PENUTUP Kewarisan Masyarakat Suku Domo Ditinjau Dari Kewarisan Islam
                                                                                Dalam  literatur  hukum  di  Indonesia  digunakan  pula  beberapa  nama  yang keseluruhannya  mengambil  dari  bahasa  Arab,  yaitu  waris,  warisan,  pusaka,  dan
hukum kewarisan. Yang menggunakan nama hukum “waris” memandang kepada orang  yang  berhak  menerima  harta  warisan,  yaitu  yang  menjadi  subjek  dari
hukum ini. Adapun  yang menggunakan nama warisan memandang kepada harta warisan yang menjadi objek dari hukum ini. Untuk maksud terakhir ini ada yang
memberi  nam a  “pusaka”,  yaitu  nama  lain  yang  dijadikan  objek  dari  warisan,
terutama yang berlaku di lingkungan adat Minangkabau.
6
Dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan mengambil kata asal “waris” dengan tambahan awal „ke’ dan akhiran „an’. Kata “waris” ini
sendiri  dapat  berarti  orang  yang  mewarisi  sebagai  subjek  dan  dapat  pula  berarti proses.  Dalam  arti  pertama  mengandung  arti  „hal  ihwal  orang  yang  menerima
harta warisan” dan dalam arti kedua mengandung arti “hal ihwal peralihan harta dari yan
g mati kepada yang masih hidup.” Arti yang terakhir ini digunakan dalam istilah hukum.
Disebut dengan ilmu mawaris karena dalam ilmu ini dibicarakan hal-hal yang berkenaan  dengan  harta  yang  ditinggalkan  oleh  orang  yang  meninggal  dunia.
Dinamakan ilmu faraidh karena dalam ilmu ini dibicarakan bagian-bagian tertentu yang  telah  ditetapkan  besarnya  bagi  masing-masing  ahli  waris.  Kedua  istilah
tersebut  prinsipnya  sama  yaitu  membicarakan  tentang  segala  sesuatu  yang
6
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. IV, h. 6.
berkenaan dengan tirkah harta peninggalan orang yang meninggal.
7
Hukum waris adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu
meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
8
Fiqih  mawaris  kadang-kadang  disebut  juga  dengan  istilah  al-faraidh  bentuk jamak  dari  kata  fard,  artinya  kewajiban  dan  atau  bagian  tertentu.  Apabila
dihubungkan dengan ilmu, menjadi ilmu faraidh, maksudnya ialah
ñ حت سملىعلñكرالñ س لñي يكلهبلēعيلمع
Artinya  : “Ilmu  untuk  mengetahui  cara  membagi  harta  peninggalan
seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya.” Atau dalam pengibaratan lain :
æهمل الللبيğللñكراليل حل لللصخلæملæهلēعيل æسحالله ال ملđعاو
9
Atinya  : “Beberapa  kaidah  yang  terpetik  dari  fiqh  dan  hisab,  untuk  dapat
mengetahui  apa  yang  secara  khusus  mengenai  segala  yang  mempunyai  hak terhadap  peninggalan  si  mati,  dan  bagian  masing-masing  waris  dari  harta
peninggalan tersebut.” Faraidh  dalam  istilah  mawaris  dikhususkan  kepada  suatu  bagian  ahli  waris
yang  telah  ditentukan  besar  kecilnya  oleh syara’.  Sedangkan  ilmu  faraidh  oleh
sebagian faraidhiyun ahli ilmu faraid didefenisikan dengan : “Ilmu  yang  berpautan  dengan  pembagian  harta  peninggalan,  pengetahuan
tentang  cara  perhitungan  yang  dapat  menyampaikan  kepada  pembagian  harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan
untuk setiap pemilik hak pusaka.”
10
7
Djedjen Zainuddin dan Mundzier Suparta,  Pendidikan Agama Islam Fikih, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2008, cet. I,  h. 102.
8
Suwardi,  Rahman  Hendra,  dkk,  Hukum  Adat  Melayu  Riau,  Pekanbaru:  Alaf  Riau, 2011, h. 56.
9
Ibnu Rusyd, Bidayatu al-Mujtahid, Jakarta: Pustaka Imami, 2002, Juz. III, h. 379.
10
Moh.  Muhibbin,  dan  Abdul  Wahid,  Hukum  Kewarisan  Islam  Sebagai  Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, Jakarta: SinarGrafika, 2009, h. 8.
                                            
                