REVIEW STUDI TERDAHULU PENDAHULUAN

14

BAB II TINJAUAN UMUM SISTEM KEWARISAN ISLAM

A. PENGERTIAN KEWARISAN

Kewarisan dalam Bahasa Indonesia merupakan rangkaian kata dasar waris dengan awalan ke dan akhiran an yang secara etimologi berarti mendapat warisan. 1 Kata waris itu sendiri berasal dari Bahasa Arab yaitu dari kalimat : ل – ل ل ēي – ل لا – ل ا ا هóæفلđعبلافلæملهيال تا 2 ل Artinya : “Waratsa, yaritsu, wartsan, irtsan. Yaitu memindahkan harta seseorang kepada orang lain sesudah seseorang meninggal dunia.” Mawaris adalah bentuk jamak dari kata “Mirats” yang artinya “harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia”. Sedangkan menurut istilah ialah Ilmu untuk mengetahui orang-orang yang berhak menerima warisan, orang-orang yang tidak berhak menerimanya, bagian masing-masing ahli waris dan cara pembagiannya.” 3 Kita dapat melihat pengertian dari kewarisan dalam Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam: Yang dimaksud dengan : a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan tirkah pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 1 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1961, h. 1148. 2 Luis Ma’luf, Al-Munjid, Beirut: Darul Masyrik, Libanon, tt, h. 895. 3 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2012, cet. IV, h.5. Kewarisan merupakan aturan-aturan atau norma-norma hukum yang mengatur atau menetapkan harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi kepada para ahli waris dari generasi ke generasi berikutnya, baik berupa harta kekayaan yang bersifat materiil maupun immateriil melalui cara dan proses peralihannya. 4 Kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Aturan tentang peralihan ini disebut dengan berbagai nama. Dalam literatur hukum Islam dikenal beberapa istilah untuk menamakan hukum kewarisan Islam, seperti faraid, fikih mawaris, dan hukm al- waris. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi, karena perbedaan dalam arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan. Kata lazim dipakai adalah faraid. Kata ini dipakai oleh an-Nawawi dalam kitab fikih Minhaj al-Thalibin. Oleh al- Mahalliy dalam komentarnya atas Matan Minhaj disebutkan alasan penggunaan kata tersebut : Lafaz faraid merupakan jama’ bentuk plural dari lafaz faridhah yang mengandung arti mafrudahah, yang sama artinya dengan muqaddarah, yaitu suatu yang ditetapkan bagiannya secara jelas. Di dalam ketentuan waris Islam yang terdapat dalam Alqur’an, lebih banyak terdapat bagian yang ditentukan dibandingkan bagian yang tidak ditentukan. Oleh karena itu, hukum ini dinamai dengan faraidh. 5 Dengan demikian penyebutan faraid didasarkan pada bagian yang diterima oleh ahli waris. 4 Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar, Bandung: Refika Aditama, 2010. h. 56. 5 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h.5.