Syarat Kewarisan RUKUN DAN SAYARAT KEWARISAN

Islam datang merevisi tatanan Jahiliyah, sehingga kedudukan laki-laki dan perempuan sama dalam mewarisi, tak terkecuali pula anak yang masih dalam kandungan. Adapun dasar hukum kekerabatan sebagai ketentuan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama : ا . 0ِا.و 2ال ..ē.تلæ. 10مل ,ب2ي 0ğ.ل 0لæ.ج10ēل0 ل0 ل لæ 0مل . 2وب.ē2 ل.َ2ا.ل 0 ل . 0ِا.و 2ال ..ē.تلæ. 10مل ,ب2ي 0ğ.ل ِ æ .س01نل0 .ل . 2وب.ē2 ل.َ2ا. له2ۡ0مل . ل.ُ.ك2ل.ا سنالæ +ض 2 ē2 .ملæب2ي 0ğ.ل ءæ ل ل: ۷ Artinya : “Bagi anak laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu- bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut yang telah ditentukan”. QS. An-Nisa’4: 7 ل. : æ óَالهل 0 لæ.ت0كل 0ِل -Ġ2ع.ب0بلىل2ل.ال2مه ض0ع.يل0لæ.ح2 .َ2ا2و 2لا ل ۷۷ Artinya : “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya di dalam kitab Allah”. QS. An- Nisa’4: 78 c. Hubungan memerdekakan budak al-Wala’ Al- Wala’ adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan hamba sahaya, atau melalui perjanjian tolong-menolong, namun sepertinya sebab hubungan memerdekakan budak ini jarang dilakukan atau malah tidak ada sama sekali. Adapun para fuqaha membagi hubungan wala’ menjadi 2 bagian : 1. Walaaul ‘Itqi atau hubungan antara yang memerdekakan mu’tiq dengan yang dimerdekakan ‘atieq. Menurut jumhur fuqaha menetapkan bahwa walaaul ‘itqi merupakan sebab menerima pusaka, hanya golongan Khawarij yang tidak membenarkan hal itu. 2. Walaaul Muwalah, yaitu hubungan yang disebabkan oleh sumpah setia. Menurut golongan Hanafiyah dan Syi’ah Imamiyah dipandang sebagai sebab mewarisi, sedang menurut jumhur ulama tidak termasuk. 43 Adapun bagian orang yang memerdekakan budak hamba sahaya adalah 16 harta peninggalan. Namun kondisi modern ini, dengan tidak adanya hamba sahaya, maka secara otomatis hubungan al- wala’pun dihapus. Selain hal-hal yang menyebabkan adanya hak untuk mewarisi, maka sebaliknya pula ada beberapa yang menghalangi seseorang untuk menerima warisan. Adapun hal-hal yang menghalangi seseorang mendapatkan warisan dalam hukum Islam adalah sebagai berikut : 1 Karena halangan kewarisan dan 2 karena adanya kelompok keutamaan dan hijab. 44 d. Hubungan agama sesama Islam Jika orang Islam meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun wala’, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan kaum muslimin. Itulah yang disebut dengan hubungan agama dalam waris-mewarisi. Rasulullah SAW bersabda : م ل ēت ل َæم ل هتث ولف ل اا ل ا لم ل اَ لَ ل ها ل đما ل, وبا ل ا ل ىæسنا 45 ل 43 Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, h. 33. 44 Suhrawardi K. Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, h. 53. 45 Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 1215. Artiya : “Barangsiapa yang meninggalkan harta warisan maka itu adalah hak milik para ahli warisnya, dan aku Rasul adalah ahli waris dari orang yang tidak punya ahli waris. HR Ahmad, Ibnu Majah, At Tirmidzi. Yang dimaksud Rasulullah menjadi ahli waris adalah bahwa Rasulullah itu menerima dan menyalurkan kepada kaum muslimin, atau digunakan untuk kemaslahatan umat Islam.

2. Penghalang Kewarisan

a. Pembunuhan Islam adalah agama yang sangat menjunjung prinsip kemanusiaan sehingga secara tegas melarang adanya pembunuhan. Dalam kaitannya dengan hak waris mewarisi, maka orang yang membunuh pewaris tidak mendapat hak mewarisi dari pewaris tersebut. Hal ini terdapat dalam hadits Rasul SAW : مسلهيلعلهلىصللهلوس لæ : لاوفل الَل يلمل5الءَلل óæ للسي لهي 5ال æنال ē 4ٱلهث æåيشل óæ ال ēيلَ لكملها ēمل علđما 46 Artinya : “Rasulullah bersabda: “Pembunuh yang membunuh pemebri warisan tidak memiliki hak sedikitpun untuk mewarisi. Jika ia pemberi warisan tidak meninggalkan pewaris maka yang berhak mewarisinya adalah orang yang paling dekat hubungan keluarga dengannya, dan pembunuh itu tidak mewarisi sesuatu”H.R. Malik dan Ahmad dari „Umar. Adapun mengenai jenis pembunuhan yang menjadi penghalang kewarisan, diantara fuqaha terjadi perbedaan pendapat. Jenis-jenis pembunuhan disini ada lima, yaitu pembunuhan secara hak dan tidak berlawanan hukum, pembunuhan dengan sengaja dan terencana tanpa adanya hak, mirip disengaja seperti sengaja, dan pembunuhan khilaf. 46 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Bairut: Dar al-Fikir, tt, Jilid IV, hlm. 189.