanam sekitar 21. Nilai ini dapat dikatakan cenderung sedang karena dari total 1.530 tanaman yang
ditanam terdapat 323 tanaman yang mati. Hal ini dapat disebabkan karena persaingan unsur hara yang terjadi antara tanaman yang terdapat di jalur tanam
dengan tanaman lain berada di luar jalur tanam tersebut. Selain itu, penyebab cukup besarnya jumlah tanaman yang mati pada jalur
tanam ini adalah karena tanaman kurang mendapatkan cahaya matahari. Mengingat bahwa pada lokasi penelitian belum adanya atau belum
dilaksanakannya kegiatan pemeliharaan, maka intensitas cahaya matahari yang masuk juga berkurang. Hal ini menyebabkan tanaman kurang memperoleh cahaya
matahari mati untuk proses fotosintesis dan respirasi sehingga pada akhirnya tanaman tersebut mati.
Gambar 6 Kondisi jalur tanam pada pengukuran tahun kedua
Banyak spesies memerlukan naungan pada awal pertumbuhannya, walaupun dengan bertambahnya umur naungan dapat dikurangi secara bertahap. Pengaturan
naungan sangat penting untuk menghasilkan tanaman-tanaman berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan evaporasi. Oleh karena adanya
naungan, evaporasi dari tanaman dapat dikurangi Suhardi 1995 dalam Putri 2009.
5.7.2. Perbandingan Rata-Rata Diameter dan Tinggi Shorea leprosula Miq.