Latar Belakang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang

7 2. Mengidentifikasi faktor –faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang. 3. Menganalisis dampak konversi lahan terhadap pendapatan petani dan produksi padi di Kabupaten Tangerang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, diharapkan peneliti dapat menjadi sarana dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang dipelajari selama menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor 2. Bagi pemerintah, informasi ini dapat menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pembangunan pertanian. Serta dapat mempertahankan swasembada pangan agar tidak bergantung terhadap produk impor. 3. Bagi civitas akademi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang digunakan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul Analisis Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang diperlukan batasan penelitian agar lebih fokus dalam penelitian. Adapun pembatasan penelitian dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tangerang. 2. Konversi lahan pertanian yang terjadi berupa lahan sawah di Kabupaten Tangerang menjadi perumahan atau industri. 3. Faktor –faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian dilihat dari faktor di tingkat wilayah dan faktor di tingkat petani di wilayah tersebut. 4. Pendapatan yang diperhitungakan dilihat dari perubahan pendapatan rumah tangga dari petani sebelum dan sesudah kegiatan konversi lahan pertanian khususnya lahan sawah. 5. Hasil produksi pertanian yang diperhitungkan dari hasil produksi lahan sawah di Kabupaten Tangerang dari sebelum dan sesudah kegiatan konversi lahan pertanian. 8 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Pertanian

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia, seperti sebagai tempat tinggal, tempat mencari nafkah, tempat berwisata, dan tempat bercocok tanam. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir seluruh sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi. Fungsi pertanian adalah mengukur hasil gabah dan jerami yang dihasilkan untuk suatu luas tertentu, adapun fungsi lain persawahan yang berpengaruh lebih luas adalah menjaga ketahanan pangan, menjaga kestabilan hidrologis Daerah Aliran Sungai DAS, menurunkan erosi, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan daya tarik pedesaan serta mempertahankan nilai –nilai budaya. Fungsi lahan bagi para stakeholder memiliki arti penting masing-masing. Fungsi lahan bagi masyarakat, lahan sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan sebagai sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi pihak swasta, lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk kesejahteraan rakyat. Menurut Sumaryanto dan Tahlim 2005, manfaat lahan pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, use value. Manfaat ini dihasilkan dari hasil eksploitasi atau kegiatan usahatani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Contoh dari use value lahan pertanian adalah hasil panen yang diperoleh dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat. Kedua, non use value, berbagai manfaat yang dapat tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari eksploitasi dari pemilik lahan pertanian. Contoh dari non use value dari lahan pertanian adalah mencegah banjir dan mencegah erosi. Menurut Yoshida 1994 dan Kenkyu 1996 dalam Sumaryanto et all 2005 bahwa dari aspek lingkungan, keberadaan lahan pertanian dapat 9 berkontribusi dalam lima manfaat, yaitu: pencegahan banjir, pengendali keseimbangan tata air, pencegahan erosi, pengurangan pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah rumah tangga, dan mencegah pencemaran udara yang berasal dari gas buangan.

2.2 Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan yang sedang marak terjadi bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. Semakin meningkatnya taraf hidup bagi masyarakat dan terbukanya kesempatan menciptakan lapangan kerja menyebabkan kesempatan para investor – investor yang ada memanfaatkan lahan pertanian menjadi penggunaan ke arah non pertanian. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah lahan yang terbatas. Pada kenyataannya, ketergantungan masyarakat terhadap lahan pertanian sangat tinggi. Konversi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga permasalahan yang timbul akibat konversi lahan, banyak terkait dengan kebijakan tataguna lahan Ruswandi 2005. Menurut Kustiawan 1997 konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Konversi lahan biasanya terjadi di wilayah sekitar perkotaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membangun sektor –sektor industri dan jasa. Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat permanen dan juga dapat bersifat sementara Utomo, 1992. Jika lahan sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan pemukiman atau industri, maka konversi lahan bersifat permanen. Akan tetapi, jika sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu, maka konversi lahan tersebut bersifat sementara, karena pada tahun –tahun yang akan datang dapat dijadikan sawah kembali. Alih fungsi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya dari pada alih fungsi lahan sementara. Perkembangan sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayah- wilayah yang berlahan subur, karena biaya yang dikeluarkan pada lahan yang subur bersifat rendah. Pada wilayah-wilayah inilah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah daerah setempat untuk 10 membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana yang berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi dengan pemukiman sebagai tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di wilayah ini Nuryati, 1995.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian

Sejalan dengan peningkatan pembangunan pertumbuhan ekonomi, maka laju penggunaan lahan akan semakin meningkat. Meningkatnya permintaan akan lahan mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Menurut Pakpahan 1993, faktor –faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi dan faktor- faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor- faktor yang secara langsung mempengaruhi keputusan petani melakukan konversi. Hayat 2002, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah dengan metode kuadrat terkecil biasa OLS dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu, penurunan jumlah luas lahan dan variabel bebas yaitu, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non pertanian. Namun dalam hal penelitiannya, faktor tenaga kerja sektor non pertanian dihilangkan karena terdapat kontribusi positif yang kuat dengan faktor kontribusi sektor non pertanian. Menurut Situmeang 1998, perubahan struktur ekonomi dimana telah terjadi peningkatan peranan sektor non pertanian terhadap perekonomian dapat mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah perkotaan. Selanjutnya, perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa dan sektor non pertanian lainnya. Utomo 1992 memaparkan bahwa secara umum masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi antara lain karena pola pemanfaatan lahan masih sektoral, delineasi antar kawasan belum jelas, koordinasi pemanfaatan ruang 11 masih lemah, dan pelaksanaan UUPA Undang-Undang Pokok Agraria masih lemah dan penegakkan hukum yang masih lemah. Witjaksono 1996 memaparkan lima faktor sosial yang mempengaruhi konversi lahan, yaitu perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Sedangkan menurut Winoto 2005 faktor-faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain : 1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat telah meningkatkan permintaan tanah. 2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. 3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan. 4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW yang cenderung mendorong konversi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non pertanian. 5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakkan hukum dari peraturan yang ada.

2.4 Dampak Konversi Lahan Pertanian

Menurut Widjanarko et all 2006 dampak negatif akibat konversi lahan, antara lain : 1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan. 2. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non pertanian, apabila tenaga kerja lokal yang ada tidak terserap seluruhnya justru akan meninggikan angka pengangguran.