Mutu Udang Ronggeng HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil identifikasi, udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies dari Harpiosquilla raphidea. Udang ronggeng termasuk ke dalam jenis udang karang, sama halnya dengan lobster karena habitatnya berada di daerah karang dan bebatuan yang umumnya memiliki substrat pasir halus berlumpur. Bentuk morfologi udang ronggeng lebih unik dibandingkan udang pada umumnya. Udang ronggeng memiliki kaki renang dan bentuk abdomen yang menyerupai bentuk pada udang, namun udang ronggeng tidak memiliki rostrum yang dapat digunakan sebagai alat pertahanan diri seperti terdapat pada udang lain. Alat pertahanan yang dimiliki udang ronggeng berupa sepasang capit yang sangat kuat dan tajam, selain itu capitnya berfungsi untuk menangkap dan mengoyak mangsanya. Gambar morfologi dari sampel udang ronggeng yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Morfologi udang ronggeng Harpiosquilla raphidea

4.2 Mutu Udang Ronggeng

Pengamatan mutu organoleptik mempunyai peranan dan makna yang sangat besar dalam penilaian mutu produk pangan, baik sebagai bahan mentah industri maupun produk pangan olahan Soekarto 1985. Penilaian organoleptik merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam menentukan tanda-tanda kesegaran komoditas hasil perikanan, karena lebih cepat dan lebih mudah dikerjakan, tidak memerlukan banyak peralatan serta tidak memerlukan laboratorium Hadiwiyoto 1993. Nilai organoleptik kesegaran udang ronggeng disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan analisis statistika, dihasilkan nilai organoleptik udang ronggeng yaitu P 7,16 ≤ μ ≤ 7,63. Nilai tersebut merupakan interval nilai organoleptik udang ronggeng segar yang bisa dituliskan 7,16–7,63. Penulisan nilai akhir organoleptik udang segar diambil dari nilai terkecil yaitu 7,16 dan dibulatkan menjadi 7,0. Menurut SNI 01-2346-2006, nilai organoleptik berkisar antara 7-9 menyatakan bahwa udang ronggeng masih dalam kondisi segar. Udang ronggeng dalam keadaan segar memiliki ciri-ciri yaitu penampakan utuh, cangkang masih terlihat bercahaya dan sedikit bening, antar ruas toraks dan abdomen masih kokoh, kulit agak keras, kulit tidak mudah lepas dari daging, dan tidak terdapat noda hitam pada kulit, serta sambungan kepala dan toraks masih kuat. Udang ronggeng yang masih segar memperlihatkan tekstur daging kompak dan padat, namun kurang elastis, serta mengeluarkan bau segar spesifik jenis netral. Pengujian secara organoleptik diperlukan untuk mengetahui tingkat kesegaran pada udang ronggeng, karena tingkat kesegaran merupakan indikator bahwa suatu bahan pangan terutama bahan baku perikanan memiliki mutu yang baik Hall dan Ahmad 1992. 4.3 Uji Sensori Udang Ronggeng dengan Perebusan 2 NaCl Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan konsumen terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan oleh makanan. Penilaian citarasa makanan menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian dikenal dengan istilah penilaian organoleptiksensori. Cara ini sering disebut juga penilaian subjektif karena sepenuhnya tergantung pada kepekaan inderawi manusia. Pengujian organoleptiksensori dapat dilakukan dalam berbagai cara, salah satu diantaranya adalah uji hedonik Soekarto 1985. Uji sensori terhadap udang ronggeng rebus dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih menggunakan lembar penilaian menurut SNI 01-2346-2006. Uji sensori yang dilakukan terhadap udang ronggeng rebus dengan perlakuan penambahan garam NaCl 2 ini meliputi empat parameter uji yaitu penampakan, bau, rasa, dan tekstur. Penambahan garam NaCl 2 ini mengacu pada kebiasaan masyarakat dalam mengolah produk pangan. Penentuan nilai kesukaan hedonik menggunakan analisis statistika pendugaan parameter bagi nilai tengah dan simpangan baku dengan rumus P x – 1,96. s√n ≤ x + 1,96. s√n . Berdasarkan analisis statistika, dihasilkan nilai organoleptik udang ronggeng rebus seperti yang tertera pada Tabel 5, sedangkan nilai uji hedonik udang ronggeng rebus dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 5. Nilai rata-rata organoleptik daging udang ronggeng rebus 2 NaCl Parameter Interval Interpretasi SNI 01-2346-2006 Penampakan 7,42-7,92 Suka Bau 6,71-7,88 Suka Rasa 7,02-8,31 Suka Tekstur 7,13-8,46 Suka Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap penampakan daging udang ronggeng rebus adalah antara 7,42-7,92, yang secara deskriptif menyatakan suka nilai= 7 terhadap penampakan udang ronggeng rebus. Panelis menyukai penampakan daging udang ronggeng masih utuh, daging berwarna merah muda, agak cerah dan bersih. Tingkat penerimaan panelis terhadap parameter lain yaitu aroma, rasa, dan tekstur udang ronggeng rebus menunjukkan nilai yang sama yaitu dalam kisaran nilai 7 yang berarti suka. Panelis menyukai rasa daging udang ronggeng yaitu rasa manis, gurih dan segar. Penambahan garam pada sampel udang ronggeng memberikan sumbangan besar pada cita rasa, karena penambahan garam 2-3 akan mempertegas cita rasa suatu daging Suzuki 1981. Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai pemberi rasa pada bahan pangan, pelarut protein, pengawet dan meningkatkan daya ikat dari protein daging. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 garam akan terasa hambar dan tidak disukai oleh konsumen Winarno et al. 1980, sedangkan penggunaan garam yang semakin meningkat lebih dari 5 mengakibatkan semakin tingginya protein yang terlarut dan cita rasa asli dari bahan justru akan hilang Basmal et al. 1997. Penambahan garam disamping berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol pertumbuhan mikroorganisme Rahayu et al. 1992. Perebusan juga mempengaruhi tekstur yaitu mengurangi kadar air dalam bahan baku, sehingga tekstur lebih kompak. Kombinasi perebusan dengan penambahan garam 2 menghasilkan tekstur daging udang ronggeng yang elastis, kompak dan padat.

4.4 Rendemen Udang Ronggeng