Al-Hadits DASAR HUKUM KEWARISAN ISLAM
Sedangkan menurut Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam disebutkan :
“Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam
dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris”.
Menurut hukum Islam, ahli waris adalah orang-orang yang berhak mendapatkan harta peninggalan si mati, baik disebabkan adanya hubungan
kekerabatan dengan jalan nasab atau pernikahan, maupun sebab hubungan hak perwalian dengan muwarrits.
24
c Mauruts harta waris
Mauruts harta warisan menurut Islam adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli
warisnya. Dalam pengertian ini dapat dibedakan antara harta warisan dan harta peninggalan. Harta peninggalan adalah semua yang ditinggalkan oleh si
mayit atau dalam arti apa-apa yang ada pada seseorang saat kematiannya; sedangkan harta warisan ialah harta peninggalan yang secara hukum
syara’ berhak diterima oleh ahli warisnya.
25
Pasal 171 huruf e Kompilasi Hukum Islam menyebutkan : “Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah tajhiz, pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerab at”.
Dapat disimpulkan bahwa harta warisan ialah apa yang ditinggalkan oleh pewaris, dan terlepas dari segala macam hak orang lain di dalamnya.
24
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Bandung : PT Al- Ma’arif, 1975, h. 36.
25
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 208.
Pengertian harta warisan dalam rumusan seperti ini berlaku dalam kalangan ulama Hanafiyah.
26
Ulama fikih lain mengemukakan rumusan yang berbeda dengan yang dirumuskan di atas. Bagi mereka warisan itu ialah segala apa yang
ditinggalkannya pada waktu meninggalnya, baik dalam bentuk harta atau hak- hak.
27
Bila diperhatikan rumusan yang dikemukakan ulama selain Hanafi sebagaimana disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa menurut mereka tidak
berbeda antara harta warisan dan harta peninggalan. Namun kalau diperhatikan dalam pelaksanaan selanjutnya, bahwa sebelum harta
peninggalan itu dibagikan kepada ahli waris harus dikeluarkan dahulu wasiat dan utangnya, sebagaimana dituntut Allah SWT dalam ayat 11 dan 12 surat
an- Nisa’. Dengan demikian, maka jelas bahwa dua kelompok ulama tersebut
hanya berbeda dalam perumusan, sedangkan yang menyangkut substansinya sama saja.
28
Dalam pembahasan di atas telah dinyatakan bahwa harta yang menjadi harta warisan itu harus murni dari hak orang lain di dalamnya. Di antara
usaha memurnikan hak orang lain itu ialah dengan mengeluarkan wasiat dan membayarkan utang pemilik harta. Hukum yang mengenai pembayaran utang
dan wasiat itu dapat dikembangkan kepada hal dan kejadian lain sejauh di
26
Ibnu Abidin, Hasyiyatul Radd al-Mukhtar, Mesir: Mustafa al-babiy, 1966, cet. VI, h. 759
27
Hasanin Makhluf Muhammad, al-Mawaritsu fi al- Syari’st al-Islamiyah, Majelis al-
A’la li Syuun al-Diniyah, 1971, h. 11.
28
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. IV, h. 208.