13 diakibatkan oleh rendahnya produktivitas lahan sawah akan menyebabkan petani
memutuskan untuk mengkonversi lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non pertanian dipandang dapat
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktivitas rendah Utama, 2006.
2.6 Landasan Hukum Kebijakan Konversi Lahan
Dasar kebijakan pertanahan adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 UUD 45 pasal 33 ayat 3, yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA merupakan suatu landasan hukum dari adanya kebijakan pertanahan. Tujuan diberlakukannya UUPA adalah:
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang
merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur. 2.
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-
hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Landasan hukum dari kebijakan konversi lahan pertanian selain UUPA
antara lain: 1.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada pasal 50, yang menyebutkan bahwa
segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum.
2. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang terutama
pada pasal 37, yang menyebutkan bahwa izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW dibatalkan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.